Sudah menjadi
kebiasaan di masyarakat, jika ada keluarga yang meninggal dunia, mereka
berkumpul di rumah duka untuk mendo’akan orang yang meninggal dunia tersebut.
Kegiatan ini lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah tahlilan.
Pada hakikatnya majelis tahlil atau
tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir
dan berdo’a atau bermunajat bersama. Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk
berdo’a atau bermunajat kepada Allah swt, dengan cara membaca kalimat-kalimat
thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul Husna, Al-Qur’an,
shalawat dan lain-lain.
Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil
sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun
hakikatnya sama.
Syeikh Al-Syaukani mengatakan dalam Al-Rasaa-il
Al-Salafiyyah : “Para sahabat
juga mengadakan perkumpulan di rumah-rumah mereka atau masjid, melagukan syair,
mendiskusikan hadits, kemudian mereka makan dan minum padahal di tengah mereka
ada Nabi saw. Maka siapa saja yang mengharamkan perkumpulan yang di dalamnya
tidak terdapat kemaksiatan, maka sungguh ia telah salah. Karena sesungguhnya
bid’ah itu adalah sesuatu yang dibuat-buat dalam masalah agama, sedangkan
perkumpulan semacam ini tidak tergolong bid,ah”.
Kesimpulan Syeikh Al-Syaukani ini memang didukung oleh banyak
hadits, di antaranya adalah :
عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ
اَلْخُدْرِى قاَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَيَقْعُدُ
قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ اِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلآئِكَةِ وَغَشِيَتْهُمُ
الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَه۫. رواه مسلم
“Dari
Abi Sa’id Al-Khudri, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda: Tidaklah berkumpul
suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, kecuali mereka akan
dikelilingi Malaikat, Dan Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada mereka,
memberikan ketenangan hati dan memujinya di hadapan makhluk yang ada di
sisi-Nya”. (H.R.Muslim)
Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara
tahlilan atau dzikir dan berdo’a bersama yang berkaitan dengan acara kematian
untuk mendo’akan dan memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal
dunia? Dan apakah hal itu bermanfa’at atau ter-sampaikan bagi si mayat ?
Dalam kitab Al-Adzkar Imam Nawawi berkata
: “Para ulama bersepakat do’a bagi orang
mati itu bermanfa’at bagi mereka dan pahalanya akan sampai kepada mereka (si
mayat). Mereka berdalil dengan firman Allah” :
وَالَّذِيْنَ جَاؤُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ
Dan orang-orang yang
datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdo’a: "Ya Tuhan
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih
dahulu dari kami, …. (Q.S. 59 Al
Hasyr 10)
Menghadiahkan Fatihah, atau Yasin, atau
dzikir, tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua
sampai kepada mayat, dengan Nash yang Jelas. Pendek kata setiap orang bisa
mendapat pahala ibadah orang lain, kalau pahala itu dihadiahkan oleh orang lain
itu kepadanya, atau dengan kata lain : orang lain bisa mendapat pahala dari amal
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar