Suka dipuji dan memuji diri
sendiri adalah sifat tercela yang membuahkan sikap riya’. Sebenarnya yang layak
dan berhak dipuji hanyalah Allah. Inilah maksud dalam surat Al-Fatihah: Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, (Q.S. 1 Al Faatihah 2)
Segala yang kita kagumi dan takjub
semuanya adalah rekaan Allah Yang Maha Bijaksana termasuk diri dan segala
keahlian serta kebolehan yang ada pada diri kita.
Memuji Allah dengan lafaz ‘Alhamdulillah’
mengandung pe-mahaman akan Kebesaran, Ke-agungan, Kesempurnaan Dzat dan
Sifat-Nya. Di samping itu, juga mengandung pengertian rasa syukur, tulus
ikhlas di atas segala nikmat-Nya yang tidak terkira banyaknya.
Memuji Allah adalah satu ibadat dan
Allah sangat suka kepada hamba yang memuji-Nya. Jabir bin Abdullah meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW ber-sabda :
“Zikir yang paling afdal
ialah ‘Lailaha illallah’ dan doa yang paling afdal ialah ‘alham-dulillah’.” (H.R. at-Tirmizi)
Anas bin Malik meriwayatkan,
Rasulullah SAW bersabda :
“Di kala Allah
menganugerahkan satu nikmat kepada seseorang hamba, lantas hamba itu
menerimanya dengan ucapan ‘alhamdulillah’ maka ‘alhamdu-lillah’ yang diucapkan
itu lebih baik daripada nikmat yang diterimanya.” (H.R. Ibnu
Majah)
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah
SAW bersabda :“Apabila seseorang hamba
ber-kata, “Wahai Tuhanku, untuk-Mu saja segala pujian yang selayaknya dengan
Ke-Agungan Wajah-Mu dan Kebesaran kekuasaan-Mu, dua malaikat terpana, tidak
tahu apa yang hendak dicatatkan. Lalu kedua-nya segera menghadap Allah dan
berkata: Wahai Tuhan kami, sesungguhnya seorang hamba-Mu mengungkap satu ucapan
yang kami tidak mengetahui bagaimana menulis pahalanya. Allah bertanya apakah
ungkapan itu sedangkan Dia sudah mengetahuinya. Maka malaikat itu menyebut
ungkapan yang didengarnya. Allah berfirman kepada kedua-nya: Kalian berdua
tulislah apa yang diucapkan oleh hamba-Ku itu. Apabila tiba waktu dia kembali
menemui-Ku nanti Aku akan memberinya ganjaran yang sesuai dengan ucapannya
itu.” (H.R. Ibnu Majah)
Diriwayatkan,
Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki me-muji seorang lelaki lain, lantas
Baginda SAW bersabda :
“Celaka kamu!
Sesungguhnya kamu sudah memotong leher temanmu”
Kemudian Baginda SAW menambah: “Sekiranya seseorang dari kamu tidak
dapat mengelak dari memuji temannya maka hendaklah dia berkata, saya menduganya
demikian, jangan sekali-kali dia menyu-cikan seseorang melebihi Allah.” (H.R.Bukhari dan Muslim)
Muawiyah berkata bahwa Rasulullah SAW jarang
sekali meninggalkan pesan ini di dalam khutbah Jum`atnya:
“Barang siapa yang Allah
kehendaki kebaikan untuknya, diberinya kefahaman yang mendalam mengenai agama.
Sesungguhnya harta itu manis lagi menawan. Siapa yang mengambilnya dengan cara
yang benar, diberkati dia. Waspadalah kamu dari perangai puji memuji.
Sesungguhnya pujian itu adalah sembelihan.” (H.R. Ahmad)
Namun kita perlu membedakan antara memuji (ada
udang di balik batu) dengan memberikan pengakuan dan penghargaan. Memberikan
pengakuan dan penghargaan sangat dianjurkan, dengan tujuan meluaskan
silaturahmi dan mempererat ikatan kasih sayang. Niat itu perlu dijaga
sepanjang waktu.
Kita juga dilarang memuji diri sendiri dan
menyebut kebaikan diri. Firman Allah : … maka janganlah kamu mengatakan
dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
(Q.S. 53 An Najm 32)
Dan juga dalam firman-Nya : “Apakah
kamu tidak mem-perhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya
Allah member-sihkan siapa yang dikehen-daki-Nya dan mereka tidak dianiaya
sedikit pun. (Q.S. 4 An Nisaa' 49)
Menurut al-Hasan dan Qata-dah, ayat ini
mengenai Yahudi dan Nasrani yang mendakwa mereka adalah anak Allah dan
kekasih-Nya. Mereka juga berkata:
Dan mereka (Yahudi
dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali
orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya)
angan-angan mere-ka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu jika ka-mu adalah orang yang be-nar". (Q.S. 2 Al Baqarah 111)
Al-Miqdad bin al-Aswad ber-kata
Rasulullah SAW meme-rintahkan kami supaya menabur pasir ke muka orang yang suka
memuji diri. (H.R. Muslim)
Terkesan dengan pendidikan al-Quran dan Sunnah
Rasu-lullah SAW, Sahabat Umar bin al-Khattab pernah berkata:
“Sesungguhnya
perkara yang paling aku takuti menimpa kamu ialah kagum kepada buah fikiran dan
diri sendiri. Siapa yang mendakwa dia orang yang beriman, maka sebenarnya dia
kafir. Dan siapa yang mengaku dia orang yang berilmu, maka sebenarnya dia
bodohl. Dan siapa yang mengaku dia ahli syurga, maka sebenarnya dia ahli
neraka.”(H.R. Ibnu Murdawaih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar