Lalu, apa arti
kita hidup di dunia? Dunia tempat kita mempersiapkan diri untuk akhi-rat.
Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita ting-galkan. Ibarat terminal,
kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah
itu kita
tinggalkan dan melanjutkan
perjalanan lagi. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa dunia itu bukan tujuan.
Mari kita simak ayat ini : Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan jangan-lah kamu melupakan baha-gianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagai-mana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan jangan-lah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguh-nya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. 28 Al
Qashash 77)
Di sini terlihat dengan jelas bahwa yang
harus kita kejar adalah kebahagiaan hidup akhirat. Mengapa? Karena di sanalah
kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya dalam ayat yang
lain Allah berfirman : Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda
gurau dan main-main. Dan sesungguh-nya akhirat itulah yang sebenarnya
kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Q.S. 29 Al 'Ankabuut 64)
Lalu, apa arti kita hidup di dunia? Dunia
tempat kita mem-persiapkan diri untuk akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia
pasti akan kita tinggal-kan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak,
sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjut-kan perjalanan
lagi. Bila demi-kian tabiat dunia, mengapa kita terlalui banyak menyita hidup
kita untuk keperluan dunia? Di akui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita
dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk
persiapan akhirat. Sele-bihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan
yang berputar-putar di sekitar dunia. Coba kita ingat nikmat Allah yang tak
terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh kita. Tapi mengapa kita lalaikan
itu semua. Detakan jantung tidak pernah berhenti. Kedipan mata yang tak
terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita nik-mati. Tapi kita sengaja
atau tidak selalu melupakan hal itu. Kita sering mudah berterima kasih kepada
seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanja
kita dengan nikmat-nikmaNya, kita sering kali memalingkan ingatan. Akibat-nya
kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu menghabiskan waktu
kita. Orang-orang bijak mengatakan, bahwa dunia ini hanyalah keperluan, ibrat
WC dan kamar mandi dalam sebuah rumah, ia dibangun semata sebagai keperluan.
Karenanya siapapun dari penghuni rumah itu akan mendatangi WC atau kamar mandi
jika perlu, setelah itu ditinggalkan. Maka sungguh sangat aneh bila ada seorang
yang diam di WC sepanjang hari, dan menjadikannya seba-gai tujuan utama dari
dibangun-nya rumah itu. Begitu juga sungguh sebenarnya sangat tidak wajar bila
manusia sibuk ngurus dunia sepanjang hari dan menjadikannya sebagai tujuan
hidup. Sementara akhi-rat dikesampingkan. Namun kini kita memang sedang berada
di sebuh zaman yang terbalik. Keperluan dijadiakan tujuan dan tujuan bukan
hanya dijadikan keperluan, bahkan tidak diperlukan lagi. Orang-orang yang sibuk
mengurus akhirat menjadi aneh. Dan orang-orang yang sibuk mengu-rus dunia
dibanggakan. Bahkan berperangpun dengan meng-hanguskan sekian jumlah manusia
untuk kepentingan dunia senantiasa dilakukan. Seakan dunia segala-galanya.
Keterbalikan ini juga terlihat di berbagai segi kehidupan. Laki-laki bergaya
seperti wanita dan wanita bergaya seperti laki-laki. Siang di jadikan malam,
dan malam dijadikan siang. Orang yang jujur dimusuhi, orang yang suka menipu
dipelihara. Dari sini kerancuan definisi terjadi. Termasuk kerancuan definisi
dunia dan akhirat. Kini orang-orang banyak yang tidak bangga jika anaknya rajin
ke masjid, pandai mengaji, dan aktif di majlis taklim. Mereka bangga bila
anaknya sekolah di Amerika, menjadi bankir dan lain sebagainya. Bahkan mere-ka
merasa pesimis terhadap masa depan anaknya jika mereka mondok di sebuah
pesantren atau masuk jurusan agama di universitas tertentu. Akibatnya
berduyun-duyunlah mereka menuju universitas umum, dengan harapan nanti mereka
akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Pada-hal semuanya itu kalau mau
disadari secara mendalam, sungguh sangat tergantung kepada takdir. Ada seorang
ibu dengan nada sedih dan penuh pengharapan bercerita bahwa tiga orang anaknya
telah sar-jana. Satunya sarjana di bidang akuntan, lainnya, di bidang
komunikasi, dan satunya lagi di bidang sosiologi. Tapi sedih-nya, kata ibu itu
melanjutkan ceritanya bahwa sampai
seka-rang ketiga anak tersebut masih bingung mencari perker-jaan. Di sana-sini
ribuan orang ngantri melamar kerja. Begitu panjangnya antrian itu, sampai
berdesak-desakan, sikut-menyi-kut, sogok-menyogok, jilat-men-jilat dan
seterusnya. Sungguh dunia memang perangkap, maka makin banyak manusia yang
tertipu. “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehi-dupan dunia itu hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara ka-mu
serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak,……. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Q.S. 57 Al Hadiid 20)
Ya, sadarilah wahai sauda-raku, bahwa
dunia itu hanyalah keperluan. Mengapa harus menghabiskan waktu sedemi-kian
banyaknya berlebih-le-bihan mengejar keperluan, sampai harus dengan saling
membunuh dan berperang? sedangkan tujuan kita lupakan. Ingatlah bahwa akhirat
adalah tujuan kita yang hakiki. Jalan kita di dunia akan terbuka lempang bila
kita selalu ingat tujuan hakiki kita. Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar