Setiap yang
berawalan pasti mempunyai akhiran, sebagaimana kita ketahui, ada awal bulan ,
pasti ada akhir bulan. Ada awal tahun ada akhir tahun. Seperti halnya ada
kelahiran pasti ada kematian. Sesaat pada tanggal 9 dzulhijjah, merupakan tahun
ke 10 Hijriyah, ketika Rasulullah berada di padang arafah, beliau berada di
atas onta yang diberi nama Lebbah.
Beliau
menerima wahyu terakhir, di akhir tahun ke-10 Hijriyah, yaitu surat Al Maidah
ayat 3, yang mana di ayat terakhir ini mengandung tiga poin penting yang
merupakan pemberitahuan sekaligus peringa-tan buat Rasulullah sekaligus bagi
umatnya.
Poin pertama : “Hari ini Aku sempurnakan bagimu
Agamamu”.
Maka sejak saat itu syariat Islam telah
sempurna, tidak perlu ada revisi, baik pengurangan, maupun penambahan.
Syahadadnya, Salat-nya, Zakatnya, puasa dan hajinya semuanya telah disyariatkan
secara sempurna.
Akan tetapi dalam kenyataannya, pada akhir
zaman ini, ada yang menyatakan salat tidak perlu lagi dengan gerakan rukuk,
sujud, tidak perlu lagi tasyahud awal dan akhir, cukup dengan niat. Ini adalah
pemahaman baru (memasuki pemahaman aliran kepercayaan, niat adalah merupakan
rukun dari salat dan tidak berarti salat orang yang mengerjakan salat tanpa
niat. Rasulullah menyatakan: “Sesungguhnya
segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya”. Akan tetapi
jika salat itu hanya niat saja sudah cukup, itu bukan salat namanya.
Sebagai lukisan sederhana kami mengutip buku
Islam Agama Rasional, karya Mehdi Khorasani-A.F.B. Baines-Hewitt, tentang
pengalaman Mohammad Asad. Sebelum masuk Islam bernama Leopold Weiss. Dalam
perjalanannya ke Negara-negra Islam. Leopold Weiss melihat kaum muslimin
sembahyang berjamaah di suatu desa.
Ia bertanya pada
imam desa itu: “Apakah Tuan sesungguhnya
bahwa Tuhan menghendaki supaya tuan-tuan perlihatkan penghormatan kepada-Nya
dengan berulang-ulang, Rukuk, dan sujud kepadanya? Tidakkah lebih baik apabila
hanya dengan melihat kedalam hati dan menyembahnya dengan diam-diam?”
Imam desa itu menjawab: ”betapa pula kami akan menyembah Tuhan? Bukankah ia
menciptakan manusia dalam bentuk jasmani dan rohani, tidakkah patut orang
menyembah Dia dengan rohani dan jasmani.
Agama Islam bukan saja menganggap jiwa
manusia itu sebagai struktur, tertapi seluruh wujud kemanusiaan merupakan suatu
struktur yang bulat. Istilah ‘hati’ dan ‘akal’ lebih merupakan pengucapan
simbolik.
Di sinilah kesempurnaan Islam yang
menghargai kegiatan lahir dan juga kegiatan batin dan kedua-duanya membutuhkan
makan dan perawatan kesehatan yang sama agar sehat badan jasmani dan rohaninya,
sehingga firman Allah: “carilah kebahagiaan
akhirat , akan tetapi jangan lupakan bagianmu di dunia ini”. (Q.S. Al-Qashas.77)
Rasulullah
bersabda: ”Salatlah kamu semua seperti saya
salat”. Dengan demikian berarti Rasulullah mengerjakan salat. Akan
tetapi mengapa agama sekarang diartikan secara dangkal? Perintah Rasulullah itu
adalah merupakan ibadah praktik dan umat Islam tidak boleh begitu saja
meninggalkan praktik ibadah tersebut. Mereka menganggapnya ritual itu bisa
diubah-ubah, disesuaikan dengan zaman dan kesibukan manusia, sehingga mereka
yang tidak mengerti syariat secara sempurna dianggapnya hal itu tidak efektif,
dan efesien. Ini adalah Dajjal (pembohong besar), yang sangat perlu diwaspadai
dan dicermati, sehing-ga tidak menjalar kepada masya-rakat Islam awam lainnya.
Konsekwensinya,
jika salat hanya cukup dengan niat saja, maka masjid-masjid di seluruh duania
harus dibongkar dan diganti dengan mall dan supermarket. Paham ini dipersilakan
jika berani menghadapi umat Islam di seluruh dunia, sebab efeknya seakan tidak
perlu lagi ka’bah dan masjid Nabawi, serta Masjidil Haram. Itu semua harus
dibong-kar karena tidak efektif dan efisien.
Jika salat tidak perlu rukuk dan sujud dan
cukup hanya dengan niat saja, padahal masjid adalah merupakan tempat untuk
rukuk dan sujud, demi kemulyaan Islam dan Al-Islamu Yaklu wala Yukla alaih (Islam
itu tinggi dan tidak ada yang melebihinya).
Semua syariat Islam itu sudah sempurna,
yang dikumpulkan dalam suatu wadah yang bernama ‘agama’ yang artinya ‘tidak
kocar kacir’ atau dalam arti lain dalam bahasa sansekertanya: A = tidak, dan
Gama = rusak. Artinya (orang yang beragama tidak akan mengalamai kerusakan).
Atau disebut juga ”Addienun Naasi-hah”;
(agama itu adalah nasihat). Di sini siapa pun yang dalam hidupnya tidak ingin
kocar-kacir, rusak dan mendapatkan petunjuk maka beragamalah.
Poin kedua
: “Dan aku cukupkan nikmatku bagimu”.
Sejak kurang lebih 1500 tahun yang lalu, nikmat yang telah diberikan Allah itu
sudah sempurna, dan bahkan seandainya kita diperintahkan untuk
menghitung-hitung nikmat yang diberikan oleh Allah, kita tidak akan mampu
menghitung-nya. Saking besarnya karunia nikmat itu, dan itu wajib kita syukuri.
Allah berfirman :”wamaa uutiitum minal ilmi illa qoliila”,
(Dan tidaklah aku berikan kepada kamu semua ilmu, kecuali sedikit). Ahli tafsir
mengatakan jarum dimasuk-kan ke dalam lautan, kemudian diangkat. Tetesan air
yang ada pada jarum itulah yang diberikan Allah, yang diperebutkan oleh seluruh
manusia di dunia.
Akan tetapi nikmat itu tidak akan cukup jika
tidak digabungkan dengan agama. Dengan Agamalah nikmat itu terasa sebagai
anugerah dari Allah Swt. Disinilah kita akan menemukan kepuasan batin didalam
pengabdian sebagai hamba.
Poin ketiga
: “Dan aku ridho Islam itu sebagai Agamamu”.
Kita hidup di dunia ini adalah sebagai konsumen nikmat Allah. Jika kita
beriman, kemudian beramal salih, saling berwasiat kepada kebe-naran dan saling
berwasiat kepada kesabaran, maka Allah telah bersumpah demi masa, manusia tidak
akan merugi.
Marilah
kita menjaga agama ini dengan ibadah sesuai dengan syariatnya yang benar,
sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Rasulullah Saw. Mudah mudahan anak
keturunan kita menjadi generasi yang salih dan salihah dan menjadi pemimpin
bagi umat yang bertakwa, dan keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah serta selamat dunia dan akheranya. Amiim ya robbal aalamiin.
Sesung
guhnya Islam
bermula dari
kete
rasingan dan
kelak
akan kembali
menja
di terasing,
maka
beruntunglah
bagi
orang-orang yang
terasing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar