Allah swt telah mengisahkan
tentang pengambilan berkah Bani Israil
terhadap Tabut (peti) yang didalamnya tersimpan barang-barang sakral milik
kekasih Allah, Nabi Musa as. Allah swt berfirman:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوْتُ فِيْهِ سَكِيْنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسٰى وَآلُ هَارُوْنَ تَحْمِلُهُ الْمَلآئِكَةُ إِنَّ فِي ذٰلِكَ لَآيَةً لَّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Dan Nabi
mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut
kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari
peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun;
tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu
orang yang beriman. (Q.S. 2 Al Baqarah 248)
Syekh Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya Mafahim Yajib An Tushahhah halaman
253, menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut :
وَخُلاَصَةُ الْقِصَّةِ أَنَّ هٰذَا التَّابُوْتَ كَانَ عِنْدَ بَنِيْ
إِسْرَائِيْلَ وَكَانُوْ يَسْتَنْصِرُوْنَ بِهِ يَتَوَسَّلُوْنَ إِلَى اللهِ تَعَالٰى بِمَا فِيْهِ مِنْ آثَارٍ. وَ هٰذَا هُوَ التَّبَرُّكُ بِعَيْنِهِ
الَّذِى نُرِيْدُهُ وَنَقْصِدُهُ. وَهٰذهِ الْبَقِيَّةُ
مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسَى وهَارُوْنَ هِيَ عَصًا وَمُوْسٰى وَشَيْءٌ مِنْ ثِيَابِهِ
وَثِيَابِ هَارُوْنَ وَنَعْلاَهُ وَأَلْوَاحٌ مِنَ التَّوْرَاةِ وَطَسْتٌ كَمَا ذَكَرَهُ
الْمُفَسِّرُوْنَ وَالْمُؤَرِّخُوْنَ كَابْنِ كَثِيْرٍ وَالْقُرْطُوْبِى وَالسُّيُوْطِى
وَالطَّبَارِيْ فَارْجَعْ إِلَيْهِمْ. وَهُوَ يَدُلُّ عَلىٰ مَعَانٍ كَثِيْرَةٍ. مِنْهَا
التَّوَسُّلُ بِآثَارِ الصَّالِحِيْنَ وَمِنْهَا الْمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا وَمِنْهَا
التَّبَرُّكُ بِهَا. (مفاهيم يجب أن تصحح 253)
“Kesimpulan
cerita dari ayat itu adalah bahwa peti itu adalah milik kaum Bani Isra’il.
Mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui peti itu. Mereka juga melakukan
tawassul kepada Allah swt, karena memang itu mempunyai pengaruh pada mereka.
Inilah hakikat mengharap berkah (tabarruk) seperti yang kami maksud. Dan maksud
dari sisi peninggalan keluarga Nabi Musa as, dan Nabi Harun as, adalah tongkat,
sebagian dari baju Nabi Musa as, baju Nabi Harun as, dua sandalnya, papan kitab
Taurat dan bak cuci tangan, sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli tafsir
dan ahli sejarah, seperti Ibn Katsir, Al-Qurthubi, Al-Suyuthi, Al-Thabari, maka silahkan merujuk kepada mereka.
Peristiwa ini mempunyai banyak makna. Di antaranya adalah kebolehan
melakukan tawassul dengan atsar orang-orang shaleh, keharusan melestarikan
peninggalan mereka dan kebolehan tabarruk (mengharap berkah) mereka”. (Mafahim Yajib An Tushahhah halaman 253).
Ibnu Katsir dalam tarikhnya
mengatakan : Berkenaan dengan tabut (peti) itu, Ibnu Jarir berkata: “Kaum
Thalut, jika membunuh seorang musuh, pada mereka terdapat tabut Al-Mitsaq (peti perjanjian) yang ada pada
Qubbat Al-Zaman (kubah zaman). Sebagaimana telah disebutkan, mereka ditolong dan mendapatkan kemenangan dalam
peperangan berkah peti itu dan dengan berkah apa yang dibuatkan Allah di
dalamnya, berupa sakinah (ketenangan) serta sisa-sisa peninggalan keluarga Nabi
Musa as, dan keluarga Nabi Harun as, (Tetapi) ketika kaum Thalut itu kalah
dalam sebagian peperangannya dengan Ghazza (sebuah kota di Palestina) dan
‘Askalan, pada gilirannya tabut itu diambil dari tangan mereka”.
Ibn
Katsir selanjutnya mengatakan bahwa mereka selalu menang atas musuh-musuhnya
dengan berkah tabut (peti) itu. Dalam peti itu terdapat baskom dari emas tempat mencuci dada (shudur) para Nabi
as, (Al-Bidayah wa Al-Nihayah juz 2 halaman 8)
Ibn Katsir dalam tafsirnya
mengatakan: Pada peti itu terdapat tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dua batu tulis dari
Taurat, dan pakaian Nabi Harun. Di antara mereka pun ada yang mengatakan, (pada
tabut itu terdapat) tongkat dan dua sandal. (Tafsir Ibn Katsir juz 1
halaman 313).
Imam Al-Qurthubi mengatakan
dalam tafsirnya: Berkenaan dengan tabut itu disebutkan bahwa tabut itu diturunkan oleh Allah swt kepada
Nabi Adam as. Tabut itu ada pada beliau sampai akhirnya berpindah kepada Nabi
Ya’qub as. Akhirnya tabut itu menjadi milik Bani Isra’il, mereka menggunakan
berkahnya untuk mengalahkan musuh-musuh yang memeranginya. Ketika mereka
durhaka, mereka dikalahkan oleh Al-‘Amaliqah (kaum amalqah), merekapun
merebutnya dari Bani Isra’il.
(Tafsir Al-Qurthubi juz 3 halaman 247).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar