فَصْلٌ 7 : فِى
التَّوَكُّلِ
FASAL VII : TAWAKKAL
ثم لا بد لطالب العلم من التوكل فى طالب العلم ولا يهتم لأمر الرزق ولا يشغل قلبه بذلك. روى أبو حنيفة رحمه الله عن عبد الله بن الحارث الزبيدى صاحب رسل الله صلى الله عليه و سلم: من تفقه فى دين الله كفى همه الله تعالى ورزقه من حيث لا يحتسب.
Pelajar
harus bertawakal dalam menuntut ilmu. Jangan goncang karena masalah rizki, dan
hatinya pun jangan terbawa kesana. Abu Hanifah meriwayatkan dari Abdullah Ibnul
Hasan Az-Zubaidiy sahabat Rasulullah saw : “Barangsiapa mempelajari agama
Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya dan memberinya rizki dari jalan
yang tidak di kira sebelumnya.”
فإن من
اشتغل قلبه بأمر الرزق من القوت والكسوة قل ما يتفرغ لتحصيل مكارم الأخلاق ومعالى
الأمور. قيل:
دع المكارم
لا ترحل لبغيتها واقعد فإنك
انت الطاعم الكاسى
قال رجل
منصور الحلاج : أوصنى, فقال المنصور : هي
نفسك, إن لم تشغلها شغلتك.
Karena
orang yang hatinya telah terpengaruh urusan rizki baik makanan atau pakaian,
maka jarang sekali yang dapat menghapus pengaruh tersebut untuk mencapai budi
luhur dan perkara-perkara yang mulya. Syi’ir menyebutkan :
- Tinggalkan kemulyaan, jangan kau mencari
Ada
seorang lelaki berkata kepada Manshur Al-Hallaj: “Berilah aku wasiat!” iapun
berkata: “Wasiatku adalah hawa nafsumu. Kalau tidak kau tundukkan, engkaulah
yang dikalahkan.”
فينبغى لكل
أحد أن يشغل نفسه بأعمال الخير حتى لا يشغل نفسه بهواها
Bagi
setiap orang, hendaknya membuat kesibukan dirinya dengan berbuat kebaikan, dan
jangan terpengaruh oleh bujukan hawa nafsunya.
ولا يهتم
العاقل لأمر الدنيا لأن الهم والحزن لا يرد المصيبة, ولا ينفع بل يضر بالقلب والعقل, ويخل بأعمال الخير, ويهتم لأمر الآخرة
لأنه ينفع. وأما قوله عليه الصلاة والسلام : إن من الذنوب ذنوبا لا يكفرها
إلا هم المعيشة فالمراد منه قدر هم لا يخل
بأعمال الخير ولا يشغل القلب شغلا يخل بإحضار القلب
فى الصلاة, فإن ذالك القدر من الهم والقصد من أعمال الآخرة.
Bagi
yang mengunakan akal, hendaknya jangan tergelisahkan oleh urusan dunia, karena
merasa gelisah dan sedih di sini tidak akan bisa mengelakan musibah, bergunapun
tidak. Malahan akan membahayakan hati, akal dan badan serta dapat merusakan
perbuatan-perbuatan yang baik. Tapi yang harus diperhatikan adalah
urusan-urusan akhirat, sebab hanya urusan inilah yang akan membawa manfaat. Mengenai
sabda Nabi saw. “Sesungguhnya ada diantara dosa yang tidak akan bisa dilebur
kecuali dengan cara memperhatikan ma’isyah,” maksudnya adalah “perhatian” yang
dalam batas-batas tidak merusak amal kebaikan dan tidak mempengaruhi
konsentrasi dan khusu, sewaktu shalat. Perhatian dan maksud dalam batas-batas
tersebut, adalah termasuk kebagusan sendiri.
ولا بد
لطالب العلم من تقليل العلائق الدنيوية بقدر الوسع فلهذا اختاروا الغربة.
Seorang
pelajar tidak boleh tidak dengan sekuat tenaga yang ada menyedikitkan kesibukan
duniawinya. Dan karena itulah, maka banyak pelajar-pelajar yang lebih suka
belajar di rantau orang.
ولا بد من
تحمل النصب والمشقة فى سفر التعلم, كما قال موسى صلوات الله على نبينا
وعليه فى سفر التعلم ولم ينقل عنه ذلك فى غيره من الأسافر. ليعلم أن سفر العلم لا
يخلو عن التعب، لأن طلب العلم أمر عظيم وهو أفضل من الغزاة عند
أكثر العلماء، والأجر على قدر التعب والنصب
Juga
harus sanggup hidup susah dan sulit di waktu kepergiannya menuntut ilmu.
Sebagaimana Nabi Musa as. Waktu pergi belajar pernah berkata : “Benar-benar
kuhadapi kesulitan dalam kelanaku ini” padahal selain kepergiannya tersebut
tiada pernah ia katakan yang seperti itu. Hendaknya pula menyadari bahwa
perjalanan menuntut itu tidak akan lepas dari kesusahan. Yang demikian itu,
karena belajar adalah salah satu perbuatan yang menurut sebagian besar ulama
lebih mulya dari pada berperang. Besar kecil pahala adalah berbanding seberapa
besar letih dan kesusahan dalam usahanya.
فمن صبر على
ذلك التعب وجد لذة العلم تفوق. ولهذا كان محمد بن
الحسن إذا سهر الليالى وانحلت له المشكلات يقول: أين أبناء الملوك من هذه اللذات؟.
Siapa
bersabar dalam menghadapi segala kesulitan di atas, maka akan mendapat
kelezatan ilmu yang melibihi segala kelezatan yang ada di dunia. Hal ini
terbukti dengan ucapan Muhammad Ibnul Hasan setelah tidak tidur bermalam-malam
lalu terpecahkan segala kesulitan yang dihadapinya, sebagai berikut: “dimanakah
letak kelezatan putra-putra raja, bila dibandingkan dengan kelezatan yang saya
alami kali ini.”
وينبغى ألا
يشتغل بشيئ ولا يعرض عن الفقه. قال محمد بن الحسن رحمه الله:
صناعتنا هذه من المهد إلى اللحد فمن أراد أن يترك علمنا هذا ساعة فليتركه
الساعة
Hendaknya
pula pelajar tidak terlena dengan segala apapun selain ilmu pengetahuan, dan
tidak berpaling dari fiqh. Muhammad berkata: “Sesungguhnya perbuatan seperti
ini, adalah dilakukan sejak masih di buaian hingga masuk liang kubur.
Barangsiapa meninggalkan ilmu kami ini sesaat saja, akan habislah zaman
hidupnya.”
ودخل فقيه،
وهو إبراهيم بن الجراح، على أبى يوسف يعوده فى مرض موته وهو يجود بنفسه،
فقال أبو يوسف: رمي الجمار راكبا أفضل أم راجلا؟ فلم يعرف الجواب،
فأجاب بنفسه
Ada
seorang Ahli Fiqh yaitu Ibrahim Ibnul Jarrah, ia sempat menjenguk Abu Yusuf
yang tengah sakit keras hampir wafat. Lalu atas kemurahan hati Abu Yusuf
sendiri, berkatalah ia kepada Ibrahim: Manakah yang lebih utama, melempar
jumrah dengan berkendaran atau dengan berjalan kaki? Ibrahim pun tidak bisa
menjawab, maka ia jawab sendiri : “Sesungguhnya melempar dengan berjalan kaki
itu lebih disukai oleh orang dahulu.”
وهكذا ينبغى
للفقيه أن يشتغل به فى جميع أوقاته يجد
لذة عظيمة فى ذلك. وقيل: رؤي محمد فى المنام بعد
وفاته فقيل له: كيف كنت فى حال النزع؟ فقال: كنت متأملا فى مسألة
من مسائل المكاتب، فلم أشعر بخروج روحى . وقيل إنه قال فى آخر عمره: شغلتنى
مسائل المكاتب عن الإستعداد لهذا اليوم، وإنما قال ذلك تواضعا.
Demikian
pula, hendaknya sebagai Ahli Fiqh kapan saja selalu fokus dengan fiqhnya.
Dengan cara begitulah ia memperoleh kelezatan yang amat besar. Ada dikatakan,
bahwa Muhammad setelah wafat pernah ditemukan dalam mimpi, lalu kepadanya
diajukan pertanyaan : “bagaimana keadaan tuan waktu nyawa dicabut?” jawabnya:
“Di kala itu saya tengah mengangan-angan masalah budak mukatab, sehingga tak
kurasakan nyawaku telah terlepas. “Ada dikatakan pula bahwa di akhir hayatnya
Muhammad sempat berkata : “Masalah-masalah mukatab menyibukan diriku, hingga
tidak sempat menyiapkan diri dalam menghadapi hari ini. “Beliau mengucap
seperti ini, karena tawadlu'”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar