Ahir-ahir ini sering kita jumpai bantuan dari instansi
pemerintah atau lainnya yang diberikan kepada unit pendidikan, pondok pesantren
atau bidang lainnya, terjadi perbedaan antara jumlah sumbangan yang tertulis
dengan yang diterima.
Sebagai
contoh, ada unit pendidikan yang seharusnya menerima bantuan 150 juta rupiah,
tapi yang diterima hanya 135 juta rupiah, padahal sipenerima tetap menulis dan
menandatangani bantuan sebesar 150 juta rupiah.
Menyikapi
hal tersebut ada beberapa asumsi bagi si penerima, yaitu : Tidak boleh jika masih mungkin untuk mendapatkan
haknya tanpa memanipulasi data nominal yang disumbangkan. Yang kedua boleh jika memang memanipulasi data merupakan
satu-satunya jalan untuk memperoleh haknya, dan bagi yang memberi bantuan
(memerintahkan menulis) hukumnya haram.
Syaikh
Muhammad bin Salim dalam kitabnya mengatakan :
وَمِنْهَا اْلكَذِبُ وَهُوَ عِنْدَ اَهْلِ السُّنَّةِ الاِخْبَارُ
بِالشَّيْئِ فِي خِلاَفِ اْلوَاقِعِ بِخِلاَفِ مَا هُوَ سَوَاءٌ عَلِمَ ذَلِكَ وَ
تَعَمَّدَهُ اَمْ لاَ وَ اَمَّا اْلعِلْمُ وَالتَّعَمَّدُ فَهُوَ شَرْطَانِ مِنَ
اْلاِثْمِ.
Di
antaranya adalah berbohong, menurut Ahlussunnah berbohong adalah mengabarkan
sesuatu tidak sesuai dengan kenyataannya. Berbeda dengan mengabarkan sesuatu
yang sesuai dengan kenyataannya ini tidak dinamakan berbohong, baik dia
mengerti dan disengaja maupun tidak, dan kalau mengerti dan disengaja maka ini
adalah prasarat dari dosa. (Kiyab Is’adur Rofiq, Juz II, halaman 77)
Syaikh
Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’Alawi dalam kitabnya mengatakan :
وَمِنْهَا كِتَابَةُ مَا يَحْرُمُ عَنِ النُّطْقِ بِهِ قَالَ اْلبِدَايَة
لاَنَّ اْلقَلَمَ اَحَدُ اللِّسَانِ اَيْ مُنْغِيْبَة وَغَيْرِهَا فَلاَ يُكْتَبُ
بِهِ مَا يَحْرُمُ النُّطْقُ مِنْ جَمِيْعِ مَا مَرَّ
Di antara dosa yang
lain adalah menulis sesuatu yang haram diucapkan. Pengarang kitab Al-Bidayah
berkata: karena pena itu salah satu media lisan, jadi sudah dianggap cukup, dan
lain sebagainya. Jadi setiap sesuatu yang haram diucapkan haram pula ditulis.
(Kitab Sulamut taufiq)
Imam
Al-Ghazali dalam kitabnya mengatakan :
فَكُلُّ مَقْصُوْدٍ مَحْمُوْدٍ يُمْكِنُ التَّوَصُّلُ اِلَيْهِ بِالصِّدْقِ
وَاْلكَذِبِ جَمِيْعًا فَالكَذِبُ فِيْهِ حَرَامٌ وَاِنْ اَمْكَنَ التَّوَصُّلُ
اِلَيْهِ بِاْلكَذِبِ دُوْنَ الصِّدْقِ فَالْكَذِبُ فِيْهِ مُبَاحٌ اِنْ كَانَ
تَحْصِيْلُ ذَلِكَ القَصْد مُبَاحًا
Setiap
maksud yang terpuji yang bisa dicapai dengan jalan benar dan bohong sekaligus,
maka berbohong hukumnya haram. Tetapi jika bisa tercapai lewat berbohong dan
tidak tercapai lewat kejujuran, maka berbohong diperbolehkan jika untuk
mencapainya diperbolehkan. (Kitab ihya' ulumuddin Juz,IV, halaman 230)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar