Sebagian manusia ada yang mempunyai tabiat
kurang baik, diantaranya adalah emosi dan marah. Kita tidak dilarang untuk
marah, namun diperintahkan untuk mengendalikan agar tidak sampai mudah marah
sehingga menimbulkan efek yang kurang baik. “Sebaik-baik orang adalah yang
tidak mudah marah dan cepat meridhai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridhai.”
(H.R. Ahmad).
Rasulullah saw. sebagai manusia adakalanya
marah, namun marahnya tidak melampaui batas, itupun ia lakukan bukan karena
masalah pribadi, melainkan karena kehormatan agama.
Seorang penegak hukum (hakim) yang tidak
mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan
seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, maka tidak akan mampu
memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru ia akan senantiasa memunculkan
permu-suhan di masyarakatnya. Begitupun pula pasangan suami-istri yang tidak
memiliki ketenangan jiwa, ia tidak akan mampu mengarungi bahtera hidupnya,
karena masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil
pasangannya.
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu
ketika marahnya berontak, dan mampu menahan diri dikala mendapat ejekan. Maka
orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi
dirinya maupun lingkungannya. “Barang siapa menahan marahnya, maka Allah
menahan siksanya.” (H.R. Thabrani).
Menahan marah bukan pekerja-an gampang,
bahkan sangat sulit untuk melakukannya. Ketika ada orang yang membuat gara-gara
yang memancing emosi kita, barang kali darah kita langsung naik ke ubun-ubun,
tangan sudah gemetar mau memukul, sumpah serapah sudah berada di ujung lidah
tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya, maka
bersyukurlah, karena kita termasuk orang yang kuat. “Orang yang kuat
tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya
dari marah.” (H.R. Malik).
Beberapa cara mengendalikan amarah adalah :
1.
Berwudhu
“Sesungguhnya marah itu dari godaan syetan, sedang syetan diciptakan
dari api. Dan api bisa dipadamkan dengan air. Oleh karena itu bila seseorang
diantara kamu marah maka cepat-cepatlah berwudhu.” (H.R. Ahmad dan Abu
Dawud).
2.
Membaca Ta’awwudz
“Ada kalimat bila diucapkan niscaya akan hilang kemarah-an seseorang,
yaitu : A’udzu billahi minasy syaithanir rajim (aku berlindung dari godaan
syetan yang terkutuk).” (H.R. Bukhari dan Muslim).
3 3. Bersujud (dengan melakukan shalat minimal dua
rakaat)
“Ketahuilah sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia,
tidaklah engkau melihat merahnya katanya dan tegangnya urat darah di lehernya?
Maka barang siapa yang mendapatkan hal itu, hendaklah ia menempelkan pipimya
dengan tanah (sujud).” (H.R. Tirmidzi).
4.
Diam
“Ajarilah (orang lain), mudah-kanlah, jangan mempersulit masalah,
kalau kalian marah maka diamlah.” (H.R. Ahmad).
5.
Duduk
“Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka
bertiduranlah.” (H.R. Abu Dawud).
Bagi orang yang imannya telah tumbuh
dengan suburnya, maka tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa
kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam
menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah
dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya. “Barang siapa yang
menahan marah. Padahal dia mampu untuk melaksanakannya. Maka Allah akan mengisi
hatinya dengan ketenangan dan keimanan.” (H.R. Abu Dawud).
Orang yang demikian ini akan mampu
menguasai dirinya, menahan marahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang
tidak patut. Wajib baginya melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari
penyakit-penyakit hati, seperti : Ujub, takabur, sum’ah, riya’, bohong, mengadu
domba dan sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan
kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah. “Apakah
tiada lebih baik saya beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan
gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang? Para sahabat menjawab : Baik ya
Rasulullah. Lalu Rasulullah saw. bersabda : Berlapang dadalah kamu terhadap
orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah
menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan
sesuatu kepadamu. Dan engkau mau bersilaturrahim kepada orang yang telah
memutuskan hubu-ngan dengan kamu.” (H.R. Thabrani).
Biasanya orang yang dalam keadan marah
sering tidak terkontrol ucapannya, adakalanya mencaci maki, mengutuk, melak-nat
dan sebagainya. Padahal kutukan itu dapat kembali kapada orang itu bila yang
dikutuk tidak pantas untuk dikutuk. “Bahwa-sanya seorang hamba apabila
mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu dikunci
pintu-pintu langit itu buatnya. Kemudian turunlah kutukan itu ke bumi, lalu
dikunci pintu-pintu bumi baginya. Dan berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri,
maka apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat
(dikutuk). Bila layak dilaknak (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknak),
tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke
alamat si pengutuk).” (H.R. Abu Dawud). Dalam hadits lain disebutkan : “Bukanlah
dikatakan seorang mukmin, orang yang suka mencela, mengutuk, berkata-kata keji
dan kotor.” (H.R Turmudzi).
Barang
Siapa yang
Menahan marahnya,
Maka Allah menahan
Siksanya (H.R.
Thabrani)
Luqman Hakim pernah menasihati anaknya
dengan nasihat :
1. Orang sabar tiada tampak, kecuali tengah marah.
2. Pemberani tiada tampak, kecuali
tengah bertempur.
3.
Saudara tiada tampak, kecuali tengah membutuhkan bantuan.
Seseorang memuji ulama’ Tabi’in, lau
orang itu diminta alasan yang nyata oleh ulama’ tersebut tentang pujiannya itu,
katanya :
1.
Kau pernah mengujiku tengah marah, hingga nyata kesabaran-ku? Jawabnya
belum.
2. Kau pernah mengujiku di dalam
perjalanan, hingga nyata padamu kebaikan akhlakku?. Jawabnya belum.
3. Kau pernah mengujiku tentang
amanatku, hingga nyata padamu aku orang terpercaya? Jawab-nya belum.
Ulama’
tersebut berkata : Celaka kau, seorang tidak boleh memuji orang lain, sebelum
nyata padanya 3 perkara tersebut di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar