Berkah atau barakah
merupakan sebuah kata yang penuh makna. Dari zaman ke zaman, umat Islam
berlomba-lomba untuk mencari keberkahan tersebut di dalam setiap segi
kehidupannya. Ada yang mengharapkan keberkahan
rezki, keberkahan umur, keberkahan ilmu, keberkahan tempat dan lain
sebagainya.
ARTI BERKAH / BAROKAH
Menurut imam Syamsuddin Al-Sakhawi, berkah
adalah :
اَلْمُرَادُ بِالْبَرَكَةِ النُّمُوُّ
وَالزِّيَادَةِ مِنَ الْخَيْرِ وَالْكَرَامَةِ. (القول البديع فى الصلاة على
الحبيب الشفيع، 91)
“Yang
dimaksud dengan berkah adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan
kemuliaan”. (Al-Qawl
Al-Badi’ fi Al-Shalah ‘ala Al-Habib Al-Syafi’ halaman 91)
Dalam
tafsir Khazin disebutkan :
ثُبُوْتُ الْخَيْرِ الْإِلٰهِى فِى الشَّيْءِ
“Adanya
suatu kebaikan Tuhan yang diletakkan pada sesuatu” (Tafsir Khazin juz 2
halaman 218).
Kebaikan Allah diletakkan pada sesuatu. Ada yang
diletakkan pada diri Nabi, cangkir Nabi, baju Nabi, pada diri ulama,
orang-orang shaleh, pada ayat-ayat suci Al-Qur’an, seperti pada surat Yasin,
surat Kahfi, surat Al-Ikhlash, ayat kursi
dan lain sebagainya. Dan juga dapat diletakkan pada benda seperti Hajar
Aswad, mimbar Nabi, baju Nabi dan lain sebagainya. Lalu pada tempat, seperti maqam
Ibrahim, hijir Isma’il dan lainnya.
Pendeknya kebaikan Allah, rahmat Allah itu banyak
sekali, melimpah ruah dan diletakkan-Nya pada sesuatu yang dikasihi-Nya.
Dalam
Al-Qur’an, penggunaan kata berkah sering kita jumpai. Pemberian berkah hanya berasal, milik dan hak
priogresif Allah swt semata. Oleh karenanya, kita jumpai ayat-ayat yang
menyatakan bahwa Allah swt memberi berkah kepada mahluk-mahluk-Nya. Di antara
ayat-ayat yang mengandung kata-kata berkah adalah :
قِيْلَ يَا نُوْحُ اهْبِطْ بِسَلاَمٍ
مِّنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلٰى أُمَمٍ مِّمَّنْ مَّعَكَ ......
Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah
dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas
umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu ….. ." (Q.S. 11
Huud 48)
فَلَمَّا جَاءَهَا نُوْدِيَ أَنْ بُوْرِكَ مَنْ فِي النَّارِ وَمَنْ حَوْلَهَا ......
Maka tatkala dia tiba
di (tempat) api itu, diserulah dia: "Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan
orang-orang yang berada di sekitarnya ……. ".(Q.S. 27
An Naml 8)
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰى إِسْحَاقَ ......
Kami limpahkan keberkatan
atasnya dan atas Ishak. ….. (Q.S. 37 Ash Shaaffaat 113)
وَجَعَلَنِيْ مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنْتُ ......
dan Dia menjadikan aku (Isa)
seorang yang diberkati di mana saja aku berada,
….. (Q.S. 19 Maryam 31)
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرٰى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ اٰيٰتِنَا ......
Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam darl Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) Kami ….. (Q.S. 17 Al Israa' 1)
فَلَمَّا أَتَاهَا نُوْدِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ فِي
الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ .....
Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api
itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang
pohon kayu…. (Q.S. 28 Al Qashash 30)
وَهٰذَا كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوْهُ وَاتَّقُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami
turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat,(Q.S. 6 Al An'aam 155)
اَللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيْهَا
مِصْبَاحٌ، اَلْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ، اَلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ
يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلاَ
غَرْبِيَّةٍ .....
Allah (Pemberi)
cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada
pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon
zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat (nya), …...(Q.S. 24 An Nuur 35)
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah
yang memberi peringatan.(Q.S. 44 Ad Dukhaan 3)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرٰى اٰمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ......
Jika sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, …..(Q.S. 7 Al A'raaf 96)
وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِيْنَ كَانُواْ يُسْتَضْعَفُوْنَ
مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِيْ بَارَكْنَا فِيْهَا ......
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah
ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang
telah Kami beri berkah padanya …...(Q.S. 7 Al A'raaf 137)
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبَارَكاً وَهُدًى
لِّلْعَالَمِيْنَ
Sesungguhnya rumah
yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah
yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
(Q.S. 3 Ali 'Imran 96)
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا
فَأَنْبَتْنَابِهِ جَنّٰتٍ وَّحَبَّ
الْحَصِيْدِ
“Dan Kami turunkan
dari langit air yang diberkati lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon
dan biji-biji tanaman yang diketam”. (Q.S. 50 Qaaf 9)
Dan dari dua ayat yang terahir ini,
ada kisah yang menarik yaitu : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (ulama
Wahhabi kontemporer yang sangat popular), mempunyai seorang guru
yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahabi, yaitu Syaikh
Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di, yang
dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di. Ia memiliki banyak karangan,
di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Tafsir Al-Karim
Al-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang
mengikuti manhaj pemikiran Wahabi. Meskipun Syaikh Ibnu Sa’di, termasuk ulama
Wahabi yang ekstrim, ia juga seorang ulama yang mudah insyaf dan mau mengikuti
kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.
Suatu ketika, Al-Imam Al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani
(ayahanda Abuya Al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliki) sedang duduk-duduk di
serambi Masjid Al-Haram bersama halaqah pengajiannya.
Sementara di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu
Sa’di juga duduk-duduk. Sementara orang-orang di Masjidil Haram larut dalam
ibadah shalat dan thawaf yang mereka lakukan.
Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram penuh dengan mendung
yang menggelantung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan yang sangat lebat. Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan
lebatnya. Akibatnya, saluran air di
atas Ka’bah mengalirkan airnya dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin
yang berbentuk kubus itu, orang-orang
Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan
menuju saluran itu dan mengambil air tersebut, dan kemudian mereka
tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air
itu. Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia,
yang sebagian besar berasal dari orang Baduwi daerah Najd itu, menjadi terkejut
dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur
kesyirikan dan menyembah selain Allah swt. Akhirnya para polisi pamong praja
itu berkata kepada orang-orang Hijaz yang sedang mengambil berkah air hujan
yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu, “Jangan kalian lakukan wahai
orang-orang musyrik. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik.”
Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz
itu pun segera berhamburan menuju halaqah Al-Imam Al-Sayyid ‘Alwi Al-Maliki
Al-Hasani dan menanyakan prihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang
mengalir dari saluran air di Ka’bah itu. Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan dan
bahkan mendorong mereka untuk melakukannya. Akhirnya untuk yang kedua kalinya,
orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi
menuju saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air
hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi Baduwi
tersebut. Bahkan mereka berkata kepada para polisi baduwi itu, “Kami tidak
akan memperhatikan teguran Anda, setelah
Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.” Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan
teguran, para polisi Baduwi itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu
Sa’di, guru mereka.
Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa
air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi
Baduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil
selendangnya dan bangkit menghampiri halaqah Sayyid ‘Alwi dan duduk di
sebelahnya. Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul
mengelilingi kedua ulama besar itu. Dengan penuh sopan dan tata krama layaknya
seorang ulama, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi: “Wahai
Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun
dari saluran air di Ka’bah itu ada
berkahnya?” Sayyid ‘Alwi
menjawab: “Benar, bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”
Syaikh Ibnu Sa’di berkata: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Sayyid ‘Alwi menjawab:
$ Karena Allah swt berfirman dalam
Kitab-Nya tentang air hujan: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkati. (Q.S. 50 Qaaf 9)
$ Allah swt juga berfirman mengenai Ka’bah: إِنَّ
أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ
مُبَارَكاً
Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah
yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi (Q.S. 3 Ali 'Imran 96)
Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas
Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah
yang terdapat pada Baitullah ini.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di
merasa heran dan kagum kepada
Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa’di itu
melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai
pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi: “Subhanallah
(Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”
Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan
halaqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkata kepada Syaikh Ibnu Sa’di: “Tenang
dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihat para polisi Baduwi itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan
mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu
sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan orang dan
mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang yang seperti
anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah anda menuju saluran air di Ka’bah itu, lalu ambillah air
di situ di depan para polisi Baduwi itu, sehingga mereka akan berhenti
mensyirikkan orang lain.”
Akhirnya mendengar saran Sayyidn ‘Alwi
tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkit menuju saluran air di Ka’bah. Ia
basahi pakaiannya dengan air itu, dan
ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil
berkahnya. Melihat tingkah laku Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Baduwi itu pun pergi meninggalkan Masjidil
Haram dengan perasaan malu.
Semoga Allah SWT merahmati Sayyidina Al-Imam
‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki
Al-Hasani. Amin. Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya).
Beliau murid Sayyid ‘Alwi Al-Maliki dan termasuk salah seorang saksi mata
kejadian itu.
Syaikh Ibn Sa’di sebenarnya seorang yang sangat alim. Ia pakar
dalam bidang tafsir. Apabila berbicara tafsir, ia mampu menguraikan makna dan
maksud ayat Al-Qur’an dari berbagai aspeknya di luar kepala dengan bahasa yang
sangat bagus dan mudah dimengerti. Akan tetapi sayang, ideologi Wahabi yang diikutinya berpengaruh terhadap paradigma
pemikiran beliau. Aroma Wahabi sangat kental
dengan tafsir yang ditulisnya.
Syaikh
Abdur-Rahman bin Nashir bin Abdillah Alu Sa’di Tamimi Al Hambali diilahirkan di
kota ‘Unaizah, Qashim sebuah daerah di Najd, Arab Saudi, pada tahun 1307 H.
Beliau wafat pada waktu fajar, hari Khamis, 23 Jumadil Akhirah 1376 H. Diantara
murid-murid beliau adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin; Syaikh
Sulaiman bin Ibrahim Al-Bassam; Syaikh
Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al-Mathu’; Syaikh Abdullah bin Abdur-Rahman Al-Bassam; Syaikh Muhammad
Al-Manshur Az-Zamil; Syaikh Ali bin Muhammad Az-Zamil; Syaikh Abdullah
bin Abdul-Aziz bin ‘Aqil; Syaikh Abdullah Al-Muhammad Al-‘Auhali dan Syaikh
Abdullah bin Hasan Alu Buraikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar