Ada
ulama yang menjelaskan , bahwa hikmah di balik/yang terkandung di dalam hari
raya di dunia sekaran ini,adalah merupakan penggugah/ mengingatkan kita,
tentang adanya hari raya nanti di akhirat. Maka ketika kita perhatikan tingkah
polah manusia, setengahnya ada yang berangkat dengan jalan kaki, ada yang
berkendaraan, ada yang berpakaian bagus dan ada pula sebaliknya, dan
dari mereka ada pula yang
bermain-main dan tertawa di tengah jalan, dan kemungkinan ada pula yang sedih
menangis, maka semua itu menggugah ingatan kita nanti di hari kiamat dalam
menempuh perjalanan kita masing-masing.
Setiap muslim pada umumnya merindukan
datangnya hari raya terutama hari raya idul fitri, sebab selesai menunaikan
ibadah puasa selama 1 bulan, maka harapannya segala dosa akan diampuni oleh
Allah swt.
Dalam sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud ra.
nabi saw. bersabda : “Ketika umat Islam berpuasa Ramadhan, lalu keluar
menuju (tempat) shalat hari raya, maka Allah berfirman : Hai para malaikat-Ku,
setiap buruh pasti mengharap upah/gajihnya, dan hamba-hamba-Ku yakni
orang-orang yang berpuasa Ramadhan, lalu keluar melaksanakan shalat ‘id, mereka
menuntut upah/pahala mereka, untuk itu saksikanlah bahwa Aku benar-benar telah
mengampuni mereka. Kemudian terdengarlah panggilan : Hai umat Muhammad,
kembalilah ke rumahmu masing-masing. Aku telah menukar segala keburukan-mu
dengan amal bagus. Allah swt. berfirman : Hai hamba-hamba-Ku, kalian telah
berpuasa untuk-Ku, berbuka juga karena-Ku, untuk itu tegak bangunlah, kalian
telah diampuni.”
Dalam
sebuah hadits lain disebutkan : “Pada hari raya fitri, Allah menugasi para
malaikat supaya turun ke bumi, lalu merekapun turun ke setiap negeri/daerah,
seru mereka : Hai umat Muhammad, keluarlah kalian menuju (ampunan) Tuhanmu Yang
Mulai. Dan ketika mereka nampak berangkat ke mushalla/tempat shalat mereka,
Allah swt. berfirman : Kalian saksikan hai para malaikat-Ku, bahwa telah
Ku-jadikan pahala mereka pada puasa mereka menjadi keridhaan dan ampunan-Ku.”
Dalam hari raya itu Iblis dan anak
buahnya berusaha keras menggoda umat manusia supaya berpaling dari Allah, maka
dalam hari raya itu, orang yang sehat otaknya, harus pandai mengekang diri dari
segala macam nafsu sahwat, dan hal-hal yang bersifat larangan. Bahkan harus
senan-tiasa dalam taat yang langgeng.
Dari Wahab bin Munabbih ra. Nabi saw.
bersabda : “Sesung-guhnya iblis terkutuk pada setiap hari raya ia menjerit,
sampai-sampai para anggotanya atau bawahannya datang berhimpun di sisinya,
sahut mereka : Hai tuan kami, siapakah yang membuat tuan marah, kami siap
memporak-porandakannya. Jawab Iblis : Tiada apa-apa, tapi Allah benar-benar
telah mengampuni kepada umat ini, dalam hari raya ini. Untuk itu, kalian harus
memalingkan mereka supaya sibuk dengan segala macam makanan yang lezat-lezat,
dan pelampiasan nafsu sahwat, mi-num arak, hingga Allah memurkai mereka.”
Dalam sebuah cerita, adalah Shaleh bin
Abdullah pada hari raya fitri berangkat ke tempat shalat, dan sekembali dari
melaksanakan shalat ‘id, masuk ke rumah langsung menghimpun
keluarganya/anak-anak dan istri-nya supaya menghampirinya, sedang pada lehernya
dikalungi rantai besi, dan pasirpun ditaburkan pada kepala dan tubuhnya, ia
menangis sekeras-nya. Lalu ia mengingatkan, sahutnya : “Hai, bapak shaleh,
sekarang kan hari raya, hari penuh gembira, kenapa bapak berbuat seperti itu?.”
Jawabnya : “Ya, aku tahu sekarang hari raya, namun aku adalah seorang
hamba yang diperintah oleh Allah, supaya beramal untuk-Nya, dan akupun telah
melakukannya. Tapi di balik itu, aku selalu bertanya diterima atau tidakkah
amalku itu?.”
Anas bin Malik ra. menjelas-kan, bahwa
orang muk-min memiliki 5 hari raya, yaitu :
1. Setiap hari, di mana orang mukmin tidak dicatat berbuat dosa, berarti
itulah hari raya baginya.
2. Hari, di mana ia meninggal dunia
dengan membawa iman, syahadat dan benteng dari godaan setan/ tipu dayanya,
berarti itulah hari raya baginya.
3. Hari, di mana ia melintas shirath,
dan aman dari segala bahaya hari kiamat, aman dari tangan musuh-musuhnya, serta
aman dari malaikat zabaniyah, berarti itulah hari raya baginya.
4.
Hari, di mana ia masuk surga, aman/bebas dari neraka Jahim, berarti
itulah hari raya baginya.
5. Hari, di mana ia menikmati pandangan
kepada Tuhannya, berarti itulah hari raya baginya.
Hendaknya puasa kita supaya dapat
diterima oleh Allah, dan mendapatkan ampunan-Nya se-perti isi hadits di
atas,maka kita bayar zakat fitrah terlebih dahulu.
Dalam sebuah hadits Anas bin Malik
berkata, bahwa nabi saw. bersabda : “Puasa seseorang bergantung/melayang di
udara/ antara langit dan bumi, hingga ditunaikan sedekah/zakat fitrah-nya. Dan
apabila zakat fitrah itu sudah dibayarkan, maka Allah jadikan padanya dua sayap
hijau, lau puasapun terbang dengan kedua sayap hijaunya langsung menuju langit
ketujuh. Kemudian Allah menugasi (malaikat) supaya meletakkan puasa itu dalam
sebuah lampu gantung dari sekian lampu-lampu gantung ‘Arasy, hingga pemiliknya
datang/ menghampirinya.”
Dalam sebuah hadits nabi saw. bersabda : “Siapa
membayar zakat fitrah, maka ia diberi 10 perkara, yaitu :
1.
Tubuhnya suci dari segala dosa
2.
Dibebaskan dari siksa api neraka
3. Jadilah
puasanya diterima oleh Allah swt.
4. Ia
dipastikan masuk surga
5.
Bangkit dari
kubur terasa aman/selamat
6. Segala amal baiknya dalam tahun itu diterima
7. Dipastikan memperoleh sya-faatku kelak di
hari kiamat
8. Melintas di atas shirath layak-nya seperti
kilat menyambar
9.
Mizan/papan timbangan
dime-nangkan dengan amal-amal bagusnya
10. Alah swt. menghapus nama-nya
dari buku catatan golongan yang celaka
Adapun waktu membayar zakat fitrah yaitu
mulai awal puasa Ramadhan sampai sebelun shalat ‘idul fitri, menunjuk hadits
riwayat Usman bin Affan ra. ia lupa tidak membayar zakat fitrah sebelum shalat
‘id, lalu ia membayar kifarat/tebusan dengan memer-dekakan budak. Dan sesudah
itu, iapun segera menghadap nabi saw. sahutnya : Ya, rasul, aku terlupa tidak
membayar zakat fitrah sebelum shalat ‘id, lalu kubayar dengan tebusan
memer-dekakan seorang hamba sahaya. Jawab beliau : Hai Usman, jika engkau
memerdekakan budak sejumlah 100 orang, pasti tidak bakal mencapai pahala
membayar zakat fitrah tepat waktunya, sebelum shalat ‘id.
Bukanlah
disebut hari
raya bagi
orang
yang pakaiannya
baru, tetapi sesungguh
nya hari raya itu
adalah
bagi orang
yang
bertambah ke
taqwaannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar