Sebelum
bepergian tentunya kita harus mempersiapkan diri, misalnya : Kendaraan (bila
kita membawa kendaraan sendiri), makanan (bila kita mau makan makanan sendiri)
dan tidak kalah pentingnya adalah persiapan peralatan shalat.
Jauh
sebelum berangkat, kita rencanakan bersama keluarga kita,
di mana kita akan melaksanakan shalat apabila waktu shalat telah tiba. Misalnya
kita berangkat dari rumah pukul 9 pagi, dan di perkirakan waktu shalat dhuhur
kita masih diperjalanan, maka kita dapat memperhitungkan di mana shalat dhuhur
akan kita laksanakan, kita usahakan shalat di awal waktu dan ikut berjama’ah di
masjid setempat.
Juga masih
mengenai shalat, bila perjalanan kita sudah memenuhi syarat seorang musafir,
maka kita dapat menggunakan rukhshah (keringanan) dari Allah berupa menjama’
dan atau sekaligus mengoshor shalat kita. Jadi intinya persoalan shalat jangan
sampai kita abaikan.
Di samping
persoalan shalat, maka persoalan makan diperjalanan juga harus difikirkan.
Betapa segarnya, membasahi kerongkongan leher dengan segelas air dingin di
siang hari yang sangat panas. Betapa nikmatnya, memenuhi perut dengan sepiring
nasi hangat dan lauk lezat di saat rasa lapar melanda hebat. Wuh, betapa segar
dan nikmatnya.
Kesegaran dan kenikmatan
itu makin terasa lebih, bila kita sedang bepergian. Kesegaran tubuh adalah
syarat mutlak untuk meneruskan perjalanan. Demi kelancaran, tak ada salahnya
bila kita mempersiapkan terlebih dahulu bekal makan dan minuman untuk melepas
lapar dan dahaga di tengah perjalanan nanti. Kalaupun terasa repot, kita tak
perlu khawatir berlebihan, banyak rumah makan dari kelas warteg sampai restoran
tersedia di sepanjang jalan.
Selesaikah
permasalahan? Jawabnya bergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Jika kita
termasuk orang yang “gampangan,” maka jawabnya adalah beres. Saat dahaga atau
lapar menyerang, sementara tak ada bekal yang kita bawa, tentu saja kita akan
mencari warung atau rumah makan yang ada sebagai ajang pelampiasan.
Permasalahan menjadi
berbeda jika kita tergolong orang yang sedikit “wira’i” (berhati-hati). Kasus
lapar dan dahaga di tengah perjalanan bisa menjadi kasus rumit dan sedikit
njlimet, karena rumah-rumah makan yang ada di pinggir jalan dipandang tak
pantas dijadikan persinggahan. Namun sepanjang pemantauan di beberapa wilayah,
di kota-kota besar, Surabaya
misalnya, atau daerah-daerah pedesaan, orang-orang “gampangan” itu lebih mudah
dijumpai dari pada orang “wira’i”.
Selektif
Dalam Memilih
Banyak alasan
yang seharusnya menjadi landasan bagi setiap orang agar berhati-hati dalam
memenuhi hajat perutnya di rumah-rumah makan, baik kelas restoran apalagi
trotoar. Alasan pertama adalah soal kesehatan. Kita harus selektif dalam
memilih warung makan yang akan kita kunjungi. Menyantap hidangan di sembarang
tempat tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan terlebih dahulu adalah tindakan
ceroboh dan sama saja dengan mencari penyakit.
Tingkat
kebersihan yang diterapkan oleh banyak pengelola warung-warung makan, masih belum
memenuhi kelayakan standar kesehatan. Keadaan ini diperparah dengan tabiat
konsumen yang juga tak peduli dengan budaya hidup sehat. Konsumen merasa tak
perlu kehilangan selera makan hanya karena tempat yang kurang representatif.
Biarpun di pinggir jalan yang sempit dan kumuh tak jadi soal, yang penting
harga toleran. Konsumen juga merasa tak perlu jijik melihat gelas minuman dan
piring beirisikan makanan yang mereka pegang adalah bekas dipakai orang banyak
(pembeli lain), yang cara pembersihannya hanya sekedar di celupkan dalam satu
atau dua timba air saja.
Jelas sekali,
penanganan kebersihan di banyak warung-warung makan masihlah sangat memprihatinkan.
Menurut beberapa ahli kesehatan mengatakan, untuk mensterilkan gelas dan piring
yang kotor adalah dengan menggunakan air yang hangat. Terlebih untuk mangkok
atau piring dari plastik, keduanya harus dibersihkan dengan menggunakan cream
pembersih yang mengandung isolite, cream yang berguna untuk membunuh kuman.
Standar
kebersihan yang memprihatinkan dan ketidakpedulian konsumen akan hal itu adalah
pengaruh buruk dan sangat beresiko terhadap munculnya gangguan kesehatan. Gelas
dan piring yang di cuci dengan ala kadarnya sangatlah rentan akan
bakteri-bakteri penebar penyakit.
Makanan dan minuman
yang kotor dapat meyebabkan diare dan gangguan pencernaan. Kondisi ini memang
tidak begitu berbahaya bagi konsumen dengan daya kekebalan tubuh yang tinggi.
Tidak dengan anak kecil atau orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, mereka
sebaiknya jangan coba-coba makan di warung-warung makan yang tidak sehat.
Sedikit
Tetap Haram
Masalah, tidak
hanya timbul dari makanan dan minuman yang kotor saja, bahaya lain yang lebih
besar justru datang dari gelas dan piring yang terlihat bersih, bahkan tempat
makannya pun tergolong kelas rada mewah. Banyak konsumen yang tanpa sadar
terjebak di dalamnya. Adalah alkohol yang menjadi bahaya lebih besar dari
sekedar makanan dan minuman yang kotor. Bila kita tidak teliti saat memilih
rumah makan, alkohol yang jelas-jelas haram itu bisa saja masuk ke dalam perut
tanpa kita sadari. Hal ini di karenakan gelas dan piring kita terkontaminasi
dengan alkohol yang telah di konsumsi oleh pembeli sebelum kita.
Hindarilah
warung-warung makan yang menyediakan minuman beralkohol. Meski menurut kesehatan
jumlah alkohol yang sedikit tidak membahayakan bagi tubuh, namun hukum Islam
mengatakan secara jelas, sedikit atau banyak, khomer (minuman beralkohol)
adalah haram. Masih menurut beberapa ahli kesehatan, untuk mensterilkan
paralatan makan dari alkohol adalah dengan merendam dalam air yang panas. Bila
seseorang terbiasa mengkonsumsi alkohol dari gelas atau piring yang ia pakai di
warung-warung makan, untuk jangka waktu yang panjang di khawatirkan bisa
menimbulkan ketagihan. Pengaruh buruk lain dari alkohol adalah kemampuannya
membunuh kesuburan sperma.
Dari perspektif
fiqh memang di ma’fu (dimaafkan) karena ketidaktahuan akan keberadaan sisa-sisa
alkohol pada gelas atau piring yang dipergunakan. Namun, dalam diskursus
tasawuf tidaklah sesederhana itu, alkohol yang najis itu jelas membuat najis
seluruh piring, gelas, bahkan makanan yang ada di dalamnya. Bila demikian,
tanpa disadari sesorang pembeli telah meng-konsumsi makanan yang terkena najis.
Lebih dalam lagi, makanan dan minuman yang kotor, terlebih najis akan merasuk
ke dalam daging dan darah. Sekali lagi, hati-hati dan lebih selektiflah dalam
mencari tempat-tempat makan. Perhatikan tingkat kebersihan dan kesuciannya.
Warung (rumah makan) yang bersih belum tentu jadi cerminan warung yang suci,
karena di dalamnya terdapat makanan dan minuman yang najis, alkohol misalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar