ORANG-ORANG YANG MENGAKU NABI
SESUDAH NABI MUHAMMAD SAW.
Dalam hadits tersebut di atas (
dalil keenam) diterangkan bahwa ada 30 orang pendusta yang akan mengaku sebagai
nabi baru, sesudah Nabi Muhammad saw. Di antara orang-orangnya itu, daftar nama nabi palsu sejauh yang
kami ketahui, adalah :
1. Musailimah Al-Kadzdzab
Dia keturunan Bani Hanifah di
Yamamah, mengaku menjadi nabi dan menganggap dirinya sebagai sekutu Rasulullah
saw. dalam kenabian.
Pada tahun 10 H dia menulis sepucuk
surat kepada Rasulullah saw. minta agar bumi ini dibagi dua, sebagian untuk
Nabi Muhammad saw. dan sebagian lagi untuknya karena sama-sama nabi, katanya.
Adapun sebabnya dia dijuluki Al-Kadzdzab
(pembohong) ialah ketika dia merasa pengaruhnya terancam pudar karena banyak di
antara penduduk kampungnya yang tertarik kepada akhlak Nabi saw. dan kepada
keindahan uslub (gaya bahasa) Al-Qur’an, terbetiklah dalam benaknya
hasrat untuk mengadakan persaingan terhadap Al-Qur’an. Lalu dia mencoba
menggubah beberapa kalimat, meniru ayat-ayat Al-Qur’an, antara lain ketika dia
bermaksud menandingi surat Al-Kautsar, ia mengungkapkan gubahannya sebagai
berikut :
اِنَّا
اَعْطَيْنَاكَ الْجَوَا هِرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَجَاهِرْ، اِنَّ شَا نِئَكَ
هُوَالْكَافِرُ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu beberapa mutiara. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan
berserulah dengan suara yang keras. Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah
yang kafir.”
Ketika dia bermaksud menandingi
surat Al-Fiil, ia mengungkapkan gubahan berikut ini :
اَلْفِيْلُ،
مَااْلفِيْلُ، وَمَااَدْرَاكَ مَااْلفِيْلُ، اَلْفِيْلُ حَيَوَانٌ لَهُ ذَنْبٌ
وَثِيْلٌ، وَخُرْطُوْمٌ طَوِيْلٌ، اِنَّ ذَلِكَ مِنْ خَلْقِ رَبِّنَا لَقَلِيْلٌ
“Gajah. Apakah gajah itu? Tahukah kamu
apakah gajah itu? Gajah itu adalah binatang yang memiliki ekor yang tebal dan
belalai yang panjang. Yang demikian itu sungguh termasuk ciptaan Tuhan yang
langka.”
Dia mengatakan, inilah ayat-ayat
Al-Qur’an yang diterimanya dari Allah swt. Sebagai wahyu yabg diturunkan
kepadanya.
Seluruh penduduk kampung Yamamah
gempar tatkala mendengar seorang mubalig kenamaan bernama Nahar Rajjal
menerangkan isi Al-Qur’an yang sebenarnya kepada penduduk Yamamah dan
mendustakan apa yang diucapkan oleh Musailimah. Sejak saat itulah dia diberi
gelar dan dijuluki Musailimah Al-Kadzdzab, Musailimah pembohong.
Musailimah Al-Kadzdzab mati terbunuh
oleh lasykar Khalid bin Walid yang diutus oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
ra. pada tahun 11 H.
2. Aswad Al-‘Insi
Dia mengaku menjadi nabi di Yaman.
Nama aslinya adalah Abhalah bin Ka’ab, namun dia juga popular dengan julukan
Dzul Khimar (pemakai kerudung) karena dia pernah barkata bahwa pada suatu hari
dia kedatangan seseorang yang mengantarkan wahyu kepadanya sambil memakai
kerudung.
Aswad Al-‘Insi adalah seorang ahli
syair terkenal, ahli pidato, dan pembuat sajak yang ulung, terkenal di Yaman
sebagai dukun yang masyhur. Kemasyhurannya jatuh tatkala dia mengaku telah
menerima wahyu, dan mengemukakan beberapa gubahan sebagai wahyu yang diturunkan
kepadanya.
Konon setiap hendak menerima wahyu,
dia menelungkup, dan sewaktu mengangkat kepalanya dia berkata : “Aku telah
kedatangan wahyu ….”
Nabi palsu ini terbunuh di Yaman
kira-kira pada waktu sehari sebelum Nabi Muhammad saw. wafat.
3. Thalhah Bin Khuwailid Al-Asadi
Dalam sejarah hidupnya, sebelum dia
mengaku menjadi nabi, dia terkenal sebagai seorang pahlawan yang gagah perkasa,
pernah mempersiapkan barisan berkuda beberapa ribu banyaknya.
Kemudian dia mengaku menjadi nabi
dan menerangkan bahwa dia kedatangan Zannun. Menurutnya Zannun itu adalah
Malaikat Jibril as. yang membawa wahyu kepadanya.
Pengarang kamus Al-Buldan
menyebutkan bahwa Thalhah mempunyai beberapa kalimat yang diduganya sebagai
wahyu yang turun dari langit, yaitu :
اِنَّ
اللهَ لاَ يُضِيْعُ بِتَعْفِيْرِ وُجُوْهِكُمْ وَقُبْحِ اَدْباَرِكُمْ شَيْئًا
فَاذْكُرُوااللهَ قِيَامًا، فَاِنَّ الرَّغْوَةَ فَوْقَ الصَّرِيْحِ
“Sesungguhnya Allah tidak akan
menyia-nyiakan dengan menutupi wajahmu dan sedikit pun tidak memburukkan belakangmu,
maka sebutlah Allah sambil berdiri, sesungguhnya buih itu tempatnya di atas,
kelihatan secara jelas.”
Untuk
memerangi Thalhah, si nabi palsu ini, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.
mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Ketika dua pasukan
ini bertemu, banyak pengikut Thalhah yang tewas, sementara dia sendiri tidak
ikut terbunuh, dan dia senantiasa menunggu turunnya wahyu dengan berselimut
menggunakan pakaian yang tebal. Di antara pengikutnya ada seorang yang bernama
Uyainah, Uyainah bertanya kepadanya ; “Sudahkan wahyu turun kepadamu?” Dia
menjawab dari dalam selimut “Belum, demi Allah belum turun.” Uyainah berkata
kepadanya, “Allah telah membiarkanmu pada saat orang-orang sedang sangat
membutuhkan bantuanmu.” Kemudian Uyainah berseru dengan suara lantang, “Hai,
Bani Fazarah (para pengikut Thalhah), orang yang bernama Thalhah itu pembohong,
aku dan dia tidak diberkahi dalam hal yang diminta.” Lalu Thalhah melarikan
diri hingga sampai di negeri Syam.
Diceritakan bahwa setelah kejadian
itu Thalhah bertobat dan masuk agama Islam.
4. Mukhtar Bin Abi Ubeid
Dia dari keturunan Bani Tsaqif,
mendakwakan dirinya menjadi nabi, bahkan menjadi rasul. Ia beranggapan bahwa
wahyu dari Allah swt. telah turun kepadanya. Hal tersebut sebenarnya bukan
wahyu dari Allah swt. melainkan kata-kata setan yang telah dibisikkan ke
telinganya.
Allah swt. telah berfirman dalam
Al-Qur’an :
وَاِنَّ
الشَّيَطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ اِلىَ اَوْلِيَائِهِمْ.
“Sesungguhnya setan
itu membisikkan kepada
kawan-kawanya.” (Q.S. Al-An’aam : 121)
5.
Sajah Binti Haris Suwaid
Dia seorang pakar dalam bahasa Arab,
dan pada mulanya adalah seorang yang beragama Nasrani. Dia adalah seorang
wanita yang berambisi dan berani mengaku sebagai nabi pada zaman Khalifah Abu
Bakar Ash-Shiddiq ra. dan menjadi saingan berat bagi Musailimah Al-Kadzdzab,
nabi palsu nari Yamamah.
Namun sejarah kenabiannya pudar
setelah dia mengaku menerima wahyu yang menyuruh agar dia bersuami dengan
Musailimah Al-Kadzdzab itu.
Pada akhirnya, setelah kenabian dan
kebenaran wahyunya itu gagal, dia masuk Islam dan menjadi seorang muslimah yang
baik.
6. Abdul Hasan Ahmad Bin Yahya
Dia seorang dari golongan
Mu’tazilah. Sebelum masuk agama Islam, ayahnya adalah seorang yang beragama
Yahudi. Dia telah mengarang tidak kurang dari 114 buah kitab, antara lain At-Taj,
Al-Marjan, Az-Zumurrudah, dan Na’tul Hikmah. Dia meninggal pada
tahun 915 M / 3030 H.
7. Al-Mutanabbi
Nama aslinya adalah Abu Thayyib
Ahmad bin Al-Husain, lahir di Kufah pada tahun 915 M / 3030 H, dan dia mati
terbunuh dalam bulan Agustus tahun 955 M / 354 H.
Kokon kabarnya dia pernah mengaku
menjadi nabi di Badiyah Samawah (antara Kufah dan Syam), dan pengikutnya banyak
terdiri atas Bani Kalb.
8. Abul
‘Ala Al-Ma’arri
Dia dituduh telah mengaku menjadi
nabi dan menentang mukjizat keindahan Al-Qur’an dalam kitab karangannya yang
terkenal, yaitu Al-Fusul wal Khayat fii Majarrati Suwari wal-Ayat.
Akan tetapi pada akhirnya, dalam gubahannya yang ditujukan
kepada Ibnu Rawandi, diapun mengakui kelemahannya untuk dapat menyamai
keindahan uslub (gaya bahasa) Al-Qur’an. Dia meninggal di desa Ma’arrah,
Syam pada tahun 1061 M / 449 H.
9. Mirza Ghulam Ahmad
Dilahirkan di desa Qodiyan, sebuah
desa di Punjab, India (sekarang Pakistan) pada tahun 1836. Dia memulai masa
mudanya dengan membaca beberapa buku berbahasa Persia dan sedikit tentang Nahwu
dan Sharaf. Ia juga membaca sedikit tentang kedokteran, hanya saja penyakit
yang dideritanya sejak kecil, antara lain penyakit melancholy (semacam gila),
sebagaimana dikatakan dalam ensiklopedia
Qodiyani, tidak memungkinkannya untuk meneruskan pelajarannya.
Mirza Ghulam Ahmad pada mulanya
adalah golongan Syi’ah Isma’iliyah yang berfaham bahwa Imam Isma’il yang gaib,
yaitu keturunan yang ke 7 dari Saidina ‘Ali akan lahir pada akhir zaman sebagai
Imam Mahdi.
Tetapi setelah usia ia berusia 54
tahun, maka pada tahun 1890 ia mendakwakan diri Mujadid (pembaharu agama), Imam
Mahdi, Isa Al-Muntazhar (Isa yang ditunggu), Masih Al-Mau’ud, juru selamat, dan
sekaligus mendakwakan dirinya nabi dan rasul akhir zaman.
Dalam bukunya yang berjudul Tuhfat
Nadwah, dia berkata dengan cukup jelas sebagai berikut : “Sebagaimana
yang sering ku terangkan, bahwa uraian-uraian yang keluar dari mulutku itu
adalah firman Allah dengan penuh keyakinan, seperti Taurat dan Qur’an. Dan aku
adalah nabi dan jelmaan dari para nabi Allah, dan wajib atas setiap muslim
untuk mentaatiku dalam segala urusan agama. Juga wajib mengimani aku
sebagai masih yang dijanjikan. Allah telah menurunkan atas
aku dari langit lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) ayat. Langit dan bumi dan
segala nabi telah menyaksikan kenabianku.”
Dia berkata pula dalam buku Al-Khutbah
Al-Ilhamiyah, sebagai berikut : “Pengakuanku ialah , aku ini rasul dan
nabi.”
Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad ini
ditentang dan didustakan oleh seorang ulama terkenal di daerahnya, bernama
Maulana Tsanaullah, sehingga terjadilah polemik dan perdebatan yang seru di
antara keduanya, dan dinyatakan bahwa yang berdusta di antara dua orang itu
(Maulana Tsanaullah atau Mirza Ghulam Ahmad) akan mati lebih dahulu, bahkan
Mirza Ghulam Ahmad mendoakan di hadapan umum agar Allah membinasakan pendusta
di antara dua orang itu dengan penyakit kolera.
Tiba-tiba dalam bulan Mei 1908 Mirza
Ghulam Ahmad terserang penyakit kolera di Lahore. Para dokter waktu itu tidak
berhasil menolongnya. Maka meninggallah dia pada pukul 10.30 pagi, tanggal 26
Mei 1908. Sedangkan Maulana Tsanaullah, teman berpolemik dan berdebatnya, masih
hidup 40 tahun kemudian setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal. Jenazahnya
dipindahkan ke Qodiyan untuk dimakamkan di sebuah pekuburan yang diberi nama Bhasti
Maghbarah (kuburan surga).
Ajaran Mirza Ghulam Ahmad yang
mengatakan ada nabi sesudah Nabi Muhammad saw. bukan saja ditentang oleh ulama
Islam kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga
ditentang oleh kaum Syi’ah, baik Syi’ah Imamiyah, Syi’ah Zadiyah ataupun
Syi’ah Isma’iliyah, karena bagi kaum Syi’ah Imam Mahdi itu adalah dari
keturunan Saidina Ali, sedang Mirza Ghulam Ahmag bukan dari keturunan Saidina
Ali.
Gerakan Ahmadiyah itu
kemudian terbagi dua, yaitu Ahmadiyah Qodiyan dan Ahmadiyah Lahore
yang dipimpin oleh Khwaja Kamaluddin
Ahmadiyah Lahore banyak
menerbitkan buku-buku dalam bahasa Inggris, juga ada sebuah tafsir Al-Qur’an
dalam bahasa Inggris yang dikarang oleh Maulawi Muhammad Ali tahun 1920.
Buku-buku ini tersiar juga dalam kalangan kaum intelektual bangsa Indonesia.
Namun sesuai dengan kata pepatah
bahasa Arab “ Likulli saqith laqith”setiap yang jatuh ada saja pemungutnya. Di
Indonesia tidak sedikit orang yang mengikuti faham Ahmadiyah ini.
10. Ahmad Moshaddeg
Ahmad Moshaddeg yang bernama asli
Abdussalam adalah pelatih bulu tangkis antara tahun 1971 sampai dengan tahun
1982, setelah tidak melatih, dia mempelajari Al-Qur’an secara otodidak. Setelah
itu dia punya pemahaman dan keyakinan
sendiri, sehingga akhirnya mengaku telah menerima wahyu kerasulan melalui mimpi
saat berada di Bogor sekitar 6 tahun silam. Dia mengaku menerima wahyu setelah
berpuasa siang malam selama 40 hari.
Selanjutnya dia mendirikan
Al-Qiyadah Al-Islamiyah, berpusat di kampung Gunung Sari desa Gunung Bunder
Cibungbulan, Bogor dan mengaku sebagai rasul dengan gelar Al-Masih Al-Mau’ud.
Diantara ajaran Al-Qiyadah
Al-Islamiyah adalah :
1.
Mereka mempunyai keyakinan bahwa sejak tahun 1400 H kenabian Nabi
Muhammad saw. telah berakhir dan sebagai gantinya Allah mengutus Ahmad
Moshaddeg Al-Masih Al-Mau’ud sebagai gantinya.
2. Adanya sahadat baru yang berbunyi : “Asyhadu
alla illaha illa Allah wa asyhadu anna Masih Al-Mau’ud rasul Allah”.
3. Mereka beranggapan , ibadah
yang tidak mengikuti Ahmad Moshaddeg maka ibadahnya tidak diterima Allah.
4. Melarang makan daging
5.
Menganggap orang lain kafir bila tidak mengikuti alirannya yaitu
Al-Qiyadah Al-Islamiyah
6. Tidak mengakui shalat lima waktu sebagai kuajiban, puasa, Nabi Muhammad
saw. sebagai rasul dan nabi terakhir. Mereka mengerjakan shalat hanya sekali
setiap malam dengan jumlah rakaat sebelas. Puasapun tidak seperti ajaran puasa
pada umumnya, meski puasa tapi masih tetap boleh makan dan minum, yang
diutamakan dalam puasa ini adalah perilaku batinnya, misalnya tidak boleh
berdusta, berzina, mencuri dan lainnya.
Ajaran ini juga mengatakan bahwa
saat ini adalah zaman kegelapan atau jahiliyah, karena saat ini tidak ada
Khalifah (pemimpin), hukum Allah atau hukum Islam tidak berlaku, dan ke mana
arah umat Islam dibawa juga tidak jelas, seperti halnya di zaman jahiliyah.
Pada kondisi semacam ini, umat Islam tidak wajib shalat lima waktu. Shalat lima
waktu baru wajib dilaksanakan setelah zaman kegelapan berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar