Berbicara perihal
dunia, sepertinya kita akan agak kesulitan untuk menemukan titik akhirnya.
Persis sebagaimana kita kalau membahas tentang cinta, tahta, harta bahkan
wanita.
Boleh dikata selama lidah manusia masih
basah, mereka tidak akan berhenti membahasnya. Hal ini memang tidak terlepas
dari bannyak nya komentar tentang dunia itu sendiri.
Coba kita hitung berapa banyak ayat Allah
yang menjelaskan dunia, juga tidak sedikit hadits dan pendapat para Alim
berkaitan alam fana. Namun yang perlu kita garis bawahi dari kesemuanya adalah
kesimpulan yang mengarah pada satu muara yaitu: “Dunia pada hakekatnya sama
sekali tidak berharga”.
Terlepas dari firman Allah dan hadits
Nabi serta berbagai pendapat kalangan Ulama, kalau kita menganalisa dunia dari
sisi lafdhiyah tekait maknanya, maka kita juga akan menemukan kesimpulan yang
sama dengan yang di atas. Dunia yang dalam tata letak ilmu arab adalah isim
sifat yang mengikuti wazan fu’la memiliki dua opsi pengartian, yaitu : 1.
sesuatu yang dekat (teradopsi dari lafadh ad-dunuwwu), dan 2. sesuatu yang hina
(teradopsi dari lafadh ad-dana’ah).
Harus diakui kalau kita memperhatikan
pergeseran waktu dan masa di dunia ini dengan menggu-nakan indra dhohir (luar)
saja, maka kita tidak akan merasakan perpindahan detik menuju menit, jam, hari,
minggu, bulan, tahun dan seterusnya. Sehingga waktu di dunia ini seolah tidak
beranjak dari tempatnya. Dan kita baru akan merasakannya kalau kita sudah
sampai pada penghujung waktu. Tak jarang pada saat seperti itu kita berucap,
“tak terasa waktu sudah siang/sore/malam/dan seterusnya”. “rasanya baru
tadi/kemarin aku……..”.
Fenomena di atas sama persis dengan keberadaan
bayang-bayang. Secara dhohir seakan ia menetap dalam posisinya. Namun pada
hake-katnya ia terus merambat bergerak. Namun kalau kita menghadapi kenyataan
tersebut dengan menggu-nakan indra dhohir dan bathin (luar-dalam) atau yang
biasa disebut dengan bashiroh, maka kita dapat merasakan betapa waktu di dunia
ini bergerak begitu cepat melaju menembus alam kefanaan menuju gerbang
keabadian. Dan sudah barang tentu hanya orang yang mempunyai akal saja yang
dapat melakukan hal ini. Mereka tidak akan pernah tergoda dunia dan tak akan
merisaukan apakah dia hidup bahagia atau sengsara yang penting akhirat-nya
terselamatkan.
Pada hakekatnya, kehidupan manusia itu
memiliki tiga fase atau tahapan. Fase pertama adalah tahapan dimulai ketika ia
masih belum berupa apa-apa. Dan fase ini akan berakhir pada yang disebut dengan
Azali. Fase kedua adalah fase pertengahan. Yakni tahapan antara azali dengan
kematian (awal keabadian). Dan dalam fase kedua inilah manusia menjalani
masa-masa kehidupannya di alam dunia. Fase ketiga adalah masa di mana anak Adam
pada waktu itu tidak lagi bisa melihat dunia yakni fase yang dimulai dari
kematian seorang hamba sampai batas waktu yang tak terbatas (abadi)..
Sekarang mari kita mencoba untuk
berhitung, mambagi dan membanding di antara semua fase yang pasti dilalui
manusia tersebut. Secara naluri akal sehat kita dapat membayangkan betapa
singkat dan terbatasnya kehidupan manusia di alam dunia kalau dibandingkan
dengan dua fase yang lain. Secara kalkulasi dunia kita bisa mengetahui berapa
lama manusia hidup di alam fana ini. Tapi adakah alat yang mampu menghitung
keberadaan manusia selama hidup dalam fase pertama dan fase ketiga. Sesuai
dengan keberadaan-nya sebagai fase pertengahan maka tidak salah kalau ada yang
berkata “Dunia hanyalah tempat persinggahan semen-tara”. Dan memang perkataan
tersebut bukanlah omong kosong belaka. Karena pada kenyataannya hal itu
merupakan kesimpulan dari Ayat Al Qur’an dan hadits Nabi yang menjelaskan
tentang kefana’an dunia ini. Maka sangatlah ironis orang yang beranggapan akan
kekal hidup dunia ini atau menganggap tidak akan ada lagi fase kehidupan
setelah selesai di dunia.
Dunia memang indah. Dihiasi dengan
berbagai macam pesona. Hamparan samudra, rerimbunan hutan yang menghijau, gurun
padang pasir yang membentang, belum lagi segala macam keindahan yang didesain
dan disetting oleh manusia itu sendiri. Gedung-gedung pencakar langit,
tempat-tempat hiburan dan rekreasi yang dipenuhi dengan segala macam fasilitas
yang selalu menawarkan kesenangan. Setidaknya demikianlah gambaran miniatur
dunia. Menarik dan selalu menggoda kita untuk ikut hanyut masuk di dalamnya.
Belum lagi peran serta syetan yang tidak henti-hentinya memberi
percikan-percikan dan bumbu-bumbu penyedap agar umat manusia semakin lelap dan
nyenyak dibuai dunia.
Namun pernahkah kita sadar dan menyadari
kalau semua yang ada didunia ini hanyalah semu dan fatamorgana belaka. Tidak
lebih dari sekedar mimpi dalam tidur yang kemudian sirna ketika kita terbangun.
Dunia tidaklah lebih baik dari seonggok sampah dan bangkai busuk. Penjilat
dunia juga sudah selayaknya dipersan-dingkan dengan sekelompok anjing-anjing
yang kelaparan.
Allah memang sengaja tidak menampakkan
wujud asli dunia kepada khalayak manusia. Tetapi Alloh justru memoles dan
membungkus dunia dengan berbagai macam perhiasan keindahan. Karena dunia akan
menjadi barometer dan tolak ukur sejauh mana keimanan seorang hamba. Ibarat
wanita, hakekat dunia adalah nenek jompo yang didandani dengan berbagai macam
perhiasan indah. Ia selalu merayu dan menggoda setiap lelaki. Di luar begitu
tampak manis dan cantik dengan aneka macam intan berlian. Tetapi di dalam
hatinya menyimpan niat buruk akan membunuh setiap lelaki yang mendekatinya.
Lelaki yang terlena dengan goda dan rayunya pasti akan terpesona. Lain dengan
lelaki yang masih mampu melihat dengan mata hatinya.
Tidak hanya sekali dua kali Rasulullah
menyampaikan pesan dari Allah SWT. agar umatnya jangan sampai tertipu oleh
dunia. Walaupun hanya sekedar memikirkannya saja. Karena dampak yang akan
ditimbulkan tidaklah sekecil dan seringan dunia yang akan didapatkan. Alangkah
menyesalnya kita nanti kalau sampai dunia fana ini bisa memporak-porandakan
tatanan akhirat kita yang kekal dan abadi.
Bukanlah hal yang gampang untuk
menghidarkan diri kita dari dunia tempat kita hidup sekarang ini. Tidak semudah
jika kita ingin masuk ke dalamnya. Butuh perjuangan dan pengorbanan yang
ekstra, karena hidup di alam fana ini seperti kita ketika berjalan di atas
comberan. Kalau kita tidak berhati-hati maka badan kita akan ternoda olehnya.
Atau bahkan mungkin akan terpeleset dan terjerembab kedalamnya. Celakalah
mereka orang-orang yang malah asyik bermain dengannya. Sekali lagi mereka tidak
lebih baik dari sekelompok anjing yang sedang memperebutkan seonggok bangkai.
Sejujurnya dunia bukanlah tempat
orang-orang mu’min untuk bersenang-senang, berfoya-foya menikmati berbagai
macam keindahan yang ada. Karena dunia ini sebenarnya tak lebih dari sebuah
penjara bagi mereka. Dan sebaliknya yang berhak menjadikan dunia sebagai surga
adalah orang-orang kafir yang hidup tanpa perlu mengindahkan berbagai macam
aturan-aturan agama. Hal ini karena memang sejak awal Alloh menjadikan dunia
menjadi tiga bagian. Bagian untuk orang mu’min, orang munafik dan orang kafir.
Bagian orang mu’min di dunia adalah supaya mereka menjadikannya sebagai tempat
pencarian bekal untuk perjalanan yang sangat panjang yakni akherat. Sedangkan
orang munafiq dan orang kafir mereka menjadikan dunia ini sebagai tempat pelampiasan
bersenang-senang dan menghiasi dhohir mereka dengan berbagai macam hiasan tanpa
mau peduli apakah yang mereka dapatkan itu dari hasil halal atau haram.
Kita sudah sepatutnya bersyukur karena
menjadi umatnya Nabi Muhammad Saw. Meskipun semenjak beratus-ratus tahun kita
sudah diberi peringatan keras agar tidak terlalu asyik dengan dunia apalagi
memperebutkannya. Tetapi kenyataanya banyak orang dengan segala cara, baik
halal atau haram, saling berlomba-lomba mengumpulkan dunia. Kalaupun diperlukan
dengan cara membunuh orang lain bahkan keluarga sendiri, itu pun mereka jalani
apalagi kalau hanya sekedar merampas dan menipu. Sama sekali itu bukanlah hal
yang tabu. Tidak dapat kita bayangkan seandainya kita adalah umatnya Nabi-Nabi
yang lain. Tentu kita sudah diluluhlantakkan oleh Alloh karena terlalu senang
dan cinta dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar