Imam
sebelum memulai shalat berjamaah dianjurkan menata barisan / shaf para jamaah
dengan bacaan :
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوُّوْا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ
الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ.
Dari
Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Luruskan shaf kalian,
karena sesungguhnya meluruskan shaf itu termasuk dari kesempurnaan shalat. (H.
R.Muslim no. 1003)
Atau
dengan bacaan :
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَوُّوْا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ
تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ
Dari
Anas dari Nabi saw bersabda : Luruskan shaf kalian, karena sesungguhnya
meluruskan shaf itu termasuk dari menegakkan shalat. (H. R. Bukhari no. 713)
Meski
dalam praktiknya, imam senantiasa menyeru para makmum dengan Hadis Nabi di atas
untuk mengingatkan agar para makmunya meluruskan barisan shalatnya. Tapi terkadang
kita tidak menyadari apa konsekuensi hukumnya bagi makmum yang dalam shalat
jamaahnya tidak meluruskan barisannya, seperti makmum yang justru memisahkan
diri dari barisan jamaah padahal shaf ini masih longgar maka ia dihukumi makruh
Syaikh
Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menyebutkan :
(وَكُرِهَ) لِمَأْمُوْمٍ
(اِنْفِرَادٌ) عَنِ الصَّفِّ الَّذِيْ مِنْ جِنْسِهِ إِنْ وَجَدَ فِيْهِ سَعَةً، بَلْ
يَدْخُلُهُ.
Dihukumi
makruh bagi makmum yang shalat berjamaah (berdirinya) menyendiri terpisah dari
barisan shalat jamaah yang sejenis jika dalam shaf itu masih ada ruang yang
tersisa, ia supaya masuk ke dalam barisan itu (Kitab Fathul Mu'in, Juz II,
halaman 30)
Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya menjelaskan :
وَيَكْرُهُ لِلْمَأْمُوْمٍ
وَقُوْفُهُ مُنْفَرِدًا عَنِ الصَّفِّ إِذَا وَجَدَ فِيْهِ سَعَةً
Dimakruhkan
bagi makmum berdiri sendirian dalam barisan, bila dalam shaf itu masih ada
ruang yang tersisa. (Kitab Al-Minhaj Al-Qawim
Syarah Muqaddimah Hadhramiyah Juz I, halaman 177).
Dan
dihukumi mahruh juga bila sfah depannya belum penuh tapi membuat shaf lagi di
belakangnya
Sayyid Al-Bakri
Ad-Dimyathi dalam kitabnya menjelaskan :
يُكْرَهُ
إِنْشَاءُ صَفٍّ مِنْ قَبْلِ إِتْمَامِ مَا قَبْلَهُ، وَصَرَّحُوْا بِأَنَّ كُلَّ
مَكْرُوْهٍ مِنَ حَيْثُ الْجَمَاعَةِ يَكُوْنُ مُبْطِلًا لِفَضِيْلَتِهَا، أَيِ
الَّتِيْ هِيَ سَبْعٌ وَعِشْرُوْنَ دَرَجَةً.
Makruh hukumnya
membuat shaf baru sebelum sempurna (lengkap) shaf sebelumnya. Dan para ulama
juga telah menjelaskan bahwasanya mengerjakan yang hukumnya makruh dalam shalat
jamaah, maka perbuatan itu akan menggugurkan fadhila berjamaah yang banyaknya
dua puluh tujuh derajat. (Kitab I'anatuththalibin, Juz II, halaman 25)
Dari fatwa dan
penjelasan para ulama tersebut di atas dapat kita simpulkan sebagai berikut : Jika
seorang yang shalat pada satu barisan (shaf) itu berdiri sendiri (tidak
nyambung dengan jamaah disebelahnya), atau jika seorang shalat pada shaf kedua
atau ketiga, padahal shaf yang pertama masih kosong, dia itu dipandang berbuat
hal yang makruh dalam shalat. Karena itu, walaupun shalatnya tetap sah, namun
ia tidak memperoleh pahala berjamaah.