Hukum mencium tangan
Sudah menjadi kebiasaan yang jamak di lingkungan
pesantren untuk mencium tangan. Seorang santri akan mencium tangan
seorang kiyai atau ustadznya. Sebagai
rasa penghormatan seorang santri kepada kiyainya. Mungkin hanya sedikit
yang tahu bahwa mencium tangan ini adalah salah satu dari sunah Nabi, bukan tradisi yang diada-adakan. Jadi apabila ada sebagian orang
yang menganggap mencium tangan adalah pengkultusan atau penyembahan
kepada seorang kiyai, maka sudah pasti orang yang berpendapat tersebut adalah
salah! Karena dia tidak mengamalkan apa yang telah dicontohkan oleh para
salafus shalih.
Dan di bawah ini adalah beberapa dalil yang
membolehkan bahkan disunatkan untuk mencium tangan, kaki Nabi; juga mencium
tangan Ahlul Bait dan Ulama pewaris Nabi
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ
حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ أَبِي زِيَادٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمٰنِ بْنَ أَبِي لَيْلَى حَدَّثَهُ أَنَّ
عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ كَانَ فِي سَرِيَّةٍ ..... فَلَمَّا
خَرَجَ قُمْنَا إِلَيْهِ فَقُلْنَا نَحْنُ الْفَرَّارُوْنَ فَأَقْبَلَ إِلَيْنَا
فَقَالَ لَا بَلْ أَنْتُمُ الْعَكَّارُوْنَ قَالَ فَدَنَوْنَا فَقَبَّلْنَا
يَدَهُ فَقَالَ إِنَّا فِئَةُ الْمُسْلِمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Yunus, telah menceritakan kepada kami
Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu Ziyad, bahwa Abdurrahman bin Abu Laila telah menceritakan
kepadanya bahwa Abdullah bin Umar
telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah berada dalam kesatuan militer
….. Kemudian tatkala beliau keluar maka kami berdiri menuju kepadanya dan kami
katakan; kami adalah orang-orang yang
melarikan diri. Lalu beliau menghadap kepada kami dan berkata: "Tidak, melainkan kalian adalah
orang-orang yang kembali berperang." Ibnu Umar berkata; kemudian
kami mendekat dan mencium tangan beliau. Lalu beliau berkata: "Kami
adalah kelompok orang-orang muslimin." (H.R. Abu Dawud no. 2649)
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ يُوْنُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ أَبِي
زِيَادٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمٰنِ بْنَ أَبِي
لَيْلٰى حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ
عُمَرَ حَدَّثَهُ وَذَكَرَ قِصَّةً قَالَ فَدَنَوْنَا يَعْنِيْ مِنَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا
يَدَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami
Yazid bin Abu Ziyad bahwa 'Abdurrahman bin
Abu Laila menceritakan kepadanya bahwa Abdullah
bin Umar menceritakan kepadanya, lalu ia menyebutkan kisahnya. Ia berkata, "Kami mendekat kepada Nabi
saw, lalu kami mencium tangannya." (H.R. Abu Dawud no. 5225. Ibnu Majah no.
3835. Ahmad no. 4853)
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عِيْسَى بْنُ الطَّبَّاعِ حَدَّثَنَا مَطَرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ الْأَعْنَقُ حَدَّثَتْنِي أُمُّ
أَبَانَ بِنْتُ الْوَازِعِ بْنِ زَارِعٍ عَنْ جِدِّهَا زَارِعٍ وَكَانَ فِي وَفْدِ
عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِيْنَةَ فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ
مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ قَالَ
وَانْتَظَرَ الْمُنْذِرُ الْأَشَجُّ حَتّٰى أَتٰى عَيْبَتَهُ فَلَبِسَ ثَوْبَيْهِ ثُمَّ
أَتٰى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ إِنَّ فِيْكَ خَلَّتَيْنِ
يُحِبُّهُمَا اللهِ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ قَالَ يَا رَسُولَ اللهِ أَنَا
أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمِ اللهُ جَبَلَنِيْ عَلَيْهِمَا قَالَ بَلِ اللهُ جَبَلَكَ
عَلَيْهِمَا قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي جَبَلَنِيْ عَلىٰ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ وَرَسُوْلُهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa bin Ath-Thabba',
telah menceritakan kepada kami Mathar bin 'Abdurrahman Al-A'naq, telah menceritakan kepadaku Ummu Aban bintil Wazi'
bin Zari' dari kakeknya Zari' saat itu ia sedang bersama rombongan
utusan Abdu Qais, ia berkata, "Ketika
kami tiba di Madinah, kami saling berlomba memacu kendaraan kami, lalu
kami mencium tangan dan kaki beliau." Ia (perawi) berkata,
"Al-Mundzir Al-Asyaj masih menunggu hingga tempat pakaiannya tiba, lalu ia
kenakan pakaiannya tersebut. Setelah itu ia datang menemui Nabi saw. Beliau
lantas bersabda kepada Al-Mundzir: "Sesungguhnya engkau mempunyai dua
tabiat yang disukai oleh Allah dan
Rasul-Nya; santun dan sabar." Al-Mundir bertanya, "Wahai Rasulullah,
memang aku berakhlak demikian atau Allah yang
memberikan itu kepadaku?" beliau menjawab: "Allah yang
memberikan itu kepadamu." Al-Mundzir berkata, "Segala puji milik
Allah yang telah memberiku dua tabiat yang
disukai oleh Allah dan Rasul-Nya." (H.R. Abu Dawud no.
5227)
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ إِدْرِيْسَ وَغُنْدَرٌ وَأَبُو
أُسَامَةَ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
سَلَمَةَ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ أَنَّ قَوْمًا مِنَ الْيَهُوْدِ
قَبَّلُوْا يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَيْهِ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar telah menceritakan kepada kami Abdullah bin
Idris dan Ghundar dan Abu Usamah dari Syu'bah dari 'Amru bin Murrah dari
Abdullah bin Salamah dari Shafwan bin 'Assal, bahwa sekelompok orang Yahudi
mencium tangan dan kedua kakinya Nabi saw." (H.R. Ibnu Majah no. 3836, Nasa’i no. 4089)
Atas dasar hadits di atas, para ulama mensunahkan
mencium tangan ulama, guru, orang
shaleh serta orang-orang yang kita hormati. Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya Fatawi Al-Imam
Al-Nawawi halaman 79 sebagai berikut :
يُسْتَحَبُّ تَقْبِيْلُ أَيْدِى الصَّالِحِيْنَ وَفُضَلاَءِ
الْعُلَمَاءِ وَيُكْرَهُ تَقْبِيْلُ يَدِ غَيْرِهِمْ. (فتاوى الإمام النووي 79)
“Disunahkan
mencium tangan orang-orang shaleh dan para ulama yang utama. Namun mencium tangan selain orang-orang itu hukumnya makruh”.
(Fatawi Al-Imam Al-Nawawi
halaman 79)
Ketika
menjelaskan perkataan imam Nawawi, Syekh Muhammad Al-Hajjar dalam ta’liq (komentar) kitab Fatawi Al-Imam
Al-Nawawi menyatakan :
فَإِذَا أَرَادَ تَقْبِيْلَ يَدِ غَيْدِهِ إِنْ كَانَ ذٰلِكَ لِزُهْدِهِ وَصَلاَحِهِ أَوْ
عِلْمِهِ وَشَرَفِهِ وَصِيَانَتِهِ أَوْ نَحْوِ ذٰلِكَ مِنَ اْلأُمُوْرِ
الدِّيْنِيَّةِ لَمْ يُكْرَهْ، بَلْ يُسْتَحَبَّ. لِأَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ
قَبَّلَ يَدَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ . وَإِنْ
كَانَ لِغِنَاهُ وَدُنْيَاهُ وَثَرْوَتِهِ وَشَوْكَتِهِ وَوِجَاهَتِهِ أَهْلِ
الدُّنْيَا وَنَحْوِ ذٰلِكَ فَهُوَ
مَكْرُوْهٌ شَدِيْدُ اْلكَرَاهَةِ. (فتاوى الإمام
النووي 80)
“Mencium
tangan orang lain, bila itu dilakukan karena orang tersebut zuhud, shaleh,
berilmu, mempunyai kemulyaan, serta bisa menjaga diri, atau perkara yang
semisal yang berkaitan dengan masalah agama, maka perbuatan itu tidak
dimakruhkan, bahkan termasuk perbuatan sunah.
Karena sesungguhnya Abu Ubaidah pernah mencium tangan Saidina Umar
ra. Tapi jika dilakukan karena orang tersebut memiliki kekayaan, karena
dunianya, pengaruhnya serta kekuatannya di hadapan ahli dunia, serta perbuatan lain yang serupa, maka hukumnya makruh,
dengan kemakruhan yang sangat besar”. (Fatawi Al-Imam Al-Nawawi halaman 80)
Selanjutnya DR. Ahmad Al-Syarbashi dalam kitabnya Yas’alunaka
fi Al-Din wa Al-Hayah menyimpulkan :
فَأَنْتِ تَرٰى مِنْ هٰذَا أَنْ تَقْبِيْلَ
الْيَدِ إِذَا أُرِيْدَ بِهِ غَرَضٌ كَرِيْمٌ كَانَ كَرِيْمًا، وَ هٰذَا هُوَ
الْأَصْلُ فِيْهِ. إِذَا
أُسِيْئَ إِسْتِغْلاَلُهُ صَارَ مَرْذُوْلًا،
شَأْنَ كُلِّ مَقْبُوْلٍ يَسُوْءُ إِسْتِعْمَالُهُ. (يسألونك فى الدين والحياة، ج
2 ص 642).
“Dari sini dapat kamu lihat, bahwa apabila mengecup
tangan itu dimaksudkan
dengan tujuan yang baik, maka (perbuatan itu) menjadi baik. Inilah hukum asal
dalam masalah mencium tangan ini. Namun bila perbuatan itu digunakan untuk
kepentingan dan tujuan yang jelek, maka termasuk
perbuatan yang terhina. Sebagaimana halnya setiap perbuatan baik yang diselewengkan untuk kepentingan yang
tidak dibenarkan”. (Yas’alunaka
fi Al-Din wa Al-Hayah juz 2 halaman 642).
Lalu apakah manfaatnya? Kata Prof. DR. Sarlito W.
Sarwono, psikolog dan guru besar Universitas Indonesia, berdasarkan
eksperimen Ivan Patrovich Pavpov (1849-1936), yang kemudian melahirkan teori Behaviorisme, setiap lembaga pendidikan seperti
pesantren, yang membiasakan santrinya mencium tangan pengasuh atau
ustadznya, maka akan menumbuhkan rasa
cinta dan patuh pada guru/ustadz tersebut yang pada gilirannya akan lebih mudah diatur sehingga mewujudkan kedisiplinan
dan kepatuhan dalam mengerjakan tugas dan
aturan pada lembaga tersebut. Hal ini
tentu sangat dibutuhkan untuk keberhasilan sebuah pendidikan.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan kenyataan pada
saat ini, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak/belum menerapkan
perbuatan tersebut (mencium tangan gurunya), kebanyakan muridnya sangat sulit diatur, tidak sedikit murid mendemo guru dan
kepala sekolahnya, mahasiswa mendemo
dosen bahkan rektornya. Ini semua karena kekurang tawadhu’an murid
terhadap gurunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar