Kita mungkin pernah mendengar
lantunan bacaan Al-Qur'an yang agak berbeda dengan apa yang biasa kita baca,
sehingga sebagian besar diantara kita bertanya-tanya.
Keheranan itu sangat wajar karena
perbedaan bacaan di sebagaian ayat-ayat nya
terlihat sangat mencolok, baik dari segi huruf, tanda baca maupun sifat
huruf. Bagi kalangan orang awam, perkara ini boleh jadi akan menimbulkan
kekeliruan yang berimplikasi kepada munculnya keraguan terhadap bacaan yang
selama ini diamalkan.
Perlu kita ketahui bahwa bacaan
Al-Qur'an yang biasa kita baca saat ini adalah bacaan (qiro'ah) menurut imam
'Ashim dari riwayat imam Hafsh. Sebenarnya masih ada lagi qiro'ah-qiro'ah lain
(yang kita kenal sebagai qiro'ah sab'ah), seperti dari riwayat imam Warsh yang
banyak diamalkan di negara-negara Afrika.
Dengan benyak mengenal dan
mengetahui, bahkan mempelajari qiro'ah-qiro'ah lainnya, maka terciptalah pada
diri kita suatu pemikiran yang dapat menerima berbagai amalan dan tradisi yang
berbeda dengan kita. Selain itu kita dapat terbuka terhadap berbagai keyakinan,
agama, bangsa, bahasa, budaya, karena itu semua termasuk sunatullah.
Nama panggilan beliau
adalah Abu Bakar. Ia lahir pada masa Mu'awiyah bin Abu Sofyan. Nama aslinya
adalah Ashim bin Abu An-Najud bin Bahdalah. Kata 'An-Najud' berarti unta yang
hanya duduk pada tempat yang tinggi. Sedangkan kata 'Bahdalah' menurut sebuah
sumber adalah nama ibunya. Para sejarawan menganggapnya termasuk dalam generasi
muda tabi'in.
Ashim berasal dari kabilah Asad, dan tinggal di kuffah. Beliau adalah salah seorang ahli qiro'ah yang menggantikan guru dan syaikhnya Abu Abdurrohman As-Sulami.
Ia membaca Al-Qur'an pada Abdurrohman As-Sulami, Zirr bin Hubaisy Al-Asadi dan lainnya. Ia mempunyai hadits yang terkenal dalam musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Ia mengajari murid-murid yang hadir pada setiap majelis-majelis qiro'ah di setiap tempat. Bahkan, sebagian mereka sangat terkenal seperti gurunya dan popularitasnya menyebar ke penjuru sepanjang masa. Di antara mereka adalah Hafs dan Syu'bah.
Ashim terkenal dengan bacaan Hams dan Madd serta cara pembacaan yang serius. Ia memperkaya ilmunya tentang qiro'ah dari berbagai sumber yang terbukti ketsiqohannya. Ia membaca Al-Qur'an dengan qiro'ah Zaid bin Tsabit, dan juga dengan qiro'ah Abdullah bin Mas'ud. Hal ini dapat ditemukan pada orang-orang yang hidup semasanya. Syamr bin 'Atiyyah mengatakan, "Pada kami ada dua orang yang membacakan Al-Qur'an. Salah seorang dengan qiro'ah Zaid bin Tsabit yaitu Ashim, sedangkan yang lainnya membacakan Al-Qur'an kepada umat manusia dengan qiroat Abdullah bin Mas'ud, yaitu Al-A'masy."
Pernyataan yang kami sebutkan ini menunjukkan betapa kuatnya antar sistem pembelajaran qiro'ah pada masa itu.
Ashim mengatakan tentang dasar-dasar qiro'ahnya, "Tak ada seorang pun yang membacakan Al-Qur'an kepadaku tentang suatu huruf kecuali Abu Abdurrohman As-Sulami. Karena ia membaca pada sahabat Ali bin Abi Tholib, dan saya pulang dari majelisnya lalu memperdengarkan apa yang telah saya baca itu pada Zirr bin Hubaisy. Zirr telah membaca Al-Qur'an pada Ibnu Mas'ud."
Para ulama qiro'ah akan mengetahui dan memastikan bahwa Imam Ashim adalah satu dari ulama qiro'ah yang selalu berusaha meyakini metode qiro'ahnya dan mengambil ilmunya dari sumber yang jernih.
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, terdapat kepercayaan besar para ulama qiro'ah pada sistem pembelajaran qiro'ah Ashim bin Abu An-Najud. Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata, "Saya bertanya kepada ayahku, tentang Ashim bin Bahdalah. Ia menjawab, "Ia adalah seorang yang sholih, terbaik dan tsiqoh." Saya bertanya, "Qiro'ah apakah yang paling engkau sukai?"
Ia menjawab, "Qiro'ah penduduk Madinah. Kalau tidak ada, maka qiro'ah Ashim."
Penyelenggaraan sistem pembelajaran qiro'ah oleh Imam Ashim ini mengimbas pada murid-muridnya. Mereka lulus berkat tanganya, sehingga mereka memenuhi segala penjuru wilayah dengan popularitas dan qiro'ahnya; antara lain: Hafs bin Sulaiman Al-Dauri dan Abu Bakar bin Iyyasy.
Suatu hari Hafs bin Sulaiman duduk menemuinya setelah menyelesaikan qiro'ahnya. Ashim berkata, "Qiro'ah yang saya baca pada Abu Abdurrohman As-Sulami adalah qiro'ah yang saya bacakan untukmu. Dan qiro'ah yang saya bacakan pada Abu Bakat bin Iyyasy adalah qiro'ah yang saya perdengarkan kepada Ziir dari Ibnu Mas'ud."
Ini menunjukkan bahwa jalur qiro'ah
Hafs adalah dari Ashim dari Abu Abdurrohman As-Sulami dari Ali bin Abi Tholib.
Sedang qiro'ah Abu Bakar bin Iyyasy adalah dari Ashim, dari Zirr bin Hubaisy,
dari Abdullah bin Mas'ud.
Apabila
kita membicarakan sistem pembelajaran qiro'ah Ashim bin Abu An-Najud, maka kita
harus mengenal guru-guru dan murid-murid dari Ashim. Di antara gurunya adalah
Abu Abdurrohman As-Sulami. Orang pertama membacakan Al-Qur'an pada penduduk
kuffah yang dikukuhkan oleh Utsman bin Affan. Namanya Abdullah bin Hubaib. Ia
pernah duduk di masjid jami', berjanji untuk mengajar Al-Qur'an pada umat
manusia dan senatiasa membacakan Al-Qur'an untuk mereka selama 40 tahun.
Seperti banyak disebutkan, ia wafat pada masa pemerintahan Bisyr bin Marwan di
Irak, pada masa kekhaliafahan saudaranya Abdul Malik bin Marwan. Usianya saat
itu adalah 73 tahun.
Ia belajar qiro'ah dari Utsman, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas'ud dan Ubayy bin Ka'ab. Abu Abdurrohman As-Sulami mengatakan, "Sering kali Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib membacakan Al-Qur'an padaku. Saya pegang mushaf lalu Ali membaca. Saya membacakan Al-Qur'an pada Al-Hasan dan Al-Husain, hingga mampu membaca Al-Qur'an. Keduanya belajar Al-Qur'an pada Amirul Mukminin Ali. Barang kali ia mendapatkan bacaan satu huruf setelah satu huruf pada saya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar