Marilah kita
bersyukur, sam-pai saat ini kita masih mendapat hidayah berupa keislaman dan
keimanan. Kita minimal dalam sehari mengucapkan, sebanyak tujuh belas kali, itu
artinya kita berdoa kepada Alloh agar ditetapkan dalam kondisi muslim sampai
ajal merenggut nyawa.
Nikmat yang paling besar yang tidak ada bandinganya
adalah Iman dan Islam, namun kadang kala kita itu lebih mengedepankan syukur
atas datangnya rizki atau anugerah-anugerah lain yang lebih kasat mata. Padahal
sebenarnya tidak ada nikmat yang lebih besar dari pada nikmat Islam. Sayyidina
Ali Karramallahu wajhah berkata: “Nikmat yang paripurna adalah mati dalam kondisi
Iman dan Islam.” Para ulama dan wali juga selalu berdoa agar mereka meninggal
dalam menetapi keadaan Islam. “Wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mulya,
matikanlah kami dalam Agama Islam.”
Bahkan ada sebagian orang yang selama hidupnya selalu berdoa, “Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari dunia dalam kondisi Iman dan Islam.”
Imam Al-Ghazaly dalam bukunya yang berjudul
Al Ihya Ulumuddin, tentang Ajaibul Qulub menga-takan, bahwa iman itu terbagi
atas 3 (tiga) jenis, yaitu:
1.
Iman
Awami, yaitu iman secara awam (taqlid).
2.
Iman
Mutakallimin, yaitu iman dengan dalil-dalil (argumentatif). Imanjenis ini lebih
dekat kepada Iman Awami.
3.
Iman
Arifin, yaitu iman dengan yakin. Menyaksikan secara jelas danlangsung, hal-hal
yang di-imani.
Iman secara Awami dan Mutakallimin,
adalah berupa definisi rukun iman yang diambil dari penjelasan dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW, yaitu :
1.
Iman kepada Allah
2.
Iman kepada Malaikat Allah
3.
Iman kepada Kitab Allah
4.
Iman kepada Rasulullah
5.
Iman kepada Hari Pemba-lasan
6.
Iman kepada taqdir baik dan taqdir buruk
Iman secara arifin hakikatnya adalah
cahaya.
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepa-da cahaya (iman). Dan orang orang yang kafir,
pelindung-pelindung nya ialah setan, yang menge-luarkan mereka dari cahaya
kepada kegela-pan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya. (Q.S. 2 Al Baqarah 257)
Dengan kitab itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan
(dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang bende-rang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus. (Q.S. 5 Al
Maa-idah 16)
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa
sese-orang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada
Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. 64
At Taghaabun 11)
Iman Arifin inilah hakikat keimanan yang
hak, yang dengannya seorang hamba dapat menerima petunjuk yang datang dari
Allah, sehingga terpimpinlah ia ke jalan yang lurus.
Seseorang walaupun bergeli-mang dosa tapi
kalau matinya menetapi Iman dan Islam itu berarti harapanya masih ada. Meski ia
harus terlebih dahulu merasakan api neraka dalam masa ratusan tahun sekalipun,
ia pada akhirnya akan masuk surga dan langgeng di dalamnya.
Rasulullah bersabda: “Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah
yang mengucapkan Laailaa-haillallahu dengan ikhlas dari dalam hatinya.” (H.R. Bukhari)
Hidup di akhirat itu tidak terbatas. Kita
akan hidup abadi, tapi keabadian kita di akhirat berbeda dengan kelanggegan
Alloh swt. Kita langgeng karena dilanggengkan oleh-Nya.
Sedangkan Alloh swt. itu abadi dengan
sendirinya. Sebagaimana halnya wujud kita yang memang diwujudkan). Sedangkan
Allah swt itu wujud dengan sendirinya (wujud dzati). Marilah kita mensyukuri
nikmat Iman dan Islam ini. Syukur itu ada kalanya dengan lisan (syukur billisan),
hati (bil jinan) dan anggota tubuh (bil arkan).
Rasul bersabda: “Allah berfirman: Jika hambaKu mengingatKu di dalam dirinya,maka Akupun
akan mengingatnya di dalam diriKu.” (H.R.Bukhori dan Muslim)
Syukur dengan lisan berarti lisannya
mengucapkan al handu-lillah atas segala nikmat Allah swt. Adapun syukur dengan
hati, berarti hatinya merasakan syukur. Sedangkan syukur dengan anggo-ta,
artinya syukur yang dibuktikan dalam pelaksanaan sikap-sikap yang nyata,
memperjuangkan Islam dengan sesungguhnya. Kalau kita mendirikan sebuah
organisasi atau jam’iyah misalnya, hendaknya organisasi itu difung-sikan
terhadap perjuangan Islam.
Apapun status sosial seorang muslim, dia wajib memper-juangkan agama. Sebagai seorang petani sekalipun, ia harus senantiasa berupaya menga-plikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya sehari-hari. jika hal itu sudah dilakukun, maka dia patut disebut sebagai orang yang bertaqwa.
Apapun status sosial seorang muslim, dia wajib memper-juangkan agama. Sebagai seorang petani sekalipun, ia harus senantiasa berupaya menga-plikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya sehari-hari. jika hal itu sudah dilakukun, maka dia patut disebut sebagai orang yang bertaqwa.
Orang yang bertaqwa, jaminan-nya adalah
mendapatkan kemuda-han, mendapatkan jalan keluar dari segala problematika dan
memperoleh rizqi yang tidak terkirakan. Marilah kita selalu berusaha menjadi
orang yang husnul khotimah dan berupaya menghindarkan diri dari su’ul khotimah.
Hal hal yang mendo-rong pada su’ul khotimah kita jauhi, dan sebaliknya yang menjadikan
khusnul khotimah kita upayakan dengan sekuat tenaga. Dalam hal ini ada sebuah
peristiwa sejarah yang patut dijadikan i’tibar atau perlambang bagi kaum
muslimin. Lihatlah yang menimpa Bal’am, seorang waliyulloh, ia dapat melihat
‘arsy dengan mudahnya, cukup dengan mendongak ke atas, ia dapat melihatnya. Ia
hidup di masa Bani Israil, kaumnya nabi musa. Tak kurang dari empat ratus
muridnya selalu mencatat semua nasehat-nasehatnya, namun hidupnya berakhir
tragis, ia mati tidak menetapi Iman dan Islam. Penyebanya ialah bermula dari
orang-orang Bani Israil yang memberi iming-iming materi yang melimpah kepada
Bal’am agar ia mau mendo’akan jelek kepada Nabi Musa. Karena Bal’am tidak goyah
pendirianya, mereka ganti berupaya mengoda hati istrinya dengan imbalan materi
yang melimpah pula. Akhirnya hati Bal’am tergoyahkan juga oleh rayuan Istri
tercintanya.
Disamping itu menurut suatu riwayat
Bal’am semasa hidupnya dalam memeluk Agama Islam, sama sekali tidak pernah
merasa bersyukur kepada Alloh swt. Di sinilah pentingnya syukur itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar