Dalil kesatu
عَنْ مِعْقَلِ ابْنِ يَسَارٍ قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِقْرَءُوْا يٰس عَلىٰ
مَوْتَاكُمْ. رواه ابو داود
:Dari
Mi’qal bin Yasar, Nabi Muhammad saw bersabda : Bacakanlah Yasin untuk orang yang mati diantara kamu”. (H.R. Abu Dawud).
Dalam
hadits ini dinyatakan bahwa orang yang telah mati baik sekali dibacakan surat Yasin, yang faedah
(pahala) membacanya itu dihadiahkan kepada orang yang telah mati.
Arti
‘mauta’ dalam hadits ini adalah orang yang telah mati dengan bukti bahwa
Imam Abu Dawud memberi judul hadits ini dengan “Babul quraati ‘indal mayyiti”
artinya “Bab membaca ayat di hadapan orang mati”
Di dalam Al-Qur’an perkataan ‘mauta’ itu
artinya orang yang telah mati, sebagai mana tersebut di bawah ini :
إِنَّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتٰى وَلاَ تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعآءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِيْنَ
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang
yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli
mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang”. (Q.S. 27 An Naml 80).
Dalam
bukunya (Fatawa) K.H. Ahmad Dimyathi Badruzzaman, sehubungan dengan
hadits tersebut, ia menukil pendapat seorang ulama besar yang bernama Imam
Muhammad bin Ali Asy-Syaukani dalam kitab Dzakhiratus Tsaminah yaitu :
وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ تِلاَوَةِ يٰس مِنَ الْجَمَاعَةِ
الْحَاضِرِيْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ اَوْ عَلىٰ قَبْرِه۪ وَبَيْنِ تِلاَوَةِ
جَمِيْعِ الْقُرْآنِ اَوْبَعْضِه۪ لِمَيِّتِ فِى مَسْجِدِه۪ اَوْ بَيْتِه۪
“Hadits
ini derajatnya hasan. Tidak ada bedanya antara bacaan Yasin dari jama’ah yang
hadir dekat orang mati atau di atas kuburnya dengan membaca seluruh ayat
Al-Qur’an, atau sebagiannya bagi orang mati di masjid atau rumahnya”.
Dalil kedua
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
أَنَّ امْرَاَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : إِنَّ اُ مَّى نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتّٰى مَاتَتْ اَفَأَحُجَّ عَنْهَا ؟ قَالَ:
نَعَمْ. حُجِّى عَنْهَا, اَرَاَيْتِ لَوْكَانَ عَلىٰ اُمُّكِ دَيْنٌ اَكُنْتِ قَاضِيَتَه۫؟ اُقْضُواللهَ، فَااللهُ
اَحَقُّ بِالْوَفَاءِ. رواه البخارى
“Dari Ibnu Abbas (sahabat
Nabi) ra, beliau berkata : Bahwasanya
seorang wanita dari suku Juhainah datang kepada Nabi Muhammad saw. lalu
bertanya : Bahwasanya ibuku bernadzar akan naik haji, tetapi ia meninggal
sebelum mengerjakan haji itu, apakah boleh saya menggantikan hajinya itu? Jawab
Nabi, ya boleh, naik hajilah menggantikan dia. Perhatikanlah, umpama ia
berhutang tentu engkau bisa membayar hutangnya, maka hutang kepada Allah lebih
berhak untuk dibayar.” (H.R.
Bukhari).
Dalam
hadits ini dapat difahamkan bahwa pahala amal haji yang dikerjakan oleh
seseorang anak boleh diberikannya (dihadiahkannya) kepada ibunya, sehingga
hutang nadzar ibunya menjadi terbayar dan ibunya tidak berdosa lagi terhadap
Allah saw.
Dalil ketiga
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ
رَجُلاً يَقُوْلُ : لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ، قَالَ : مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ : اَخٌ لِى اَوْقَرِيْبٌ لِى، قَالَ: اَحَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ، قَالَ : لاَ،
قَالَ : حُجِّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجِّ عَنْ شُبْرُمَةَ. رواه ابو داود
“Dari
Ibnu Abbas (sahabat Nabi) ra, beliau
berkata, bahwasanya Nabi saw. Mendengar seorang lelaki membaca talbiyah (dalam
ibadah haji) ‘Labbaika an Syubrumah’. Lantas Nabi bertanya kepada orang itu :
siapa Syubrumah itu? Jawabnya : Saudara (karib) saya. Apakah kamu sudah
mengerjakan haji untukmu? Tanya Nabi. Belum jawabnya. Nabi bersabda : Hajilah
dulu untukmu, kemudian baru menghajikan Syubrumah”. (H.R. Abu Dawud)
Hadits
ini menyatakan bahwa ibadah haji seseorang boleh digantikan orang lain, bukan
antara anak dan orang tuanya. Dan hadits inilah yang menjadi dasar bagi orang
Islam yang membiasakan membayar seseorang untuk mengerjakan haji bagi
orang-orang yang telah meninggal.
Dalil keempat
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَ رَكُبًا بِالرُّوْحَاءِ، فَقَالَ :
مَنِ الْقَوْمُ؟ قَالُوْا
: اَلْمُسْلِمُوْنَ. فَقَالُوْا : مَنْ اَنْتَ؟ قَالَ :
رَسُوْلُ اللهِ. فَرَفَعَتِ امْرَاَةٌ اِلَيْهِ صَبِيًّا. فَقَالَتْ : أَلِهَذَا
حِجٌّ؟ قَالَ :
نَعَمْ. وَلَكَ اَجْرٌ. رواه مسلم
“Dari
Ibnu Abbas ra. dari Nabi Muhammad saw. beliau berjumpa dengan sekumpulan orang
di Rauha’ (36 mil dari Madinah), maka Nabi bertanya : Siapakah kaum ini ? Jawab
mereka : Kami kaum Muslimin, Mereka bertanya pula : Siapa tuan ? Nabi menjawab
: Saya Rasulullah. Seorang wanita mengangkat seorang anaknya dan bertanya
kepada Nabi : Apakah anak kecil ini boleh mengerjakan haji ? Jawab Nabi : Ya,
boleh dan kamu mendapat pahalanya.” (
H.R. Muslim ).
Dalil kelima
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا, أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ
صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ. رواه مسلم
“Dari
Ummul Mu’minin Siti ‘Aisyah rdh, beliau berkata: Bahwasanya Nabi bersabda :
Barang siapa meninggal sedang ia berhutang puasa, maka walinya boleh
menggantikan puasanya itu.” ( H.R.
Muslim ).
Imam
Nawawi berkata : “Menurut madzhab kita (madzhab Syafi’i) adalah sunah
hukumnya bagi wali untuk membayar hutang puasa orang yang telah wafat itu.Dan
masih menurut beliau, yang dimaksud wali di sini adalah ashabah (karib
kerabat) atau ahli waris atau lainnya.
Dalil keenam
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ
عَباَّسٍ أَنَّ سَعْدَبْنَ عُبَادَةَ اسْتَفْتىَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ : إِنَّ اُ مِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ لَمْ تَـقْضِه۪، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِقْضِه۪
عَنْهَا. رواه ابو دود
“Dari
Abdillah bin Abbas, bahwasanya Sa’ad bin Ubadah minta fatwa kepada Rasulullah
saw, tentang nadzar ibunya yang belum dibayar, tetapi ibunya telah meninggal,
maka Rasulullah saw, memberi fatwa : bayarlah nadzar itu pengganti dia”. (H.R. Abu Daud)
Dalil ketujuh
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَجُلًا اَتَى النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : اِنَّ اُ مِّى اقْتُلِيَتْ نَفْسُهَا
وَلَمْ تُوْ صِ وَاَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنَّ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ نَعَمْ.
رواه مسلم
“Dari
‘Aisyah bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Nabi saw, dan bertanya :
Sesungguhnya ibu saya meninggal tiba-tiba, saya kira kalau ia dapat bicara
sebelumnya tentu ia akan bersedekah, apakah ia akan dapat pahala kalau saya
bersedekah menggantikannya? Jawab Nabi, Ya”. (H.R. Muslim)
Perlu
diketahui bahwa bacaan tasbih, takbir, tahlil adalah termasuk shadaqah. Hal ini dapat dilihat dalam kitab Hadits
Arba’in An-nawawiyah, hadits yang ke 25 sebagai berikut :
عَنْ
أَبِي
ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ نَاساً مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا
رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ
أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّي،
وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ، وَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ
أَمْوَالِهِمْ قَالَ : أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا يَتَصَدَّقُوْنَ
: إِنَّ لَكُمْ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً
وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٍ
بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً وَنَهْيٍ عَن مُنْكَرٍ صَدَقَةً وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ
صَدَقَةً قَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ
وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا
فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا
وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ . رواه مسلم
“Dari Abu Dzar ra, :
Sesungguhnya sejumlah orang dari sahabat Rasu-lullah saw, berkata kepada
Rasulullah saw : “ Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan
membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa
sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka
(sedang kami tidak dapat melakukannya). (Rasulullah saw,) bersabda : Bukankah
Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah ? : Sesung-guhnya
setiap tasbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid
merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, amar ma’ruf nahi munkar
merupakan sedekah dan setiap kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka bertanya
: Ya Rasulullah masakah dikatakan berpahala seseorang diantara kami yang
menyalurkan syahwatnya ?, beliau bersabda : Bagaimana pendapat kalian
seandainya hal tersebut disalurkan dijalan yang haram, bukankah baginya dosa ?,
demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka
baginya mendapatkan pahala”. (H.R.
Muslim)
Dalil kedelapan
عَنْ حَنَشٍ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّه۫
كَانَ يُضَحِّى بِكَبْشَيْنِ اَحَدُهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَاْلآخَرَ عَنْ نَفْسِه۪، فَقِيْلَ لَه۫، فَقَالَ : اَمَرَنِى بِه۪ يَعْنِى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلاَ اَدَعُه۫ اَبَدًا. رواه الترمذى
“Dari Hanasy, dari Saidina Ali,
bahwasanya beliau berkorban dengan dua ekor kibasy, satunya (pahalanya) untuk Nabi
Muhammad saw, dan lainnya (pahalanya) untuk diri beliau, maka orang bertanya
tentang ini, beliau menjawab: Demikian itu disuruh oleh Nabi saw, kepada saya,
karena itu saya memperbuat selalu dan tidak pernah meninggalkannya”. (H.R. Tirmidzi)
Kelihatan dalam hadits ini bahwa
Nabi Muhammad saw. Menyuruh seseorang berbuat kebaikan dengan berkorban seekor
kambing dan pahalanya diberikan untuk beliau. Perintah Nabi ini dikerjakan
terus oleh Saidina Ali.
Kalau ada orang yang berfatwa bahwa
menghadiahkan pahala itu tidak boleh (tidak sampai) maka ia menentang hadits
ini.
Dalil kesembilan
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَامِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ فَيُصَلِّى عَلَيْهِ
ثَلاَ ثَةُ صُفُوْفٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ اِلاَّ اَوْجَبَ. رواه ابو دود والترمذى
Rasulullah
saw, bersabda: “Tidaklah dari seorang muslim yang meninggal dunia dan
kemudian dishalatkan oleh tiga shaf dari orang muslimin, kecuali ia mendapat
ampunan”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi)
Hadits ini menerangkan bahwa
seseorang yang meninggal kalau jenazahnya dishalatkan oleh 3 shaf, maka si
mayat itu telah berhak mendapatkan ampunan dari Allah.
Shalat 3 shaf itu bukan amal si
mayat, bukan pekerjaannya, tetapi amal orang lain yang masih hidup, tetapi ia
mendapat pahala dan beruntung karenanya. Ini adalah suatu bukti bahwa amal
orang lain (tidak saja dari anak atau keluarganya) bisa didapat pahalanya oleh
orang lain.
Dalil kesepuluh
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَيَّتٍ تُصَلِّى عَلَيْهِ اُمَّةٌ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ يَبْلُغُوْنَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُوْنَ لَهُ اِلاَّ
شَفِعُوْافِيْهِ. رواه مسلم
Rasulullah
saw, bersabda: “Tidaklah dari mayat yang dishalatkan oleh sekumpulan umat
Islam yang jumlahnya mencapai 100 orang yang semuanya berdo’a untuknya, kecuali
do’a (syafa’at) mereka diterima untuknya”. (H.R. Muslim)
Dalil kesebelas
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قاَلَ : صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلىٰ جَنَازَةٍ فَحَفِظْتُ مِنْهُ دُعَائَه۫ وَهُوَ يَقُوْلُ : اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَه۫ وَارْحَمْهُ وَعَافِه۪ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَ كْرِمْ
نُزُلَه۫ وَوَسِّعْ مَدْخَلَه۫ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَـقَّهِ
مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَـقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَاَبْدِلْهُ
دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِه۪ وَاَهْلاً خَيْرًا مِنْ اَهْلِه۪ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ
زَوْ جِه۪ وَاَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَاَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ
النَّارِ. حَتّٰى تَمَنَّيْتُ اَنْ اَكُوْنَ اَنَا ذَلِكَ الْمَيِّتَ. وَفِى رِوَايَةٍ
لِمُسْلِمٍ : وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ الْقَبْرِ. رواه مسلم
“Dari
Auf bin Malik ra, berkata : Rasulullah saw, melasanakan shalat jenazah, maka
aku menghafal do’a-do’a yang dibacanya ketika itu, (yaitu) : Ya Allah,
ampunilah (kesalahan) nya, berilah rahmat kepada-nya, selamatkanlah dia dan ma’afkanlah
dia. (Ya Allah) muliakanlah dan luaskan tempat tinggalnya serta mandikanlah dia
dengan air, salju, dan kesejukan. (Ya Allah) bersihkanlah dia dari segala
kesalahan seba-gaimana Engkau membersihkan pakaian (berwarna) putih dari
kotoran. (Ya Allah) berikanlah kepadanya rumah yang lebih baik dari pada
rumahnya ini, keluarga yang lebih baik dari keluarganya ini, dan jodoh yang
lebih baik dari yang ada ini sebagai gantinya. (Ya Allah) masuk-kanlah ia ke
surga dan jauhkanlah ia dari adzab kubur dan adzab neraka. Sehingga aku
mencita-citakan kalaulah aku yang menjadi mayat itu”. Pada riwayat Muslim dari jalan (isnad) lainnya
disebutkan : “Dan peliharalah ia dari fitnah kubur dan adzab neraka).
(H.R. Muslim).
Dalam hadits ini
Rasulullah saw, mendo’akan kepada orang yang telah meninggal, seandainya do’a
itu tidak sampai kepada orang yang telah meninggal itu, niscaya Rasulullah saw,
tidak akan melakukan yang demikian itu.
Dalil kedua belas
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ:
اِسْتَغْفِرُوْا ِلأَخِيْكُمْ وَسَلُوْالَهُ التَّثْبِيْتَ فَإِنَّهُ اْلآنَ
يُسْأَلُ. رواه ابوداود
“Adalah
Nabi Muhammad saw. ketika telah selesai mengubur mayat, beliau berdiri sebentar
dan berkata kepada sahabat-sahabat beliau : Mintakanlah ampun (kepada Tuhan)
saudaramu ini, dan mohonkanlah agar ia tabah dan tetap, karena ia sekarang
sedang ditanya”. ( H.R. Abu Daud ).
Dari
hadits ini dapat diambil pengertian bahwa do’a dari orang yang hidup bermanfa’at
bagi orang yang telah meninggal. Kalau tidak ada manfa’atnya, kenapa Nabi saw,
menyuruh supaya orang-orang memintakan ampun, mendo’akan dan memohonkan kepada
Allah supaya si mayat tabah dan kuat menghadapi pertanyaan-pertanyaan dalam
kubur. Jadi orang yang telah mati itu masih bisa mendapat pahala atau
pertolongan dari orang-orang yang masih hidup.
Sebenarnya
masih banyak lagi bukti (dalil) bahwa amal saeseorang muslim dapat bermanfa’at
bagi orang muslim lainnya yang telah meninggal dunia. Tetapi beberapa dalil di
atas kiranya cukup bagi mererka yang ingin mendapatkan kebenaran. Semoga kita
dapat mengamalkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar