Ada keterangan yang menyatakan bahwa
belajar ilmu tanpa guru itu, gurunya adalah setan. Penjelasannya adalah, jika
seseorang belajar ilmu tanpa bimbingan dari guru, besar kemungkinan dia
banyak keliru, bahkan tersesat, seolah-olah dia berguru kepada setan yang
kerjanya menggelincirkan dan menyesatkan manusia dari jalan yang benar
Imam Ghazali bernah berkata : “Ketahuilah
olehmu, bahwasanya guru itu adalah pembuka (yang masih tertutup) dan memudahkan
(yang rumit). Mendapatkan ilmu dengan adanya bimbingan guru akan lebih mudah
dan lebih menyenagkan”.
Bahkan Imam Bukhari yang terkenal ahli
hadits itu jumlah gurunya sampai 1.080 orang.
Mungkinkah ilmu tanpa guru. Ternyata ada!
Bahkan ilmu yang paling penting di jagad dunia akherat itu diperoleh tanpa
peran-taraan guru. Dalam bahasa pesantren disebut ilmu laduni. Tentu saja tidak
mudah memperoleh ilmu ini. Namun siapapun bisa mendapatkan nya. Mau tahu, mari
kita simak apa pendapat ulama tentang ini.
Salah satu ilmu yang diperoleh tanpa guru
adalah ilmu taqwa ia yang mampu mengubah seseorang tanpa
guru tetapi langsung dari Allah SWT. Pertanyannya, taqwa yang
bagaimanakah yang akan menghasilkan ilmu tanpa guru. Apakah mungkin
mendapatkan ilmu tanpa guru, ilmu macam apakah yang akan diperleh dan
bagaimanakah upaya mendapatkannya, serta Jalan apakah yang harus ditempuh.
Sederetan per-tanyaan ini Insya Allah akan terjawab dalam uraian di bawah ini.
Taqwa
Melahirkan Ilmu
Ada dua ayat dalam Al Qur’an yang membuktikan bahwa taqwa akan
mendatangkan ilmu dalam hati manusia.
Pertama: Allah ta’ala
telah berfirman dalam Al-Qur’an : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan meng-hapuskan segala
kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar.
(Q.S Al-Anfaal : 29).
Furqon di sini menurut sumber yang tercantum dalam kitab "Marooqi
al 'Ubudiyah" diartikan dengan pemahaman ilmu yang terhujam di dalam
hati bukan di dalam pikiran. Ilmu ini didapat langsung dari sumbernya yaitu
Allah tanpa melalui perantaraan seorang guru.
Kedua: Allah juga berfirman : “Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan
Allah Maha Mengetahui segala se-suatu”. (QS. Al Baqarah:282)
Pada ayat pertama, orang yang bertaqwa
akan dianugerahi fur-qon, semacam pengetahuan yang hadir dalam hati sedangkan
pada ayat kedua lebih tegas Allah menyebutkan ilmu pengetahuan dengan ungkapan “yu’allimu”
atau mengajari. Jadi orang yang bertaqwa hidupnya akan diajari langsung oleh
Allah swt. tanpa perantaraan guru. Sebab taqwa itu tidak ada gurunya sedangkan
ilmu lain ada gurunya. Sebab taqwa itu adanya di hati makanya ungkapan Rasul
tentang taqwa adalah : “Mintalah
fatwa kepada hatimu”
Singkatnya, boleh jadi, orang yang sudah
memperoleh furqon dan yu’allimu nisaya pengetahuan yang dimilikinya bersumber
dari Allah dan pasti benar adanya. Di samping itu hidupnya akan terbimbing
dengan sendirinya. Penuh keberkahan dan kebaha-giaan. Orang-orang sholeh
sungguh-sungguh berusaha mendambakan posisi seperti ini. Dalam hati mereka
dipenuhi oleh sinar ilmu dari Allah swt. Semua memahami bahwa jika hati
seseorang sudah tersinari ilmu Allah niscaya segala tindakannya pun akan
terbimbing dengan sendrinya.
Upaya
Memperoleh Ilmu
Untuk mendapatkan ilmu yang terhujam di
dalam hati tanpa melalui perantaraan guru ini memerlukan syarat yaitu taqwa,
seperti yang tercantum dalam ayat di atas. Namun taqwa yang bagaimana yang
mesti dilakukan oleh kita sehingga mampu mendapatkan ilmu langsung dari Allah
swt. Apakah taqwa yang diartikan seperti meninggalkan larangan dan mengerjakan
perintahnya. Atau taqwa yang bagaimana. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
dapat disimak petunjuk Imam Malik ra dalam kitab yang sama:
مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ اللهُ عِلْمَ مَالَمْ
يَعْلَمْ.
Artinya: “Barang siapa yang mempraktekkan ilmu yang
telah diperolehnya, niscaya Allah akan mewarisi ilmu pengetahuan yang sama
sekali belum pernah diketahuinya.”
Petunjuk imam Malik tersebut cukup jelas
memberi pedoman ringkas bagaimana cara menda-patkan janji Allah bahwa orang
yang bertaqwa akan diberi ilmu pengetahuan. Dan cara untuk mendapatkan tingkat
tersebut cukup sederhana yaitu dengan mengamalkan saja ilmu yang sudah
diperoleh dari guru dimana kita belajar meskipun sedikit namun ilmu itu
dikerjakan terus-menerus dengan sabar tanpa henti. Pada akhirnya dengan
sendirinya akan sampai ke sana.
Syari’ah, Tariqah dan Hakekat
Masih dalam kitab “Marooqi al ‘Ubudiyah” ketika
menjelaskan ungkapan imam Malik ra. tersebut ternyata sarat dengan makna.
Misalnya ungkapan ‘amila’ diartikan dengan ‘thariqah’; ‘alima’
diartikan ‘syariat’ dan ‘waratsa Allah ‘ilma maa lam ya’lam’ diartikan
sebagai hakikat.
Singkatnya, penjelasan dalam kitab
tersebut menunjukan bahwa dengan mempraktekkan ilmu berarti masuk dalam
thariqah dan pada saat yang sama, orang yang tengah mengamalkan ilmu yang
diperoleh dari pengetahuan sehari-hari misalnya dari guru atau sumber lainnya,
maka berarti tengah menjalani kehidupan syariat. Selanjutnya, tingkat akhir,
ketika Allah mewarisi ilmu yang telah dijanjikan bagi yang yang bertaqwa berupa
ilmu yang belum diketahui, berarti orang tersebut sudah masuk dalam suatu
kehidupan puncak yaitu memperoleh hakekat dari Allah SWT, hakikat itu misalnya
ma’rifat dan lain sebagainya yang jelas banyak sekali kelebihan yang terpancar
dalam setiap tindakan dan ucapan orang tersebut.
Ini berarti bahwa antara sya-riat,
tharikat dan hakikat meru-pakan rangkaian kesatuan yang tidak bisa dilepaskan guna
mem-peroleh ilmu dari Allah. Jika hanya sampai kepada syariat tentu masih
kurang, begitu juga jika hanya sampai kepada tariqat berarti perjalanan masih
panjang. Maka untuk mewujudkan ketiganya, jadikan diri kita untuk
terus-menerus bertakwa diiringi dengan mempraktekkan ilmu- ilmu yang pernah
kita dapat.
Jadi ternyata ilmu taqwa, sabar, tawakkal
dan segala macam ilmu hati tidak bisa diajarkan oleh kyai sekalipun. Guru-guru
yang ada justru sebagai pemberi informasi kitalah yang menentukannya. Hanya
kepada Allah jua lah semua ilmu dikembalikan, dan hanya Dia yang bisa
memberikan ilmu yang hakiki.
Muantab... Trimkasih pencerhannya
BalasHapusijin mempelajari dan mengamalkan
BalasHapus