Dalam kehidupan kita sehari-hari, rasanya
tidak jarang kita temui perkataan-perkataan yang bernuansa sumpah, seperti demi
Allah, demi Allah dan rasul-Nya, demi Tuhan, dan sebagainya yang diucapkan oleh
seseorang untuk mendukung argumentasi/alasan-nya, atau untuk mempertahankan penolakannya
terhadap sesuatu yang dituduhkan kepadanya.
Kemudian pertanyaan yang terlintas dalam
benak kita adalah apakah perkataan semacam itu termasuk
kategori sumpah atau tidak. Hal ini mengingat perkataan itu diawali dengan kata
‘demi’.
Sumpah sendiri menurut fiqih adalah
menggunakan nama-nama Allah swt. atau sifat-sifat-Nya untuk bersumpah. Sebagai
contoh adalah : Demi Dzat yang mem-bolak-balikkan hati aku akan melakukan ini,
Demi Dzat yang jiwaku di genggaman-Nya aku akan melakukan ini, Demi Allah aku
akan melakukan ini, dan sejenisnya.
Sumpah tidak syah kecuali dengan menyebut
lafadz Allah, atau salah satu nama-Nya, ataupun salah satu sifat-Nya. “Dari
Abdullah bin Umar ra. bahwa rasulullah saw. pernah menjumpai Umar bin
Khattab yang sedang bepergian di tengah kafilah bersumpah dengan (menyebut
nama) bapaknya, lan-tas beliau bersabda : Ketahuilah, sesungguhnya Allah
melarang kalian bersumpah dengan (menyebut nama) bapak kalian,. Barang siapa
bersumpah, maka bersumpahlah dengan (menyebut nama) Allah, atau diamlah.”
(H.R. Bukhari dan Muslim).
Selain tidak syah sumpahnya, juga
tergolong sebagai orang kafir bila kita bersumpah dengan selain nama Allah atau
sifat-Nya. “Barang siapa bersumpah dengan (menyebut nama) Selai Allah, maka
ia sungguh telah kafir atau musyrik.” (H.R. Turmudzi).
Demikian juga tidak boleh bersumpah
dengan menyebut agama selain Islam. “Barang siapa bersumpah dengan
(menyebut) agama selain Islam dengan dusta dan sengaja, maka ia sebagai-mana
yang ia katakan.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sumpah itu ada tiga macam, yaitu :
1. Sumpah palsu, atau disebut (Yamin
Ghamus).
2. Sumpa tanpa sengaja, atau disebut (Yamin
laghwu).
3. Sumpah yang syah, atau disebut (yamin
mun’aqidah).
A.
Sumpah palsu, yaitu seseorang
bersumpah dengan sengaja untuk berbohong, seperti perkataan : “Demi Allah
saya beli sarung ini Rp. 400.000.” Padahal dia mem-belinya tidak seharga
itu. Atau dia berkata : “Demi Allah sungguh aku telah melakukan hal ini.”
Padahal dia tidak melakukannya.
Sumpah ini tidak cukup dibayar dengan
kaffarah (penebus). Akan tetapi pelakunya wajib bertobat dan memohon ampun
kepada Allah swt. Hal itu karena sumpah palsu termasuk dosa besar. “Dosa-dosa
besar (di antaranya) adalah : Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang
tua, membunuh jiwa (tak berdosa), dan sumpah palsu.” (H.R. Turmudzi).
Apalagi kalau sumpah palsu itu dimaksudkan
untuk mengambil hak seorang muslim
dengan cara yang tidak benar (bathil). “Barang siapa mengambil harta benda
orang muslim dengan meng-gunakan sumpah maka Allah mengharamkannya memasuki
surga dan diwajibkan masuk neraka. Ditanyakan oleh sahabat : Wahai rasulullah,
sekalipun yang diambil itu sedikit. Rasulullah bersabda : Sekalipun siwak.”
(H.R. Thabrani dan Hakim).
B. Sumpah laghwu, yaitu sumpah yang biasa diucapkan oleh seseorang
muslim tanpa unsur kesengajaan, seperti orang yang memperbanyak kata : “Tidak,
demi Allah” atau “Ya demi Allah” dalam pembicaraannya. Hal ini
berdasarkan ucapan Aisyah rah. “Sumpah laghwu adalah sese-orang berkata
dirumahnya ‘Tidak, demi Allah” (H.R. Bukhari).
Sumpah tersebut hukumnya berdosa, tetapi
orang yang mengucapkannya tidak wajib membayar kaffarah, sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an : “Allah tidak menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja.” (Q.S. Al-Maidah
: 89).
C.
Sumpah yang syah, yaitu sumpah yang
niat awalnya dimaksudkan untuk sesuatu yang akan datang. Seperti seorang muslim
berkata : “Demi Allah, sungguh aku akan melakukan hal ini.” Atau “Demi Allah, sungguh tidak akan aku
lakukan hal ini.” Sumpah semacam
ini pelakunya akan dikenai hukum (Allah) jika ia melanggar sumpahnya. Hal ini
berdasarkan ayat Al-Qur’an di atas.
Sumpah yang semacam ini, bila pelakunya
melanggar sumpahnya, maka dia berdosa dan wajib membayar kaffarah untuk
pelanggaran itu. Namun jika dia melakukan (merealisasikan) sumpahnya, hilanglah
dosa dari pelanggaran itu.
Kaffarah
sumpah
Barang sipa yang melanggar sumpah seperti
di atas, maka kaffarahnya adalah salah satu dari tiga alternatif di bawah ini :
1. Memberi makan kepada 10 orang miskin, setiap orangnya 1 mud ( 6 ons )
makanan pokok.
2. Atau memberikan kepada masing-masing
orang pakaian yang cukup untuk ibadah (shalat), seperti sarung, mukena, dll.
3. Atau memerdekakan budak.
Kemudian barang siapa yang tidak mampu
melaksanakan salah satu dari 3 alternatif di atas, maka kaffarahnya harus berpuasa
tiga hari berturut-turut jika mampu, jika tidak, berpuasa tiga hari secara
terpisah. Tidak boleh membayar kaffarah dengan jalan berpuasa selagi mampu
melak-sanakan salah satu dari 3 alternatif di atas. Firman Allah : “Maka
kaffarah (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian
kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup
melakukan yang demi-kian itu, maka kaffarahnya puasa selama tiga hari. Yang
demikian itu adalah kaffarah sumpah-sumpahmu, bila kamu bersumpah (lalu
melanggar).” (Q.S. Al-Maidah : 89).
Barang siapa bersumpah tidak akan
mengerjakan sesuatu, lalu ternyata dia melakukannya karena lupa atau khilaf
(salah/tidak mengetahui akibatnya) atau dipaksa orang yang jabatan/
kedudukannya lebih tinggi dari dia. Maka tidak berdosa baginya dan tidak
membayar kaffarah “Dicabut (beban taklif itu) dari umatku sebab kesalahan,
kelu-paan, atau karena dipaksa melakukannya.” (H.R. Bukhari).
Barang siapa bersumpah, lalu mengucapkan “Insya
Allah” berarti dia telah melakukan penge-cualian, dan tidak dianggap
me-langgarnya bila dia menyalahinya. “Barang siapa bersumpah dan mengucapkan
perkecualian (Insya Allah), maka jika ia mau boleh merujuk sumpahnya, dan jika
ia mau tinggalkan tanpa (dianggap) melanggar sumpahnya.” (H.R. Ibnu Majah dan Nasa’I).
Barang siapa yang bersumpah untuk
melakukan sesuatu, lalu ia melihat ada yang lebih baik dari pada apa yang ia
sumpahkan maka hendaklah ia meninggalkan sumpahnya dengan membayar kaffarah. “Barang
siapa mengucapkan suatu sumpah lalu dia melihat selainnya lebih baik dari pada
ia, maka hendaklah dia mengerjakan yang lebih baik itu, dan hendaklah dia
menahan sumpahnya dengan membayar kaffarah.” (H.R. Muslim dan Turmudzi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar