Adzan
pertama kali untuk jenazah setelah diletakkan di liang lahat dilakukan pada
abad ke 11 hijriyah, berdasarkan ijtihad seorang ulama ahli hadits di Syam
Syiria
Muhammad
Amin bin Fadhlullah Al-Muhibbi dalam kitabnya menegaskan :
محمد بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين الحموي الأصل
الدمشقي المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر علمائها الحافظ المتقن
Muhammad bin Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi
gelar Syamsuddin Al-Hamawi, asalnya dari Ad-Dimasyqi, kelahiran Al-Midani,
Asy-Syafii, seorang yang alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama,
Al-hafidz yang kokoh. (Kitab Khulashah Al-Atsar fi A'yan Al-Qarn Al-Chadi
'Asyar, Juz III, halaman 31)
وكانت وفته بالقولنج في وقت الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة
ثلاث وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند قبر والده
ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق من افادته
إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض المتأخرين ورده ابن
حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره
Beliau wafat di Qoulanj saat waktu dhuha, pada hari Senin 13
Dzulhijjah 1033. Dishalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di pemakaman ‘pintu
kecil’ di dekat makam orang tuanya. Ketika janazahnya diturunkan ke kubur, para
muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama beberapa tahun di Damaskus,
yang disampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Yusuf) kepada
mereka bahwa adzan ketika mengebumikan jenazah adalah sunnah. Ini adalah
pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian ulama generasi akhir. Pendapat ini
ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab Al-Ubab dan lainnya. Maka mereka melakukan
adzan di kuburnya. (Kitab Khulashah Al-Atsar fi A'yan Al-Qarn Al-Chadi 'Asyar,
Juz III, halaman 31)
Dalam
pandangan ulama Syafiiyah, adzan dan iqamah tidak hanya diperuntukkan sebagai
penanda masuknya shalat, baik berdasarkan hadits maupun mengimplementasikan
makna hadits. Oleh karenanya ada sebagian ulama yang memperbolehkan adzan saat
mengebumikan jenazah, dan sebagian yang lain tidak menganjurkannya.
Syaikh
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya menegaskan :
قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ
الْمَوْلُوْدِ ، وَالْمَهْمُوْمِ ، وَالْمَصْرُوْعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ
خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ أَوْ بَهِيْمَةٍ ، وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ
الْحَرِيْقِ، قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى
أَوَّلِ خُرُوْجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ
تَغَوُّلِ الْغِيْلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيْحٍ فِيْهِ ،
وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ
Terkadang adzan disunnahkan untuk selain stalat, seperti adzan di
telinga anak yang lahir, orang yang kesusahan, orang yang pingsan, orang yang
marah, orang yang buruk etikanya baik manusia maupun hewan, saat pasukan
berperang, ketika kebakaran, dikatakan juga ketika menurunkan jenazah ke
kuburnya, dikiaskan terhadap saat pertama datang ke dunia. Namun saya
membantahnya di dalam kitab Syarah Al-Ubab. Juga disunnahkan saat kerasukan
jin, berdasarkan hadits sahih, begitu pula adzan dan iqamah saat melakukan
perjalanan” (Kitab Tuhfah Al-Muhtaj fi
Syarh Al-Minhaj, Juz V, halaman 54)
Syaikh
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya menegaskan :
(
وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا حُكْمُ الْأَذَانِ
وَالْإِقَامَةِ عِنْدَ سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ ؟
( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ
عِنْدَ نُزُوْلِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُوْدِ إِلْحَاقًا
لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ
الْأَمْرَيْنِ وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي الِابْتِدَاءِ وَهَذَا فِي اْلِانْتِهَاءِ
لَا يَقْتَضِي لُحُوْقَهُ بِهِ
Ibnu Hajar ditanya : Apa hukum adzan dan iqamat saat menutup pintu
liang lahat? Ibnu Hajar menjawab : Ini adalah bid’ah. Barang siapa yang mengira
bahwa adzan tersebut sunnah ketika turun ke kubur, dengan diqiyaskan pada anak
yang lahir, dengan persamaan akhir hidup dengan permulaan hidup, maka tidak
benar. Dan dari segi apa persamaan keduanya? Kalau hanya antara permulaan dan
akhir hidup tidak dapat disamakan. (KItab Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, Juz
III, halaman 166)
Perlu
dipahami, bahwa yang dimaksud bid’ah disini tentu bukan bid’ah yang sesat,
sebab Ibnu Hajar ketika menyebut bid’ah pada umumnya (bid'ah sesat) menyebut
dengan kalimat “Al-Madzmumah”, atau “Al-Munkarah” dan lainnya dalam kitab yang
sama. Beliau hanya sekedar menyebut bid’ah karena di masa Rasulullah saw memang
tidak diamalkan
Diantara
kalangan madzhab Syafiiyah sendiri masalah ini merupakan masalah yang
diperselisihkan, ada yang tidak menganjurkan (namun tidak melarang) dan ada
pula yang menganjurkan, sebagaimana yang diamalkan oleh sebagian umat Islam di
Indonesia.
Sayyid
Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya menegaskan :
واعلم أنه لا يسن الاذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا
لخروجه من الدنيا على دخوله فيها. قال ابن حجر: ورددته في شرح العباب، لكن إذا
وافق إنزاله القبر أذان خفف عنه في السؤال
Ketahuilah bahwa tidak disunahkan adzan ketika masuk dalam kuburan,
berbeda dengan ulama yang menganjurkannya, dengan dikiyaskan keluarnya dari
dunia terhadap masuknya ke alam dunia (dilahirkan). Ibnu Hajar berkata : Tapi
saya menolaknya dalam Syarah Al-Ubab, namun jika menurunkan jenazah ke kubur
bertepatan dengan adzan, maka diringankan pertanyaan malaikat kepadanya. (KItab
I'anatuth Thalibin, Juz I, halaman 268)
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa ulama berbeda
pendapat tentang hukum adzan dan iqamah ketika menguburkan jenazah. Ada yang mengatakan sunnah
dan ada yang tidak. Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan mereka dalam
memahami hadis Nabi. Ulama yang mengatakan tidak sunnah beragumentasi dengan
tidak adanya dalil spesifik dan pasti terkait permasalahan ini. Sementara ulama
yang membolehkannya menganalogikan kasus ini dengan kesunnahan mengadzankan
anak yang baru lahir.
perbedaannya bukan berarti LARANGAN untuk mengumandangkan adzan diluar waktu
shalat. Artinya adzan bisa dilakukan pada waktu diluar waktu shalat, termasuk
untuk jenazah di liang lahat saat pemakaman.
Kendati tidak ada dalil spesifik, namun perlu diingat bahwa
adzan dan iqamah termasuk bagian dari dzikir. Sebagaimana diketahui, dzikir
disunnahkan melafalkannya kapan pun dan di mana pun kecuali di tempat-tempat
yang dilarang, seperti saat buang hajat. Oleh sebab itu, adzan dan iqamah yang
dilakukan untuk jenazah ketika di liang lahat tidak dilarang karena bagian dari
dzikir, dan hikmahnya adalah seperti disebutkan di atas, yaitu diringankan pertanyaan malaikat kepadanya.
BACA JUGA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar