Tidak
sedikit orang-orang masih menilai kebahagiaan keluarga dengan ukuran harta
benda. Bagi mereka keluarga yang ideal adalah keluarga yang dianugerahi materi
yang melim-pah. Sementara keluarga yang senantiasa kekurangan dalam aspek
materi disebut keluarga non ideal. Namun, bila kita melongok kehidupan beberapa
pasangan selebritis, anggapan di atas bahwa ukuran kebahagiaan keluarga adalah materi, pasti seratus
persen salah.
Mengapa begitu? Kita tentu maklum bahwa
kehidupan artis atau selebritis selalu identik dengan kemewahan dan
melim-pahnya materi. Tetapi ternyata kehidupan pasangan selebritis yang glamour
ini tidak terjamin kebahagian dan kelanggengan keluarganya. Hampir tiap hari
kita mendengar pasangan mereka cekcok, keharmonisannya rusak, rumah tangganya
retak, dan hampir semuanya bermuara pada perceraian. Lalu beginikah yang
dinamakan keluarga bahagia?
Kebahagian keluarga memang tidak bisa hanya diukur dengan banyaknya materi. Kebahagiaan itu hendaknya diukur dengan keberkahan, karena keberkahan itulah yang bisa mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan jiwa. Berikut ini sebuah kisah yang sangat menarik:
Kebahagian keluarga memang tidak bisa hanya diukur dengan banyaknya materi. Kebahagiaan itu hendaknya diukur dengan keberkahan, karena keberkahan itulah yang bisa mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan jiwa. Berikut ini sebuah kisah yang sangat menarik:
Jabir bin Abdillah ra mengi-sahkan, “Ketika
kami sedang menggali khandaq, aku melihat Rasulullah mengalami kelaparan yang
amat sangat. Lalu aku pulang menemui istriku. Aku berkata kepadanya, ‘Apakah
kamu mempunyai sesuatu? Sungguh, aku telah melihat pada Rasulullah saw
kelaparan yang sangat.’ Maka istriku mengeluarkan satu jirob (kantong) berisi
gandum, dan kami mempunyai kambing betina yang gemuk. Lalu aku menyem-belihnya,
sementara istriku me-numbuk gandum, dan ia selesai bertepatan denganku. Aku
potong-potong kambing itu dalam pancinya, kemudian pergi menemui Rasulullah
Saw. Istriku berkata, ‘Jangan membuka aib kita di hadapan Rasulullah Saw dan
para sahabatnya.’ Aku membisiki Rasulullah Saw. Aku berkata; ‘Wahai Rasulullah,
kami telah menyembelih kambing kecil kami dan kami telah menumbuk satu sho’
gandum yang kami miliki. Oleh karena ini, silakan engkau datang ke rumah kami
dengan beberapa orang.’ Rasulullah saw berkumandang, ‘Wahai orang-orang
Khandaq, Jabir telah mempersiapkan maka-nan untuk kita, ayo ikut aku.’ Lalu
Rasulullah Saw bersabda; ‘Jangan turunkan pancinya, dan adonannya jangan dibuat
roti dulu sehingga aku datang.’ Lalu aku datang, dan Rasulullah saw juga datang
mendahului orang banyak. Aku menemui istriku. Istriku berkata, ‘Bagaimana kamu
tadi?’ Aku menjawab, ‘Permintaanmu telah kulakukan.’ Lalu istriku mengeluarkan
adonan roti, yang kemudian diludahi dan diberkati Rasulullah Saw. Beliau pun
mendatangi panci kami, lalu meludahi dan memberkatinya, kemudian bersabda,
‘Panggil tukang panggang agar membuat roti bersamaku, dan tuangi dari panci
kalian dan jangan turunkan.’ Semua yang hadir ada seribu. Aku bersumpah dengan
nama Allah, sungguh semuanya telah makan, sehingga mereka meninggal-kannya dan
pergi, dan sungguh, panci kami masih penuh seperti sedia kala, dan adonan kami
masih terus dibikin roti sebagaimana semula.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits panjang yang diceri-takan oleh
Jabir ini sungguh telah menceritakan sebuah keberkahan yang tak ternilai.
Hampir dapat dipastikan, bila kehidupan rumah tangga penuh berkah, niscaya
rumah tangga itu menjadi sakinah dan mawaddah (tentram dan penuh cinta kasih).
Lalu apa kriteria yang membuat sebuah
rumah bisa dikatakan berkah? Apakah karena bangunannya yang elok dan lokasinya
yang strategis? Apakah dapat dijamin keluarga yang tinggal di dalamnya lantas
baha-gia dan sejahtera hidupnya?
Dalam Islam, nilai keberkahan sama sekali
tak ada hubungannya dengan harta. Walaupun harta melimpah ruah, sama sekali tak
menjamin datangnya keberkahan. Padahal keberkahan itulah yang bisa mendatangkan
ketentraman jiwa, kebahagiaan yang sejati. Kisah yang diceritakan Jabir tentang
sedikit makanan yang bisa mencukupi untuk seribu orang, adalah jawaban tentang apa
arti berkah yang sebenarnya.
Rasulullah saw telah ber-sabda, “Hidangan
makanan untuk dua orang itu mencukupi untuk tiga orang dan makanan untuk tiga
orang itu cukup untuk empat orang.” (HR Bukhari)
Inilah prinsip keberkahan. Bukan besarnya
jumlah yang menyebabkan datangnya keber-kahan, tetapi besarnya keman-faatan.
Jadi pengertian barokah atau keberkahan
adalah ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan), artinya ada nilai lebih
dari barang itu sendiri, dengan kata lain barang yang sudah baik atau mempunyai
nilai maka akan bertambah kebaikannya atau bertambah nilainya.
Kisah keberkahan sahabat Jarir memang
sulit bisa ditemukan di jaman sekarang, karena memperoleh keberkahan lang-sung
dari Rasulullah saw. Tetapi pintu keberkahan itu senantiasa terbuka untuk kita,
dengan cara meniatkan apa yang kita miliki, supaya memberikan manfaat
sebanyak-banyaknya untuk orang lain, dan selalu berdo’a minta keberkahan
disegala hal. Seperti contoh dengan do’a “Ya Allah, berilah kjeberkahan pada
rizki kami, kehidupan kami, umur kami, urusan kami” dan lain sebagainya.
Jadi keberkahan itu akan timbul apabila kita semua
mempertebal keimanan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, sehingga
keberkahan akan turun dari langit dan akan keluar dari bumi, hal ini sesuai
denga janji Allah swt. “ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan pebuatan-nya.” (Q.S. Al-A’raaf : 96).
Jika di rumah ada makanan, meski tidak banyak,
berusahalah memberi sedekah kepada sanak famili atau tetangga, maka rezeki itu
akan selalu penuh berkah, Insya-Allah kita akan mendapat rezeki yang tidak
terkira datangnya. Bila ada satu mobil, manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk
kepentingan orang banyak, maka tiba-tiba mobil itu akan memberi keberkahan,
sehingga memberikan manfaat jauh lebih banyak dari yang kita duga. Begitu pula
dengan rumah kita, walaupun sederhana, manakala diniatkan untuk menolong orang
lain dan senantiasa dipergunakan untuk kepentingan umat, maka Insya Allah rumah
itu akan memberikan keberkahan bagi pemiliknya, mendatangkan keba-hagian dengan
cara yang tak terduga-duga.
Bisa jadi ketidakberkahan harta kita
karena masih banyak hak2 orang lain, terutama fakir miskin, yg masih tertahan.
Akibatnya, bisa dipastikan Allah swt. akan memaksa kita mengeluarkan harta kita
untuk hal-hal yg sebenarnya tidak perlu.
Jadi, untuk
mendapatkan harta yg berkah:
1. Dapatkan harta
dengan cara yang halal.
2. Bersihkan harta kita dari hak-hak orang lain. (Zakat, infak, shadaqah)
2. Bersihkan harta kita dari hak-hak orang lain. (Zakat, infak, shadaqah)
Insya Allah jika 2 hal di atas sudah
dipenuhi, harta yg kita dapatkan akan menjadi harta yg berkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar