Kematian (maut atau ajal),
walau pesti terjadinya dan dialami oleh semua makhluk hidup, tetapi tetap
merupakan misteri saat terjadinya dan tidak dapat dipastikan. Dalam Al-Qur'an
di sebutkan :
لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ
Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang
ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan
tidak (pula) mendahulukan (nya).(Q.S. 10 Yunus 49)
Oleh karena itu kemungkinan
dilakukan perekaman detik-detik kematian amatlah mustahil kecuali dalam kasus
pelaksanaan hukuman mati atau dengan melakukan catunasia (mempercepat kematian
secara medis)
Merekam detik-detik kematian jika
untuk kepentingan dokumentasi terkait dengan hukum dan demi kemaslahatan umum
yang dilakukan oleh instansi pemerintah, maka diperbolehkan karena tidak adanya
larangan eksplisit, baik dalam Al-Qur'an maupun hadits. Hal ini didasarkan pada
kaidah ushul fiqih :
اَلْأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ
اْلإِبَاحَةِ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya
diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
Dan
kaidah lainnya :
تَصَرُّفُ اْلإِمَامُ
عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطُ بِالْمَصْلَحَةِ
Tindakan pemimpin terhadap rakyat itu harus
didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan.
Tetapi jika perekaman itu dilakukan
dengan tujuan akan dijadikan konsumsi publik, maka pasti akan memancing
kontroversi dan menuai perdebatan. Secara fiqih formal (Perpektif hukum) memang
sulit dicarikan landasan pelarangannya, karena tidak ada satupun ayat atau
hadits yang secara ekdplisit melarang hal ini. Kalau dirujukkan ke ayat atau
hadits tentang ghibah (menebar kejelekan orang di depan umum), bagaimana kalau
yang bersangkutan sudah menyatakan kerelaannya? Kalau dikaitkan dengan
timbulnya kerusakan atau pun keresahan umum, bagaimana kalau masyarakat justru
menikmatinya sebagai sajian langka? Kalau dihubungkan dengan larangan menebar
ketakutan, bagaimana jika umumnya masyarakat malah menyukainya karena kematian
yang disiarkan tampak tenang dan damai? Dan puluhan pertanyaan lain yang
memungkinkan bahwa penyiaran itu tidak bermasalah apalagi kalau dikaitkan
dengan kaidah fiqih di atas :
اَلْأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ
اْلإِبَاحَةِ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya
diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
Maka justifikasi pelarangannya
secara fiqih formal memang tidak ada. Bahkan jika tujuannya sebagai peringatan
bahwa kematian adalah kepastian, yang banyak diabaikan orang, sehingga dengan
penayangan demikian mereka akan terperingatkan, maka diperbolehkan
Namun secara fiqih moral (perpektif
etika) maka penayangan detik-detik kematian adalah tidak lazim dan tidak layak,
apalagi jika kemuadian tujuan memberi peringatan tersebut tidak tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar