Menurut pendapat yang kuat, memperbarui
nikah itu boleh. Karena di dalam memperbarui nikah terdapat unsur tajammul
(memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang
suami-istri). Dan menurut Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dan jumhur ulama Syafi’iyah tidak
membatalkan nikah yang pertama, asalkan pengantin laki-laki tetap meyakini
bahwa nikah yang pertama tidak rusak, dan juga tidak
termasuk pengakuan talak (tidak wajib membayar mahar).
Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam
kitabnya mengatakan :
أَنَّ
مُجَرَّدَ مُوَافَقَةِ الزَّوْجِ عَلَى صُورَةِ عَقْدٍ ثَانٍ مَثَلًا لَا يَكُوْنُ
اعْتِرَافًا بِانْقِضَاءِ الْعِصْمَةِ الْأُولَى بَلْ وَلَا كِنَايَةَ فِيهِ
وَهُوَ ظَاهِرٌ ...... وَمَا هُنَا فِي مُجَرَّدِ طَلَبٍ مِنْ الزَّوْجِ لِتَحَمُّلٍ أَوْ
احْتِيَاطٍ فَتَأَمَّلْهُ
Sesungguhnya semata-mata persetujuan suami
melakukan bentuk aqad nikah yang kedua (misalnya), bukanlah merupakan pengakuan
habisnya tanggung jawab (pengakuan thalaq) atas nikah yang pertama, dan
juga bukan merupakan kinayah dari pengakuan tadi dan itu jelas ..... beliau
mengatakan, sedangkan apa yang dilakukan suami di sini (dalam memperbaharui
nikah) semata-mata keinginannya untuk memperindah atau berhati-hati. (Kitab Tuhfah Al-Muhtaj bi Syarh Al-Minhaj,
Juz VII, halaman 391)
Keterangan di atas sejalan dengan hadits
nabi saw :
عَنْ سَلَمَةَ قَالَ بَايَعْنَا النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
فَقَالَ لِى يَا سَلَمَةُ أَلاَ تُبَايِعُ.
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ قَدْ بَايَعْتُ فِى الأَوَّلِ. قَالَ وَفِى الثَّانِى
Dari
hadits di atas dapat ditarik pengertian bahwa Salamah yang telah bai'at kepada
Nabi, namun beliau tetap menganjurkan Salamah melakukan bai'at sekali lagi
bersama-sama para sahabat yang lain dengan tujuan menguatkan bai'at Salamah
yang pertama. Karena itu, bai'at Salamah kali kedua ini tentunya tidak membatalkan
bai'atnya yang pertama.
Tajdidun
nikah dapat diqiyaskan kepada tindakan Salamah mengulangi bai'at ini, mengingat
keduanya sama-sama merupakan ikatan janji antara beberapa pihak.
Namun menurut Syaikh Yusuf bin Ibrahim Al-Ardabili
dalam kitabnya, beliau mengatakan wajib membayar mahar karena sebagai pengakuan
jatuhnya talak.
وَلَوْ جَدَّدَ رَجُلٌ نِكَاحَ زَوْجَتِهِ لَزِمَهُ مَهْرٌ
آخَرُ ِلأَنَّهُ إِقْرَارٌ بِالْفُرْقَةِ وَيَنْتَقِضُ بِهِ الطَّلاَقُ وَيَحْتَاجُ
إِلَى التَّحْلِيْلِ فِى الْمَرَّةِ الثَّالِثَةِ
Dan Jika seorang suami memperbaharui nikah kepada
isterinya, maka wajib memberi mahar (mas kawin) karena ia mengakui perceraian,
dan memperbaharui nikah termasuk mengurangi (hitungan) talaq. Kalau dilakukan
sampai tiga kali, maka diperlukan muhallil. (Al-Anwar li A’mal Al-Abrar, Juz II,
halaman 156).
bai'at dalam dalil tsb adalah janji setia untuk taat.. apapun perintah Nabi Wajib diikuti... yang dimaksud hadist tersebut bukan memperbarui nikah... karna bai'at di jaman nabi itu untuk seluruh umat nabi muhammad bahwa umat islam harus janji setia untuk taat segala perintah Allah dan Rosul..
BalasHapus