Batas jenjang usia anak yang telah mencapai usia tamyiz disebut mumayyiz. Diantara ciri anak yang mumayyiz: dia bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, dia sudah merasa malu ketika tidak menutup aurat, dia mengerti shalat harus serius, dan sebagainya yang menunjukkan fungsi akalnya normal. Umumnya, seorang anak menjadi mumayyiz ketika berusia 7 tahun.
Sedangkan batas baligh adalah batas dimana seorang anak telah
dianggap dewasa oleh syariat, dan berkewajiban untuk melaksanakan beban syariat.
Tidak ada batas usia baku
untuk baligh, karena batas baligh kembali pada ciri fisik. Untuk laki-laki:
telah mimpi basah, dan untuk wanita: telah mengalami haid. Untuk laki-laki,
umumnya di usia 15 tahun.
Bagaimana hukum anak mumayyiz menjadi imam
shalat jamaah, sementara makmumnya orang yang sudah baligh.
1. Mayoritas ulama
(hanafiyah, malikiyah, dan hambali) berpendapat bahwa diantara syarat sah
menjadi imam untuk shalat wajib, imam harus sudah baligh. Karena itu, anak
mumayyiz tidak bisa menjadi imam bagi makmum yang sudah baligh.
2. Untuk shalat sunnah,
seperti shalat taraweh, atau shalat gerhana, mayoritas ulama (Malikiyah,
Syafi'iyah, hambali,) membolehkan seorang anak mumayyiz untuk menjadi imam bagi
orang yang sudah baligh.
3. Mayoritas ulama hanafiyah,
anak mumayyiz tidak boleh jadi imam bagi orang baligh secara mutlak, baik dalam
shalat wajib maupun shalat sunnah.
4. Sementara Syafi’iyah
berpendapat, anak mumayyiz boleh menjadi imam bagi orang baligh, baik dalam
shalat sunnah maupun shalat wajib, kecuali shalat Jum'at. Terutama ketika anak
mumayyiz ini lebih banyak hafalan Al-Qur'annya, dan lebih bagus gerakan
shalatnya dibandingkan jamaahnya yang sudah baligh.
Dalam hal ini Imam Syafi'i mengambil dalil dari hadits Nabi saw
sebagai berikut :
عَنْ
عَمْرِو بْنِ سَلِمَةَ قَالَ ..... وَبَدَرَ أَبِى قَوْمِى بِإِسْلاَمِهِمْ
فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ جِئْتُكُمْ وَاللهِ مِنْ عِنْدِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَقًّا فَقَالَ صَلُّوْا صَلاَةَ كَذَا فِى حِيْنِ كَذَا ، وَصَلُّوْا
كَذَا فِى حِيْنِ كَذَا ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ ، فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ
، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا. فَنَظَرُوْا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ
أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّى ، لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنَ الرُّكْبَانِ ،
فَقَدَّمُوْنِى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ ، وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ
Dari Amru bin Salamah katanya, ...... dan ayahku bergegas menemui kaumku dengan
ke-Islaman mereka, ketika ayahku datang, ujarnya: Demi Allah, sungguh aku baru
saja menemui Nabi saw dan beliau sabdakan: Shalatlah kalian sedemikian, di
waktu sedemikian. Shalatlah kalian sedemikian, di waktu sedemikian. Jika waktu
shalat tiba, hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan, dan
yang mengimami kalian yang banyak hapalan Al-Qur'annya. Lantas mereka saling
mencermati, dan tak ada yang lebih banyak hapalan Al-Qur'annya selain diriku
disebabkan aku bertemu dengan pengendara, maka kemudian mereka menyuruhku maju
(memimpin shalat di depan mereka), padahal umurku ketika itu baru enam atau
tujuh tahun. (H. R. Bukhari no. 4302)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar