ORANG-ORANG
YANG MEMBANTAH
DENGAN
PENDAPAT ULAMA SYAFI’IYAH
Di
bawah ini kami nukilkan bantahan mereka yang dengan seenaknya mengambil pendapat ulama Syafi’iyah,
seakan-akan sebagian ulama Syafi’iyah
mendukung perkataan mereka. Padahal mereka dalam
menukil pendapat ulama tersebut tidak utuh (gunting tambah), Atau setidak-tidaknya mereka tidak menggabungkan
dengan pendapat ulama itu di tempat lainnya. Dan di antara pendapat
mereka adalah:
1.
Imam
Nawawi dalam kitabnya, Syarah Muslim (Juz I h. 90) dan kitab Takmilah
al-Majmu' (Juz X h. 426), membantah bahwa pahala baca'an
dan shalat yang digantikan bagi si mayat tidak akan sampai kepada
si mayit. Kalau tidak salah Imam Nawawi ini bermazhab Syafi'i.
2.
Dalam tafsir Ibn Katsir (Juz IV h. 259): “Yaitu
sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian
pula dia tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh
dirinya sendiri. Dan dari ayat yang mulia ini (al-Najm: 39) Imam Syafi’i dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa bacaan
yang pahalanya dihadiahkan kepada mayat tidak dapat
sampai karena bukan termasuk amal perbuatannya dan tidak pula dari hasil
upayanya. Karena itulah Rasulullah Saw., tidak menganjurkan umatnya
untuk melakukan hal ini, tidak memerintahkan mereka untuk mengerjakannya,
tidak pula memberi petunjuk kepadanya, baik
melalui nash maupun makna yang tersirat darinya. Hal ini tidak pernah pula dinukil dari seseorang dari pada
sahabat yang melakukannya. Seandainya
hal ini merupakan hal yang baik,
tentu kita pun menggalakkannya dan
berlomba melakukannya. Padalah amalan
untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala hanya terbatas yang ada nash-nashnya dalam syari’at dan
tidak boleh menetapkannya dengan
berbagai macam hukum analogi dan pendapat manapun.
3.
Al-Haitami dalam kitabnya, al-Fatawa al-Kubra
al-Fiqhiyah ( Juz II, h. 9).
4.
Imam
Muzani dalam Hamisy al-Umm, al-Syafi’i (Juz VII h. 269)
5.
Imam al-Khazin dalam tafsirnya al-Khazin, al-Jamal (Juz
IV, h. 236), lebih jelas
mengatakan: “Dan yang masyhur dalam madzhab Syafi'i bahwa bacaan al-Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit)
adalah tidak dapat sampai kepada mayat yang dikirimi.
Jawaban
Ucapan
Imam Nawawi dalam Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim (Juz I h. 90), selengkapnya adalah:
مَنْ أَرَادَ بِرَّ وَالِدَيْهِ فَلْيَتَصَدَّقْ عَنْهُمَا فَإِنَّ الصَّدَقَةَ
تَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ وَيَنْتَفِعُ بِهَا بِلَا خِلَافٍ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
وَهذَا هُوَ الصَّوَابُ وَأَمَّا مَا حَكَاهُ قَاضِي الْقُضَاةُ أَبُو الْحَسَنِ الْمَاوَرْدِيُّ
الْبَصْرِسُّ الْفَقِيهُ الشَّافِعِيُّ فِي كِتَابِهِ الْحَاوِي عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ
الْكَلَامِ مِنْ أَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَلْحَقُهُ بَعْدَ مَوْتِهِ ثَوَابٌ فَهُوَ
مَذْهَبٌ بَاطِلٌ قَطْعِيًا وَخَطَأٌ بَيِّنٌ مُخَالِفٌ لِنُصُوصِ اْلكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
وَإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ فَلَا الْتِفَاتَ إِلَيْهِ وَلَا تَعْرِيجَ عَلَيْهِ وَأَمَّا
الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ فَمَذْهَبُ الشَّافِعِيُّ وَجَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ
لَا يَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى الْمَيِّتِ إِلَّا إِذَا كَانَ الصَّوْمُ وَاجِبًا عَلَى
الْمَيِّتِ فَقَضَاهُ عَنْهُ وَلِيُّهُ أَوْ مَنْ أَذِنَ لَهُ الْوَلِيُّ فَإِنَّ فِيهِ
قَوْلَيْنِ لِلشَّافِعِيِّ أَشْهَرُهُمَا عَنْهُ أَنَّهُ لَا يَصِحُّ وَأَصَحُّهُمَا
عِنْدَ مُحَقِّقِي مُتَأَخِّرِي أَصْحَابِهِ أَنَّهُ يَصِحُّ وَسَتَأْتِى الْمَسْأَلَةَ
فِي كِتَابِ الصِّيَامِ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
فَالْمَشْهُورُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ لَا يَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى
الْمَيِّتِ وَقَالَ بَعْضُ أَصْحَابِهِ يَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى الْمَيِّتِ وَذَهَبَ
جَمَاعَاتٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّهُ يَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ ثَوَابُ جَمِيعِ
الْعِبَادَاتِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمِ وَالْقِرَاءَةِ وَغَيْرِ ذلِكَ وَفِي صَحِيحِ
الْبُخَارِيِّ فِي بَابِ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ نَذَرٌ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَمَرَ
مَنْ مَاتَتْ أُمُّهَا وَعَلَيْهَا صَلَاةٌ أَنْ تُصَلَّى عَنْهَا وَحَكَى صَاحِبُ
الْحَاوِي عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَّاحَ وَإِسْحَاقَ بْنِ رَاهَوَيْهِ أَنَّهُمَا
قَالَا بِجَوَازِ الصَّلَاةِ عَنِ الْمَيِّتِ وَقَالَ الشَّيْخُ أَبُو سَعْدٍ عَبْدُ
اللهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ هِبَّةِ اللهِ بْنِ أَبِي عِصْرُونَ مِنْ أَصْحَابِنَا
الْمُتَأَخِّرِينَ فِي كِتَابِهِ الانْتِصَارُ إِلَى اخْتِيَارِ هذَا وَقَالَ الْإِمَامُ
أَبُو مُحَمَّدٍ الْبَغَوِيِّ مِنْ أَصْحَابِنَا فِي كِتَابِهِ التّهْذِيبُ لَا يَبْعُدُ
أَنْ يُطْعَمَ عَنْ كُلِّ صَلَاةٍ مُدٌّ مِنْ طَعَامٍ وَكُلُّ هذِهِ إِذْنُهُ كَمَالٌ
وَدَلِيلُهُمُ الْقِيَاسُ عَلَى الدُّعَاءِ وَالصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ فَإِنَّهَا تَصِلُ
بِالْإِجْمَاعِ وَدَلِيلُ الشَّافِعِيُ وَمُوَافِقِيهِ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى وَأَنْ
لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى وَقَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ
جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Barang siapa
yang ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah
untuk mereka), dan sungguh pahala
shadaqah itu sampai pada mayat dan
akan membawa manfa’at atasnya tanpa
ada ikhtilaf di antara muslimin, inilah pendapat
terbaik, mengenai apa apa yang diceritakan pimpinan Qadhiy Abu al-Hasan al-Mawardi al-Bashri al-Faqih al-Syafi’i
mengenai pendapat beberapa ahli bicara
bahwa mayit setelah wafatnya tidak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini batil secara jelas dan kesalahan
yang diperbuat oleh mereka yang
mengingkari nash- nash al-Qur’an dan
al-Hadits, dan Ijma’ ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu
diperdulikan.”
“Namun mengenai
pengiriman pahala shalat dan puasa,
maka madzhab Syafi’i dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat
dan puasa yang wajib bagi mayit, maka boleh
diqadha’ oleh walinya atau orang lain
yang diizinkan oleh walinya, maka dalam hal
ini ada dua pendapat dalam madzhab
Syafi’i, yang lebih masyhur hal ini tidak sah, namun pendapat kedua yang lebih shahih mengatakan hal itu
sah, dan akan ku perjelas nanti di Bab Puasa, insyaallah Ta’ala.”
Mengenai pahala
membaca al-Qur’an menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i bahwa tak
sampai pada mayit, namun ada pula pendapat dari kelompok Syafi’i yang
mengatakannya sampai. Dan sekelompok besar ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam ibadah,
berupa shalat, puasa, bacaan al-Qur’an, dan ibadah yang lainnya, sebagaimana diriwayatkan
dalam Shahih al-Bukhari
pada “Bab Barang Siapa yang Wafat dan Atasnya Nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan
seorang wanita yang ibunya wafat yang masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar
(mengqadha’)
shalatnya. Dan diceritakan oleh penulis kitab al-Hawi, bahwa ‘Atha bin Abu
Rabbah dan Ishaq bin Rahawaih bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat
dikirim untuk mayat.”
“Telah berkata Syaikh Abu Sa’ad
Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abu
‘Ishrun dari kalangan kita (madzhab Syafi’i) yang muta’akhir (di masa Imam Nawawi) dalam kitabnya: “Dukungan itu untuk
memilih pendapat ini.” (sebagaimana pembahasan di atas). Imam Abu Muhammad al-Baghawi dari kalangan kita berkata
kitabnya at-Tahdzib dalam: “Tidak
jauh bagi mereka untuk memberi satu mudd untuk membayar satu shalat (shalat
mayit yang tertinggal) dan ini semua
izinnya karena untuk menyempurnakan (shalat yang tertinggal). Dan dalil mereka adalah Qiyas (perbandingan) terhadap
dalil do’a, sedekah dan haji
(sebagaimana riwayat hadist-hadits shahih) bahwa itu semua sampai dengan
pendapat yang disepakati para ulama.
Dan dalil Imam
Syafi’i adalah bahwa firman Allah. “Dan tiadalah bagi setiap manusia kecuali
amal perbuatannya sendiri” dan sabda Nabi Saw.: “Apabila anak Adam mati,
putuslah amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang
dimanfa’atkan, dan anak yang shaleh yang mendo’akan dia.”
Maka
jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat,
dan yang lebih masyhur adalah yang mengatakan tak sampai, namun yang lebih shahih mengatakannya sampai, tentunya kita mesti
memilih yang lebih shahih, bukan yang lebih masyhur, Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang shahih
adalah mengatakan sampai, walaupun yang
masyhur mengatakan tak sampai, berarti
yang masyhur itu dha’if, dan yang shahih adalah yang kuat.
Inilah
liciknya mereka, bahwa mereka bersiasat dengan “gunting tambah”, mereka menggunting
gunting ucapan para imam lalu ditampilkan
dan difatwakan ke mana-mana, inilah bukti kelicikan mereka
Pernyataan
dalam tafsit Ibn Katsir di atas memang benar, tapi lagi-lagi karena kelicikan
mereka, pernyataan tersebut tidak dilanjutkan, atau dipotong sesuai dengan hawa nafsunya. Dan tulisan yang tertera dalam kitab Ibn Katsir (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Juz IV h. 259), selengkapnya adalah:
وَأَنْ لَيْسَ
لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى أَيْ كَمَا لَا يُحْمَلُ عَلَيْهِ وِزْرُ غَيْرِهِ
كَذلِكَ لَا يَحْصُلُ مِنَ الْأَجْرِ إِلَّا مَا كَسَبَ هُوَ لِنَفْسِهِ
وَمِنْ هذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ اسْتَنْبَطَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ وَمَنِ
اتَّبَعَهُ أَنَّ الْقِرَاءَةَ لَا يَصِلُ إِهْدَاءُ ثَوَابِهَا إِلَى الْمَوْتَى
لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَمَلِهِمْ وَلَا كَسْبِهِمْ وَلِهذَا لَمْ يُنْدِبُ إِلَيْهِ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّتَهُ
وَلَا حَثَّهُمْ عَلَيْهِ وَلَا أَرْشَدَهُمْ إِلَيْهِ بِنَصٍّ وَلَا إِيمَاءَةٍ وَلَمْ
يُنْقَلْ ذلِكَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ
وَلَوْ كَانَ خَيْرًا لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ وَبَابُ الْقُرُبَاتِ يَقْتَصِرُ فِيهِ
عَلَى النُّصُوصِ وَلَا يُتَصَرَّفُ فِيهِ بِأَنْوَاعِ الْأَقْيِسَةِ وَالْآرَاءِ فَأَمَّا
الدُّعَاءُ وَالصَّدَقَةِ فَذاكَ مُجْمَعٌ عَلَى وُصُولِهِمَا وَمَنْصُوصٌ مِنَ
الشَّارِعِ عَلَيْهِمَا
Mereka
memutusnya sampai disini, demikian kelicikan mereka, padahal kelanjutannya
(yang dicetak bergaris bawahnya) adalah:
”Akan tetapi,
berkenaan dengan do’a dan sedekah (yang pahalanya dihadiahkan buat mayit), maka hal ini telah
disepakati oleh para ulama, bahwa pahalanya
dapat sampai kepada mayit, dan juga dari nash-nash yang jelas dari syari’at
yang menjelaskan keduanya.”
Nah
telah jelas bahwa tahlilan itu adalah do’a, dan semua pengiriman amal itu dengan do’a : "wahai
Allah, sampaikanlah apa yang kami baca, dari.... dst, hadiah yang sampai,
dan rahmat yang turun, dan keberkahan yang sempurna,
kehadirat....." bukankah ini do’a?,
maka Imam Ibn Katsir telah menjelaskan mengenai do’a dan sedekah, maka tak ada yang memungkirinya.
Lalu
berkata pula Imam Nawawi dalam Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 7 halaman 90:
أَنَّ الصَّدَقَةَ
عَنِ الْمَيِّتِ تَنْفَعُ الْمَيِّتَ وَيَصِلُهُ ثَوَابُهَا وَهُوَ كَذلِكَ بِإِجْمَاعِ
الْعُلَمَاءِ وَكَذَا أَجْمَعُوا عَلَى وُصُولِ الدُّعَاءِ وَقَضَاءِ الدَّيْنِ بِالنُّصُوصِ
الْوَارِدَةِ فِي الْجَمِيعِ وَيَصِحُّ الْحَجُّ عَنِ الْمَيِّتِ إِذَا كَانَ حَجَّ
الْإِسْلَامِ وَكَذَا إِذَا وَصَى بِحَجِّ التَّطَوُّعِ عَلَى الْأَصَحِّ عِنْدَنَا
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي الصَّوْمِ إِذَا مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ فَالرَّاجِحُ
جَوَازُهُ عَنْهُ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ فِيهِ وَالْمَشْهُورُ فِي مَذْهَبِنَا
أَنَّ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ لَا يَصِلُهُ ثَوَابُهَا وَقَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا
يَصِلُهُ ثَوَابُهَا وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلَ
“Sungguh sedekah
untuk dikirimkan pada mayat akan membawa manfaat bagi mayat dan akan disampaikan
padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma (sepakat) para ulama,
demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya do’a-do’a, dan pembayaran
hutang (untuk mayat) dengan nash-nash yang teriwayatkan masing masing, dan sah
pula haji
untuk mayat bila haji wajib, demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yang
sunnah, demikian pendapat yang lebih shahih dalam madzhab kita (Syafi’i), namun berbeda
pendapat para ulama mengenai puasa, dan yang lebih benar adalah yang membolehkannya sebagaimana hadits-hadits
shahih yang menjelaskannya, dan yang masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan
Al-Qur’an tidak sampai pada
mayat pahalanya, namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai
pahalanya, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpegang pada yang membolehkannya”.
Dan
dijelaskan pula oleh Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali (seorang ulama bermadzhab Hanbali) dalam
kitabnya al-Mughniy Juz II h. 423:
وَلَا بَأْسَ بِالْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ وَقَدْ
رُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ قَالَ إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ اقْرَءُوا آيَةَ
الْكُرْسِيِّ وَثَلَاثَ مَرَّاتٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ثُمَّ قُلْ اللَّهُمَّ
إنَّ فَضْلَهُ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ وَقَالَ الْخَلَّالُ حَدَّثَنِي أَبُو
عَلِيٍّ الْحَسَنُ بْنُ الْهَيْثَمِ الْبَزَّارُ شَيْخُنَا الثِّقَةُ الْمَأْمُونُ
قَالَ رَأَيْت أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ يُصَلِّي خَلْفَ ضَرِيرٍ يَقْرَأُ عَلَى
الْقُبُورِ وَقَدْ وَرَدَ فِي الْأَثَرِ أَنَّهُ مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ فَقَرَأَ
سُورَةَ يس خُفِّفَ عَنْهُمْ يَوْمَئِذٍ وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيهَا
حَسَنَاتٌ وَوَرَدَ أَيْضًا أَنَّهُ مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فَقَرَأَ
عِنْدَهُ أَوْ عِنْدَهُمَا يس غُفِرَ لَهُ وَأَيُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا وَجَعَلَ
ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ نَفَعَهُ ذَلِكَ إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى
“Tidak
ada larangannya membaca Al-Qur’an di sisi kuburan, dan telah diriwayatkan dari Ahmad bahwa
beliau berkata : Apabila kalian mendatangi pekuburan maka bacalah ayat Kursi, dan tiga
kali Qul huwallahu ahad, lalu katakanlah : Ya Allah, sungguh pahalanya untuk
ahli kubur”.
Al-Khallal
berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu Ali Al-Hasan Al-Bazzar, guru kami yang tsiqah
dan dipercaya, berkata : Aku melihat Ahmad bin Hambal menunaikan shalat
bermakmum kepada seorang buta yang selalu membaca Al-Qur’an di kuburan. Dan telah
datang sebuah
hadits, bahwa barang siapa mendatangi kuburan lalu membaca surat Yasin di sisinya, maka
Allah akan meringankan siksaan mereka, dan ia akan mendapatkan pahala sebanyak
orang-orang yang ada di pekuburan itu. Dan telah datang pula hadits : Barang
siapa mengunjungi kuburan
kedua orang tuanya, lalu membaca Yasin di sisinya, maka Allah akan
mengampuninya. Ibadah apapun yang dilakukannya, lalu pahalanya dihadiahkan kepada
mayat seorang Muslim, maka insya Allah akan bermanfa’at baginya.
وَقَالَ فِي شَرْحِ الْكَنْزِ إِنَّ لِلْإِنْسَانِ
أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ صَلَاةً كَانَ أَوْ صَوْمًا أَوْ
حَجًّا أَوْ صَدَقَةً أَوْ قِرَاءَةَ قُرْآنٍ أَوْ غَيْرَ ذلِكَ مِنْ جَمِيعِ
أَنْوَاعِ الْبِرِّ يَصِلُ ذلِكَ إلَى الْمَيِّتِ وَيَنْفَعُهُ عِنْدَ أَهْلِ
السُّنَّةِ انْتَهَى وَالْمَشْهُورُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَجَمَاعَةٍ مِنْ
أَصْحَابِهِ أَنَّهُ لَا يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ ثَوَابُ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
وَذَهَبَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَجَمَاعَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ وَجَمَاعَةٌ مِنْ
أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ إلَى أَنَّهُ يَصِلُ كَذَا ذَكَرَهُ النَّوَوِيُّ فِي
الْأَذْكَارِ وَفِي شَرْحِ الْمِنْهَاجِ لِابْنِ النَّحْوِيِّ لَا يَصِلُ إلَى
الْمَيِّتِ عِنْدَنَا ثَوَابُ الْقِرَاءَةِ عَلَى الْمَشْهُورِ وَالْمُخْتَارُ
الْوُصُولُ إذَا سَأَلَ اللهَ إيصَالَ ثَوَابِ قِرَاءَتِهِ وَيَنْبَغِي الْجَزْمُ
بِهِ لِأَنَّهُ دُعَاءٌ فَإِذَا جَازَ الدُّعَاءُ لِلْمَيِّتِ بِمَا لَيْسَ لِلدَّاعِي
فَلَأَنْ يَجُوزَ بِمَا هُوَ لَهُ أَوْلَى وَيَبْقَى الْأَمْرُ فِيهِ مَوْقُوفًا
عَلَى اسْتِجَابَةِ الدُّعَاءِ هَذَا الْمَعْنَى لَا يَخْتَصُّ بِالْقِرَاءَةِ
بَلْ يَجْرِي فِي سَائِرِ الْأَعْمَالِ وَالظَّاهِرُ أَنَّ الدُّعَاءَ مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ أَنَّهُ يَنْفَعُ الْمَيِّتَ وَالْحَيَّ الْقَرِيبَ وَالْبَعِيدَ
بِوَصِيَّةٍ وَغَيْرِهَا وَعَلَى ذلِكَ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ
“Dan
dikatakan dalam Syarh AL-Kanz sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal
kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau bacaan Al-Qur’an,
dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayat dan itu sudah
disepakati dalam
Ahlussunnah waljama’ah. Namun hal yang terkenal bahwa Imam Syafi’i dan sebagian ulamanya
mengatakan pahala pembacaan Al-Qur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin Hanbal, dan
kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama Syafi’i mengatakannya pahalanya sampai, demikian
dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar, dan dijelaskan dalam
Syarh Al-Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan Al-Qur’an dalam
pendapat kami yang masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdo’a
kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu, dan selayaknya ia
meyakini hal itu karena merupakan do’a, karena bila dibolehkan do’a untuk
mayat, maka menyertakan semua amal itu dalam do’a untuk dikirmkan merupakan hal
yang lebih baik, dan ini boleh untuk seluruh amal, dan bahwa do’a itu sudah
Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa do’a itu sampai dan bermanfaat pada
mayat bahkan pada yang hidup, keluarga dekat atau yang jauh, dengan wasiat atau
tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yang sangat banyak” (Naylul Awthar Juz 4 halaman
142). (Al-Majmu’
Syarah Muhadzab lil Imam Nawawi juz 15 halaman 522)
Lebih
lengkapnya pernyataan Imam Nawawi di kitab Al-Adzkar (dalam bab, manfa’at do’a bagi
orang yang meninggal) mengatakan : Para ulama berselisih tentang masalah
sampainya pahala bacaan Al-Qur’an kepada orang yang sudah meninggal. Pendapat
yang masyhur dikalangan madzhab Syafi’i dan segolongan ulama lainnya bahwa
pahalanya tidak sampai. Ahmad bin Hambal dan segolongan ulama lainnya serta
segolongan dari ulama ashab Syafi’i berpendapat pahala itu sampai kepada mayat. Oleh
karena itu, sebaiknya seorang yang membaca Al-Qur’an yang hendak menyampaikan pahalanya
kepada orang
yang sudah meninggal apabila sudah selesai, hendaklah membaca:
اَللّٰهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْ تُهُ اِلىَ فُلاَنٍ
“Ya Allah,
sampaikanlah pahala apa yang telah aku baca ini ke pada si Fulan”.
Masih
dalam kitab Al-Azdkar pada bab ‘bacaan sesudah menguburkan mayat’ Imam
Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan : “Sunah bagi mereka yang hadir ketika
itu membaca sebagian dari Al-Qur’an.
Mereka mengatakan lagi, sekiranya seluruh Al-Qur’an ketika itu dikhatamkan
tentu amat baik”.
Diriwayatkan
di dalam Sunan Abu Daud dan Baihaqi dengan sanad yang hasan, bahwa Ibnu Umar ra. Menyenangi bacaan Al-Qur’an awal surat Al-Baqarah dan akhirnya
ketika selesai mayat dikuburkan di atas kuburnya.
Dalam menanggapai qaul
masyhur tersebut pengarang kitab Fathul Wahhab yakni Syaikh Zakaria Al-Anshari mengatakan dalam
kitabnya juz 2 : “Apa
yang dikatakan sebagai qaul yang masyhur dalam madzab Syafi’i itu dalam
pengertian : “Jika Al-Qur’an itu tidak dibaca dihadapan mayat dan tidak pula
meniatkan pahala bacaan untuknya”.
Dan
mengenai syarat-syarat sampainya pahala bacaan itu Syaikh Sulaiman Al-Jamal
mengatakan dalam kitabnya Hasiyatul Jamal juz 4: “Berkata syaikh Muhammad Ramli : Sampai pahala bacaan
jika terdapat
salah satu dari tiga perkara yaitu : 1. Pembacaan dilakukan disamping kuburnya, 2. Berdo’a
untuk mayat sesudah bacaan Al-Qur’an yakni memohonkan agar
pahalanya disampaikan kepadanya, 3. Meniatkan sampainya pahala bacaan itu kepadanya”.
Hal
senada juga diungkapkan oleh Syaikh Ahmad bin Qasim Al-Ubadi dalam Hasyiah
Tuhfatul Muhtaj juz 7 : “Kesimpulan
bahwa
jika seseorang meniatkan pahala bacaan kepada mayat atau dia mendo’akan sampainya pahala
bacaan itu kepada mayat sesudah membaca Al-Qur’an atau dia membaca disamping kuburnya,
maka sampailah pahala bagi mayat itu dan hasil pula pahala bagi orang yang
membacanya”.
Maka
jelaslah sudah bahwa Imam Syafi’i dan seluruh Imam Ahlussunnah waljama’ah tak
ada yg mengingkarinya dan tak ada pula yg mengatakannya tak sampai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar