Sujud itu dipandang sah apabila benda yang dipakai sujud tidak
terbawa-bawa oleh orang yang sedang shalat, seperti sujud di atas sajadah. Atau
benda itu terbawa-bawa namun karena panjang sekali, benda tersebut tidak
bergerak saat ia bergerak, hal inipun sujudnya dipandang sah. Namun jika ia
sujud pada sorban yang dipakainya dan sorban yang disujudinya itu bergerak
ketika ia bergerak, maka jelas sujudnya itu dipandang tidak sah.
Syaikh Zainuddin Al-Malibari mengatakan :
وَ سَابِعُهَا سُجُوْدٌ مَرَّتَيْنِ كُلَّ رَكْعَةٍ عَلَى غَيْرِ مَحْمُوْلٍ
لَهُ وَإِنْ تَحَرَّكَ بِحَرَكَتِهِ وَلَوْ نَحْوَ سَرِيْرٍ يَتَحَرَّكُ بِحَرَكَتِهِ
لِأَنَّهُ لَيْسَ بِمَحْمُوْلٍ لَهُ فَلَا يَضُرُّ السُّجُوْدُ عَلَيْهِ كَمَا إِذَا
سَجَدَ عَلَى مَحْمُوْلٍ لَمْ يَتَحَرَّكْ بِحَرَكَتِهِ كَطَرْفٍ مِنْ رِدَائِهِ
الطَّوِيْلِ وَخَرَجَ بِقَوْلِي: عَلَى غَيْرِ مَحْمُوْلٍ لَهُ، مَا لَوْ سَجَدَ عَلَى
مَحْمُوْلٍ يَتَحَرَّكُ بِحَرَكَتِهِ كَطَرْفٍ مِنْ عِمَامَتِهِ فَلَا يَصِحُّ
Rukun shalat yang ketujuh ialah sujud dua kali pada setiap rakaat
pada satu benda yang tidak terbawa-bawa sekalipun benda tersebut bergerak
ketika ia bergerak dan ia bersujud di atas ranjang yang bergerak ketika ia
bergerak. Karena ranjang tersebut tidak terbawa-bawa, maka sah sujud di atasnya
sebagaimana (sahnya) ia sujud di atas suatu benda yang terbawa-bawa namun tidak
bergerak saat ia bergerak, seperti sujud pada ujung selendangnya yang panjang.
Tidak sama dengan adanya ucapan : Pada sesuatu yang terbawa-bawa. Jika ia sujud
pada suatu benda yang terbawa-bawa dan bergerak saat ia bergerak, seperti sujud
pada ujung sorbannya maka tidak sah sujudnya. (Kitab Fat-hul Mu'in, halaman 21)
Hadits yang dijadikan dasar tidak bolehnya sujud pada suatu benda
semacam sorban yang sedang dipakai dan bergerak ketika orang yang memakainya
bergerak, adalah :
عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْقُرَشِىِّ قَالَ : رَأَى رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً يَسْجُدُ عَلَى كَوْرِ الْعِمَامَةِ
فَأَوْمَأَ بِيَدِهِ : ارْفَعْ عِمَامَتَكَ وَأَوْمَأَ إِلَى جَبْهَتِهِ
Dari Iyadh bin Abdullah Al-Qurasyi ia berkata : Rasulullah saw melihat seorang laki-laki
bersujud di atas lilitan sorbannya, lalu beliau memberi isyarat dengan
tangannya : Angkatlah sorbanmu dan memberi isyarat kepada dahinya. (H. R.
Baihaqi no. 2766, Ibnu Abu Syaibah no. 2759)
Adapun dalil yang membolehkan sujud pada sorban yang tidak sedang
dipakai, karena tidak bergerak saat ia bergerak, atau seperti pada sajadah
adalah :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا نُصَلِّى
مَعَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى شِدَّةِ الْحَرِّ، فَإِذَا
لَمْ يَسْتَطِعْ أَحَدُنَا أَنْ يُمَكِّنَ وَجْهَهُ مِنَ الْأَرْضِ بَسَطَ
ثَوْبَهُ فَسَجَدَ عَلَيْهِ
Dari Anas bin Malik ra ia berkata : Kami pernah shalat bersama Nabi
saw dalam cuaca yang sangat panas. Jika salah seorang di antara kami tidak bisa
memantapkan wajahnya ke bumi maka ia menghamparkan bajunya lalu bersujud di
atasnya (H. R. Bukhari no. 1208, Muslim no. 1438)
Imam Syafi'i menjelaskan bahwa yang dimaksud "menghamparkan
baju" ialah baju yang terpisah dari badan orang yang shalat, bukan
baju yang sedang dipakai oleh orang yang shalat. (Kitab Nailul Authar, karya
Imam Asy-Syaukani, Juz II, halaman 289)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar