Sebagian orang
mengukur ke-bahagiaannya dengan sukses di dunia semata, sementara akhiratnya
terbelengkalai. Ada juga yang mengukur kebahagiaan dengan amal-amal akhirat
saja, sedang kehidupan duniawinya tercerai berai. Keduanya tidak sehat. Yang
bagus adalah bila kita bisa menjadikan sukses di dunia sebagai bagian dari
sukses di akhirat. Bahkan itulah sebenarnya pola yang di inginkan oleh Islam.
Bagaimana caranya? Caranya dengan menjadikan semua aktifitas duniawi kita
memiliki nilai-nilai kesuksesan di akhirat. Banyak pekerjaan dan prestasi yang
sepertinya duniawi, tetapi bila dijalankan dengan baik dan benar mulai dari
niatnya hingga tata caranya- akan menjadi prestasi sekaligus tabungan amal di
akhirat. Dengan teori seperti itu, sebenamya kebutuhan kita kepada
prestasi-prestasi duniawi sangat besar, dalam rangka menambah tabungan untuk
akhirat tersebut. Sebab, bila kita hanya ingin memperbanyak amal kebaikan dari
jalur ibadah formal, akan banyak keterbatasan yang kita hadapi. Berapa
banyakkah kita mampu berpuasa sunnah? Berapa ratus raka'atkah kita mampu sholat
sunnah? Bukan berarti memper-banyak ibadah formal tidak kita kejar. Tetapi yang
kita lakukan adalah menambahkah kepada amal ibadah formal tersebut amal duniawi
yang bemilai amal akhirat. Ibarat pepatah, sekali mendayung, dua tiga pulau
terlampaui. Dengan demikian, bila amal ibadah formal kita sedikit, akan menjadi
banyak dengan prestasi duniawi itu. Dan, bila amal ibadah formal kita sudah
banyak, akan semakin banyak dengan tambahan amal dan prestasi duniawi tersebut.
Maka, alangkah benar definisi ibadah "lalah apa yang diridhai Allah, dari
perbuatan lahir dan batin. " Berikut ini adalah beberapa contoh prestasi
dan amal duniawi yang bisa menjadi bagian dari prestasi akhirat:
1.
Mencari
mata pencarian Bagi sebagian orang yang mencari mata pencarian dan penghidupan
(Ma'isyah) mungkin semata-mata hanya pekerjaan duniawi. Artinya, itu hanya soal
mencari makan dan minum. Atau mencari sesuap dua suap nasi, selembar dua lembar
liang, untuk dirinya, maupun keluarganya. Kita tidak boleh membatasi status
pencarian penghidupan itu sebagai karya duniawi. Tetapi sebaliknya, kita harns
menjadikannya sebagai bagian dari tabungan untuk kehidupan akhirat. Dengan
teori seperti itu sebenamya kita mendapatkan dua keuntungan sekaligus: sukses
di dunia, dan insya Allah SWT sukses pula di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Diantara
dosa-dosa, ada dosa yang tidak bisa dihapus oleh shalat, tidak pula oleh puasa,
tidak pula oleh hajj, tetapi bisa dihapus dengan kelelahan mencari mata
pencarian". (HR. Thabrani). Bahkan, nafkah batin yang diberikan kepada
istri sekalipun adalah tabungan untuk hari akhirat.
2.
Mengalami
musibah, seperti sakit dan semisalnya Musibah yang menimpa kita, seperti sakit,
ditinggal mati orang-orang yang kita cintai, dan berbagai masalah hidup yang
tidak enak mernpakan peristiwa yang menghiasi kehidupan dunia kita. Sebagian
orang secara sempit menganggapnya sebatas kejadian-kejadian alamo Tetapi kita
harus menjadikan semua itu tabungan untuk kehidupan akhirat kelak. Dengan cara
menyabarkan diri, memohon balasan dari Allah SWT serta menyimpannya sebagai
tabungan (ihtisab) di sisi-Nya. Pada saat yang sama kita berobat bila kita
sakit, mencari jalan keluar bila ada kesulitan, serta berikhtiar menye-lesaikan
segala masalah dan musibah yang terjadi. Rasulullah SA W bersabda, "Tidaklah
kesulitan dan sakit menimpa seorang muslim, tidak juga kegalauan, kesedihan,
duka, hingga duri yang mengenai kakinya, kecuali menjadi penebus sebagian dari
kesalahan-kesalahannya". (HR. Bukhori dan Muslim, dari Abu Said dan
Abu Hurairah).
Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW juga
menegaskan, bahwa Allah SWT dalam hadist Qudsi berfirman, "Tidaklah ada
balasan bagi seorang hambaKu bila aku dipanggil orang yang di cintainya dari
dunia, lalu ia bersabar dan memohon balasan (kepada-Ku) kecuali baginya adalah
surga". (HR. Bukhori dari Abu Hurairah).
3.
Menuntut
Ilmu Salah satu karya dan prestasi duniawi yang dilakukan banyak orang adalah
menuntut ilmu. Dari ilmu itu orang lantas memiliki beragam keahlian, yang
dengannya ia menopang tuntutan hidupnya di dunia. Tetapi kita harus
menjadikannya sebagai kesuksesan akhirat. Dengan cara bersabar menekuni ilmu
yang kita tuntut hingga sampai pada taraf ahli, mengajarkan ilmu tersebut,
serta memanfa'atkannya untuk maslahat Islam, kaum muslim in, secara kemanusiaan
pada umumnya. Tak berlebihan, bila orang-orang yang berilmu, secara teori lebih
bisa takut kepada Allah SWT. Tak berlebihan pula, bila Allah SWT menjanjikan
bagi orang-orang yang beriman dan menuntut ilmu derajat yang tinggi.
4.
Melakukan
pekerjaan 'ringan' dan terkesan 'sepele'. Banyak pekerjaan duniawi yang
terkesan kecil dan biasa. Tetapi ia sebenamya bisa menjadi tabungan amal di
akhirat. Seperti meminggirkan duri dari jalanan. ltu pekerjaan sepele, tetapi
dengan niat menabung amal di sisi Allah SWT, ia akan berubah menjadi amal
shalih di sisi Allah SWT. Juga tersenyum kepada sesama saudara muslim,
mengucapkan salam, mengasihi binatang. Rasulullah SA W pemah mengisahkan
tentang wanita nakal yang di ampuni Allah SWT dan di masukan ke surga, setelah
memberi air minum seekor anjing yang nyaris mati kelaparan. Akhimya wanita itu
yang mati. Sebaliknya, dalam riwayat lain, dari Ibnu Umar, Imam Bukhori dan
Muslim meriwayatkan kisah tentang seorang wan ita yang masuk neraka karena
mengerangkeng seekor kucing. Kucing itu tidak ia beri makan hingga mati.
5. Melakukan
pekerjaan yang dampak baiknya dirasakan banyak orang. Tabungan untuk hari
akhirat juga bisa kita lakukan pada pekerjaan duniawi yang maslahatnya
berpulang kepada orang lain, terutama bila orang itu dalam jumlah besar. Baik
karena posisi pekerjaan itu strategis, atau memang secara langsung bersinggungan
dan berurusan dengan orang banyak. Pemahkah kita menyadari betapa berharganya
pekerjaan para tukang sampah? Bukankah jerih payah mereka mengangkuti sampah
menjadikan ribuan orang merasa nyaman? Demikian juga pekerjaan lain, para
dokter yang dengan berani mengunjungi wilayah-wilayah konflik dan perang untuk
menyelamatkan ratusan nyawa, mengobati ribuan korban luka-Iuka. Atau mereka
yang berada di tempat strategis yang berkait erat dengan maslahat orang banyak.
Seperti pekerjaan anggota dewan yang menggolkan undang-undang tertentu bagi
kebaikan umat, misalnya, seorang pemilik perusahaan yang mengkaryakan ribuan
orang, begitu seterusnya. Termasuk dalam hal ini adalah mereka yang prestasinya
dinikmati masyarakat luas secara terns menerus tanpa putus asa. ltulah yang
kita kenaI dengan 'amal jariyah '. Seperti dalam istilah Rasulullah SAW,
"Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. "
Atau dalam bahasa al-Qur'an, beratnya timbangan amal tentu juga dipengaruhi
oleh banyak sedikitnya amal. "Dan adapun orang-orang yang berat
timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. "
(QS Al-Qori 'ah: 6- 7). Begitulah, semangat menabung untuk hari akhirat, harus
kita cari dari segala kesibukan kita di dunia, tidak saja dengan ibadah formal.
Dengan begitu kita bisa sebanyak mungkin menanam kebaikan. Barang siapa menanam
kebaikan akan menuai kebahagiaan. Nilai-nilai luhur itu pula yang di tanamkan
Luqman AI-Hakim kepada anaknya tercinta, "Hai anakku sesungguhnya jika
ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (balasan)nya. "
(QS Luqman 16).
Semoga Allah SWT masih mem-beri kita
kesempatan, untuk menabung sebanyak mungkin prestasi dan amal kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar