Seorang
perempuan yang bekerja pada malam hari yang tidak disertai mahromnya (orang
yang haram menikah dengannya karena nasab, pernikahan dan susuan) para ulama berbeda
pendapat.
Haram
hukumnya, apabila diduga kuat bisa menimbulkan fitnah bagi perempuan itu, dan
hukumnya makruh bila hanya sekedar ada kehawatiran akan terjadinya fitnah bagi
perempuan itu.
Syaikh
Muhammad bin Salim dalam kitabnya mengatakan :
قاَلَ فِى الزَّوَاجِرِ وَهُوَمِنَ الْكَباَئِرِ لِصَرِيْحِ هَذِهِ
اْلأَحَادِيْثِ وَيَنْبَغِيْ حَمْلُهُ لِيُوَافِقَعَلَى قَوَاعِدِناَ عَلَى مَا
اِذَا تَحَقَّقَتْ اَلْفِتْنَةُ. أَمَّا مُجَرَّدُ خَشْيَتِهاَ فَاِنَّمَا هُوَ
مَكْرُوْهٌ وَمَعَ ظَنِّهَا حَرَامٌ غَيْرُ كَبِيْرٍ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ
Dalam kitab Al-Zawajir disebutkan bahwa sesuai dengan redaksi hadits di atas, maka (keluarnya
wanita dari rumah) adalah termasuk dosa besar. Agar pernyataan ini sesuai
dengan kaidah-kaidah kita, maka harus dipahami dalam keadaan jika memang
benar-benar akan terjadi fitnah. Adapun jika hanya sekedar ada kekhawatiran terjadinya fitnah, maka hukumnya
makruh. Sedangkan jika disertai dengan dugaan kuat adanya fitnah, maka hukumnya haram, namun bukan dosa besar. (Kitab Is’adur Rofiq, Juz II, halaman 136)
Hukumnya boleh, bila perempuan bekerja di
malam hari itu karena untuk mencari nafkah, asalkan aman dari fitnah dan
mendapat ijin dari suaminya atau wali (bagi yang masih belum punya suami).
Sayyid
Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya mengatakan :
وَمِنْهاَ (اَيْ مِنَ الْمَوَاضِعِ الَّتِيْ يَجُوْزُ الْخُرُوْجُ لِأَجْلِهَا)
اِذَا خَرَجَتْ لِاكْتِسَابِ نَفَقَةٍ
Dan diantara hal-hal yang memperbolehkan
wanita bekerja di luar rumah adalah jika keluarnya itu untuk mencari nafkah. ( Kitab
I’anatut Thalibin, Juz IV, halaman 92)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar