Membaca Al-Qur’an tentunya pula ada
tata kesopanan (adab) nya, dan diantara adab-adab membaca Al-Qur’an adalah :
1. NIAT IHLAS
Pertama-tama yang diperintahkan
adalah ihlas ketika membacanya hanya karena Allah semata, tidak dijadikan
sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan lain, untuk itu niatnya harus ditata
lebih dahulu, dalam sebuah hadits disebutkan :
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللهِ بْنُ
الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ
الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيُّ
أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُوْلُ سَمِعْتُ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Telah
menceritakan kepada kami Al-Humaidi Abdullah bin Az-Zubair dia berkata, Telah
menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Sa'id Al-Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad
bin Ibrahim At-Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al-Laitsi
berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al-Khaththab diatas mimbar berkata;
saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Semua perbuatan tergantung
niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang
diniatkan." (H.R. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 5036)
2. BERWUDHU
Sebelum membaca Al-Qur’an hendaklah
kita mengambil air wudhu terlebih dahulu, disamping badan menjadi segar wudhu
juga dapat menghapus kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat, disebutkan
dalam hadits :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرِ بْنِ رِبْعِيٍّ
الْقَيْسِيُّ حَدَّثَنَا أَبُوْ هِشَامٍ الْمَخْزُومِيُّ عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ
وَهُوَ ابْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيْمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُنْكَدِرِ عَنْ حُمْرَانَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتّٰى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar bin Rib'i Al-Qaisi telah menceritakan
kepada kami Abu Hisyam Al-Makhzumi dari Abdul Wahid -yaitu Ibnu Ziyad- telah
menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al-Munkadir dari Humran dari Utsman bin Affan dia berkata, "Rasulullah
saw bersabda: "Barangsiapa berwudlu, lalu membaguskan wudlunya, niscaya
kesalahan-kesalahannya keluar dari badannya hingga keluar dari bawah
kuku-kukunya."
(H.R. Muslim 601)
3. BERSIWAK
Seyogyanya apabila seorang mau
membaca Al-Qur’an lebih dahulu membersihkan mulut dengan bersugi (bersiwak)
atau lainnya, suatu kesempatan Nabi pernah bersabda :
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَيِّبُوْا اَفْوَاهَـكُمْ
بِالسِّوَاكِ فَإِ نَّهُ طَرِيْقُ الْقُرْآنِ
“ Nabi saw, bersabda : bersihkan mulut kalian dengan bersiwak, karena
sesungguhnya mulut adalah jalan (membaca) Al-Qur’an”. (Kitab Lubabul Hadits – Syekh
Jalaluddin As-Suyuti).
4. MEMBACA TA’AWWUDZ DAN
BASMALAH
Sebelum membaca Al-Qur’an hendaklah
membaca ta’awwudz terlebih dahulu sebagai perlindungan kepada Allah swt, dalam Al-Qur’an disebutkan :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu minta perlindungan
kepada Allah”. (Q.S.
An-Nahl : 98).
Setelah membaca ta’awwudz disunahkan
membaca basmalah, kecuali pada awal surat Al-Fatihah dan surat At-Taubah, serta
di tengah-tengahnya kedua surat tersebut, keterangan lebih lanjut dapat dibaca
di buku ini bab ta’awwudz dan basmalah.
5. TARTIL
Dalam
kitab مع القران الكريم karangan Syeikh Doktor Sya’ban
Muhammad Isma’il, beliau
mengemukakan :
قَالَ الله تَعَالٰى: وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا ( اَلْمُزَّمِّلْ :4 ) فَإِنَّ
الْمُرَادَ بِالتَّرْتِيْلِ تَجْوِيْدُ الْحَرْفِ وَاِتْقَانُ النُّطْقِ
بِالْكَلِمَاتِ فَقَدْ سُئِلَ عَلِيُّ بْنُ اَبِى طَالِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ التَّرْتِيْلِ فِى هٰذِهِ اْلآ يَةِ فَقَالَ:
اَلتَّرْتِيْلُ تَجْوِيْدُ الْحُرُوْفِ وَمَعْرِفَةُ الْوُقُوْفِ، وَقَوْلُهُ تَعَالٰى: وَرَتِّلْ، اَمْرٌ وَهُوَ هُنَا لِلْوُجُوْبِ
“Allah Ta’ala telah
berfirman : وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا (dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil, surat
Al-Muzammil ayat 4), yang dimaksud dengan tartil itu
ialah mentajwidkan huruf
dan membunyikan kalimat-kalimat Al-Qur’an itu dengan mantap.
Saidina Ali ra, sungguh telah ditanya tentang arti tartil dalam ayat ini,
beliau menjawab : Tartil ini maksudnya mentajwidkan huruf dan mengetahui waqof.
Dan firman allah Ta’ala : Warottil adalah fi’il amar dan dia itu di sini untuk
menunjukkan perintah wajib. (Kitab
Ma’al Qur’anil karim).
6. TADABBUR,
KHUSYU’ DAN KHUDHU’
Seyogyanya seorang pembaca Al-Qur’an hendaklah bersifat
dan berlaku tadabbur (memahami maknanya), khusyu’ (tentang lahir dan batin
dengan konsentrasi yang baik), dan khudhu’ (rendah diri).
7. MENANGIS DAN MEMPERINDAH SUARA / MELAGUKAN
Disunahkan menangis (pada ayat yang seharusnya menangis)
atau berbuat agar menangis bagi yang tidak dapat langsung menangis, karena
menangis itu adalah sifat para ‘arifin, orang tersebut pertanda hamba-hamba
Allah yang shaleh. Dalam Al-Qur’an disebutkan :
وَيَخِرُّوْنَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
(bacaan Al-Qur’an) itu mereka bertambah khusyu’. (Q.S. Al-Isro’ :109).
Disunahkan juga
memperindah suara ketika membaca Al-Qur’an, asalkan jangan sampai keluar dari
batas-batas qiro’ah dengan memanjangkan kelewat batas, misalnya jika membacanya
sampai-sampai menambah huruf atau mengurangi huruf, haram hukumnya. Tersebut
dalam hadits Nabi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ
بْنُ أَحْمَدَ بْنِ بَشِيرِْ بْنِ ذَكْوَانَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيْدُ
بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُوْ رَافِعٍ عَنِ ابْنِ أَبِيْ مُلَيْكَةَ عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ السَّائِبِ قَالَ قَدِمَ عَلَيْنَا سَعْدُ بْنُ أَبِيْ
وَقَّاصٍ وَقَدْ كُفَّ بَصَرُهُ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَنْ أَنْتَ
فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ مَرْحَبًا بِابْنِ أَخِيْ بَلَغَنِيْ أَنَّكَ حَسَنُ
الصَّوْتِ بِالْقُرْآنِ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ هٰذَا الْقُرْآنَ نَزَلَ
بِحُزْنٍ فَإِذَا قَرَأْتُمُوْهُ فَابْكُوْا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكَوْا
وَتَغَنَّوْا بِهِ فَمَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِهِ فَلَيْسَ مِنَّا
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan
Ad-Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim berkata,
telah menceritakan kepada kami Abu Rafi' dari Ibnu Abu Mulaikah dari
'Abdurrahman bin As-Sa`ib ia berkata, "Sa'd bin Abu Waqash datang menemui
kami sementara matanya telah buta, maka aku pun mengucapkan salam kepadanya, ia
berkata, "Siapa kamu?" maka aku pun kabarkan kepadanya (siapa kami).
Ia pun berkata, "Selamat datang wahai anak saudaraku, telah sampai
kepadaku bahwa suaramu bagus ketika membaca Al-Qur`an. Aku mendengar Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya Al-Qur`an turun dengan kesedihan, jika kalian
membacanya maka bacalah dengan menangis, jika kalian tidak bisa menangis maka
berpura-puralah untuk menangis. Dan lagukanlah dalam membaca, barang siapa
tidak melagukannya maka ia bukan dari golongan kami." (H.R. Ibnu Majah
no. 1398)
8. MENJADI HAK AYAT
Apabila ia melewati ayat sajadah, maka ia sujud, demikian
juga apabila ia mendengar ayat sajadah dari orang lain maka ia sujud,
maksudnya adalah sujud
tilawah. Dalam hal
ini Imam Syafi’i mengatakan bahwa sujud tilawah dalam
bacaan Al-Qur’an di luar shalat dapat diganti dengan mambaca :
سُبْحَانَ اللهِ
وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلٰهَ اِلَّا اللهُ
وَاللهُ اَكْبَرُ ×3 لَاحـَوْلَ وَلَا
قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
9. MENGERASKAN /
MENYARINGKAN BACAAN
Ada beberapa hadits yang menjelaskan bahwa menyaringkan
suara ketika membaca Al-Qur’an lebih afdhol (utama) dari pada membaca
berbisik-bisik, dan ada pula hadits yang menerangkan kebalikannya. Lalu para
ulama’ mencari jalan keluar dari dua keterangan yang saling berlawanan ini,
mereka mengatakan bahwa membaca dengan berbisik-bisik lebih utama apabila
dihawatirkan timbul perasaan riya’ dan apabila tidak dihawatirkan demikian maka
menyaringkan suara ketika membaca Al-Qur’an lebih utama.
Keterangan tentang keutamaan
menyaringkan suara ialah bahwa membaca Al-Qur’an merupakan amalan terbesar dan
manfa’atnya bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain yang
mendengarkannya.
Membacanya dengan suara nyaring, dapat membangunkan
hatinya yang lalai, membangkitkan gairah agar menggunakan akal fikiran,
memalingkan pendengarannya hanya kepada Al-Qur’an, menolak perasaan ingin tidur
dan mengembalikan semangat. Dalam sebuah hadits disebutkan :
حَدَّثَنِي بِشْرُ
بْنُ الْحَكَمِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا يَزِيْدُ
وَهُوَ ابْنُ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا أَذِنَ اللهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ
الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ يَجْهَرُ بِهِ
Telah menceritakan kepadaku Bisyr bin Al-Hakam telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepada kami
Yazid ia adalah Ibnul Hadi, dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah bahwa mendengar Rasulullah saw
bersabda: "Allah tidak memberi izin terhadap sesuatu, sebagaimana memberikan izin kepada Nabi-Nya yang
melagukan Al-Qur’an dengan suara keras”. (H.R. Muslim no. 1883)
10. MENGGUNAKAN MUSHAF
AL-QUR’AN
Membaca Al-Qur’an dengan menggunakan mushaf lebih utama
dari pada membacanya di luar kepala (hafalan), tetapi apabila membaca dengan
hafalan itu lebih mantap, tadabbur, tafakkur dan konsentari maka dengan hafalan
lebih utama, apabila sama saja maka menggunakan mushaf lebih utama.
11. IBTIDA’ DAN WAQAF
Disunahkan apabila memulai membaca dipertengahan surat,
ia memulai dari awal kalimat (pembicaraan) yang berkaitan ayat demi ayat.
Demikian pula ketika mewaqafkan (selesai membaca) disunahkan pada ayat yang ada
hubungannya dengan ayat sebelumnya dan pada ayat yang mengahiri suatu babak
persoalan.
Dari keterangan di atas, maka para ulama’ berpendapat
bahwa membaca satu surat secara keseluruhan lebih utama dari pada membaca
sebagian surat walaupun banyak ayatnya sebanding, dikarenakan irtibath (kaitan
ayat sebelum dengan ayat yang dibaca, dan ayat yang sedang dibaca dengan ayat
yang tidak dibaca karena sudah berhenti) oleh kebanyakan orang tidak banyak diketahui.
12. DO’A KETIKA KHATAM
AL-QUR’AN
Disunahkan berdo’a ketika khatam Al-Qur’an, berdo’a
memohon dengan menyebut perkara-perkara penting dan kalimat-kalimat yang luas
maknanya.
Dan masih banyak lagi adab-adab dalam membaca Al-Qur’an
yang lain, dan tentunya tidak dapat dimuat semuanya dibuku yang kecil ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar