Mengantuk tidak membatalkan wudhu, dalam
dua hadits di bawah ini disebutkan :
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَنْتَظِرُوْنَ الْعِشَاءَ اْلآخِرَةَ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوْسُهُمْ
ثُمَّ يُصَلُّوْنَ وَلاَ يَتَوَضَّئُوْنَ
Dari Anas, ia
berkata : Pernah sahabat-sahabat Rasulullah saw menunggu shalat isya' yang
akhir sehingga kepala mereka condong (karena mengantuk), lalu mereka shalat dan
tidak berwudhu (terlebih dahulu). (H. R. Abu Daud no, 200)
Syaikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid,
ketika memberi komentar terhadap hadits di atas :
خَفَقَ يَخْفِقُ
- مِنْ بَابِ ضَرَبَ يَضْرِبُ - يُقَالُ : خَفَقَ بِرَأْسِهِ إِذَا أَخَذَتْهُ
سِنَةٌ مِنَ النُّعَاسِ فَمَالَ رَأْسُهُ دُوْنَ جَسَدِهِ
Khafaqa Yakhfiqu
termasuk bab Dharaba Yadhribu. Dikatakan : Khafaqa bi ra'sihi, jika seseorang
mengantuk hingga condong kepalanya, bukan badannya. (Ta'liq Sunan Abu Daud, Juz
I, halaman 51)
عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِىِّ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ أُقِيْمَتْ
صَلاَةُ الْعِشَاءِ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ لِى حَاجَةً.
فَقَامَ يُنَاجِيْهِ حَتَّى نَعَسَ الْقَوْمُ أَوْ بَعْضُ الْقَوْمِ ثُمَّ صَلَّى
بِهِمْ وَلَمْ يَذْكُرْ وُضُوْءًا
Dari Tsabit Al-Banani, bahwa Anas bin Malik pernah berkata :
Setelah dibacakan iqamah shalat isya' ada seorang laki-laki berdiri seraya
berkata : Hai Rasulullah, saya punya keperluan. Lalu beliau berdiri bermunajat
kepada-Nya sehingga kaum atau sebagian kaum terkantuk-kantuk. Kemudian beliau
shalat beserta mereka dan beliau tidak mengingatkan agar mereka berwudhu lagi. (H. R. Abu Daud no, 201)
Beberapa
pendapat ulama mengenai hal ini, di antaranya adalah :
1. Imam Nawawi berkata dalam kitabnya :
قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي اْلأُمِّ وَاْلأَصْحَابُ لَا يَنْتَقِضُ اْلوُضُوْءُ
بِالنُّعَاسِ وَهُوَ السِّنَةُ وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيْهِ
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm dan sahabat-sahabatnya telah
berkata : Tidak akan membatalkan wudhu (hanya) disebabkan nu'as, yaitu
mengantuk, dan ini sudah tidak diperselisihkan lagi di kalangan ulama. (Kitab
Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz II, halaman 15)
2. Syaikh Nawawi Al-Bantani berkata dalam kitabnya :
وَلَا يَنْقُضُ
النُّعَاسُ لِإَنَّهُ أَخَفُّ مِنَ النَّوْمِ لِإَنَّ سَبَبَ النَّوْمِ رِيْحٌ تَأْتِى
مِنْ قَبْلِ الدِّمَاغِ فَتُغَطِّي الْقَلْبَ، فَإِنْ لَمْ يَتَّصِلْ إِلَى اْلقَلْبِ
بَلْ غَطَّتِ الْعَيْنَ فَقَطْ كَانَ نُعَاسًا. وَمِنْ عَلَامَاتِ النَّوْمِ اَلرُّؤْيَا.وَمِنْ
عَلَامَاتِ النُّعَاسِ سَمَاعُ كَلَامِ اَلحَاضِرِيْنَ مَعَ عَدَمِ فَهْمِهِ
Tidaklah batal wudhu karena mengantuk, sebab mengantuk lebih ringan
dari pada tidur. Terjadinya tidur karena ada angin yang datang dari arah orak, lalu
menutupi hati. Jika tidak sampai menutupi hati, melainkan hanya sekedar menutupi
mata saja, dinamakan mengantuk. Di antara tanda-tanda tidur ialah bermimpi, dan
di antara tanda-tanda mengantuk ialah mendengar pembicaraan orang-orang yang
berada di hadapannya, namun tidak dapat memahami isi pembicaraan. (Kitab
Nihayatuz Zain, halaman 26)
3. Imam Taqiyuddin Abu bakar Al-Husaini berkata dalam kitabnya :
اَلنَّاقِضُ الثَّانِي زَوَالُ الْعَقْلِ، وَلَهُ أَسْبَابٌ، مِنْهَا
النَّوْمُ. وَحَقِيْقَتُهُ اِسْتِرْخَاءُ اْلبَدَنِ وَزَوَالُ شُعُوْرِهِ وَخَفَاءُ
كَلَامِ مَنْ عِنْدَهُ، وَلَيْسَ فِي مَعْنَاهُ النُّعَاسُ فَإِنَّهُ لَا يَنْقِضُ
الْوُضُوْءَ بِكُلِّ حَالٍ
Kedua yang membatalkan wudhu ialah akal. Penyebabnya antara lain
tidur. Adapun hakikat tidur ialah lemas badan, hilang perasaan, dan samar
terhadap pembicaraan orang yang berada di sampingnya. Mengantuk tidak termasuk
dalam pengertian tidur tadi. Oleh karenanya, mengantuk tidak akan membatalkan
wudhu dalam kondisi bagaimanapun. (Kifayatul Akhyar, Juz I, halaman 33)
4. Syaikh Ibrahim Al-Bajuri berkata dalam kitabnya :
وَالثَّانِى
مِنْ نَوَاقِضِ الْوُضُوْءِ اَلنَّوْمُ يَقِيْنًا، فَلَوْ شَكَّ هَلْ نَامَ أَوْ نَعَسَ
فَلَا نَقْضَ
Dan yang kedua dari hal-hal yang membatalkan wudhu ialah tidur
secara yakin. Jika seorang ragu, apakah dia tidur atau mengantuk, maka tidak
batal wudhunya. (Kitab Hasyiyah Al-Bajuri, Juz I, halaman 70)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar