Islam tentunya
tidak hanya dapat difahami sebagai sebuah kumpulan ritualitas-ritualitas yang
monolitik sebagaimana terangkum dalam 'Rukun Islam' yang lima. Tetapi Islam
sesungguhnya adalah sebuah sistem hidup yang sangat fundamental dan holistik.
Artinya, Islam tidak hanya berbicara mengenai 'ubudiyyah dalam konteks hubungan interpersonal dengan Allah (hablum minaallah) tetapi lebih dari itu
Islam juga mengandung tuntunan hidup secara terperinci.
Manusia yang dititahkan oleh Allah sebagai
khalifah di muka bumi ini dengan diberi potensi akal, pada dasarnya
di(ter)tuntut untuk berlom-ba-lomba mengembangkan potensi diri dan
mengaktualisasikannya seca-ra nyata dalam kehidupan sosial. Oleh sebab itu,
manusia akan dimintakan pertanggunjawaban atas semua usaha yang pernah
dilakukannya kelak dihadapan Sang Khaliq.
Secara naluri dalam fitrahnya, manusia
adalah makhluk yang memiliki couricity
(rasa ingin tahu) yang sangat tinggi. Maka dari itu, semua manusia baik muda
maupun tua, anak kecil maupun orang dewasa berusaha untuk mengetahui segala
sesuatu yang belum diketahuinya. Maka tidak heran jika semua anak kecil tatkala
melihat atau mendengar sesuatu yang asing baginya pasti mereka akan bertanya,
baik kepada orang tua atau orang yang dekat dengannya. Hal demikian karena
secara instingtif anak ingin menge-tahui segala sesuatu yang belum diketahuinya
itu. Tetapi sebelum bertanya, tentunya mereka juga sudah meraba-raba apakah hal
terse-but dan untuk memastikannya mere-ka lalu bertanya kepada orang lain.
Jadi, pada dasarnya memang semua manusia
telah 'membaca' dalam arti luas namun belum terstruktur sebagai upaya untuk
meng-himpun pengetahuan dan mengak-tualisasikannya secara nyata dalam kehidupan
sosial. Lalu, bagaimana konsep Islam dalam mengajarkan kepada seluruh umatnya
untuk 'membaca' dalam kaitan pengem-bangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat
manusia secara umumnya?
Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi
saw. adalah Iqra' atau
'membaca', meskipun Beliau dalam kondisi Ummi
(yang tidak pandai membaca dan menulis). Mengapa Iqra'? secara etimologis Iqra'
diambil dari akar kata qara'a
yang berarti menghimpun, sehingga tidak selalu harus diartikan membaca
sebuah teks yang tertulis dengan aksara tertentu'. Selain bermakna menghimpun,
kata qara'a juga memiliki
sekumpulan makna seperti menyampaikan,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun
tidak. Allah swt. berfirman : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (Q.S. 96
Al 'Alaq : 1- 2)
Kata Iqra'
dalam surah al-'Alaq di atas oleh banyak ahli tafsir diartikan 'bacalah!',
tetapi apa yang harus dibaca? dalam satu riwayat, Nabi saw. setelah mengalami
kepayahan karena dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril a.s.
beliau lantas bertanya: Ma aqra' ya jibril?
namun pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh malaikat Jibril a.s., karena Allah
menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa saja, selama membaca tersebut
dilandasi bismirabbika (atas
nama Allah), dalam arti bermanfaat untuk kemaslahatan sosial. Pengaitan ini
merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan
bacaan dengan ikhlas, tetapi juga antara lain mampu memilih bahan-bahan bacaan
yang tidak menghantarnya kepada hal-hal yang bertentangan dengan 'nama Allah'
itu.
Jika begitu kata Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah
alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri baik yang
tertulis maupun tidak. Alhasil, objek perintah iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau.
Lalu, mengapa setelah kata “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, dilanjutkan dengan Dia
telah menciptakan manu-sia dari segumpal darah.” Dalam konteks ini Allah menegaskan bahwa
Dia-lah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah, lalu apa maknanya?
Manusia diarahkan untuk meneliti, memahami, dan mendalami proses penciptaan
dirinya. Dimana manusia diciptakan oleh Allah dari segumpal darah, sesuatu yang
menjijikkan nan hina, lalu berkembang hingga berbentuk sem-purna dan diberikan
kepadanya ruh. Namun ditegaskan ulang memang manusia memang harus membaca
sebagai kunci utama untuk meng-himpun pengetahuan. Itulah ajaran Allah yang
Maha Agung untuk meninggikan derajat manusia sebagai khalifahnya di muka bumi.
Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak dike-tahuinya. (Q.S. 96 Al 'Alaq: 3-5)
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu
pertama ini, bukan sekedar menunjukkan bahwa kecaka-pan membaca tidak diperoleh
kecuali mengulang-mengulangi bacaan, atau membaca hendaknya dilakukan sampai
mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa
mengulang-ulangi bacaan dengan bismirabbika
(atas nama Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang
dibaca hal itu juga. Mengulang-ulang membaca al-Qur'an tentunya akan
menimbulkan penaf-siran baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa
serta kesejahteraan batin. Berulang-ulang membaca alam raya, membuka tabir rahasianyadan
memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir.
Kenapa Iqra'
pada ayat yang ketiga diulang dan digandengankan dengan warabbukal akram? 'warab-bukal akram' mengandung pengertian
bahwa Dia (Allah) swt. dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji
bagi segala hambanya yang membaca.
Lalu,
pada ayat keempat dilanjutkan dengan kata-kata 'Dia (Allah) swt. Dzat yang mengajari dengan (peran-tara) qalam'.
Objek iqra' yang sedemikian
luas itu, memang seola-ola dapat menyempit apabila hanya dilihat dari
rangkainnya perintah membaca dengan qalam.
Namun harus diingat bahwa sekian pakar tafsir kontemporer memahami kata qalam sebagai segala macam alat
tulis-menulis sampai kepada mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih dan juga
harus diingat bahwa qalam bukan satu-satunya alat atau cara untuk membaca atau
memperoleh penge-tahuan. Hal ini tegas disebutkan dalam ayat selanjutnya bahwa
Allah memiliki kuasa untuk memberikan pengetahuan kepada manusia apa yang tidak
ia ketahui, baik lewat wahyu, ilham, karamah, intuisi dan lain sebaginya.
Dalam tiga ayat di atas, terlihat betapa
al-Qur'an sejak dini telah memadukan usaha dan pertolongan Allah, akal dan
budi, pikir dan zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu menjadikan manusia
seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan pelita di tangan bayi, sedangkan
ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan pencuri. Dan al-Qur'an sebagai sebuah
kitab terpadu, tentunya menghadapi dan memperlakukan peserta didiknya dengan
memper-hatikan keseluruhan unsur manu-siawi, jiwa, akal, dan jasmaninya.
Demikianlah, perintah membaca merupakan
perintah yang paling berharga bagi perkembangan kebuda-yaan dan peradaban umat
manusia. Karena, membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai
derajat kemanusiaannya yang sem-purna, sebagaimanajanji Allah swt. Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Menge-tahui apa yang
kamu kerjakan. (Q.S. 58 Al Mujaadilah 11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar