Sunnah
menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw
dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh
serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi
ummat Islam. atau lebih mudahnya adalah sikap, tindakan, ucapan dan cara
Rasulullah saw menjalani hidupnya atau suatu aktifitas yang dilakukan oleh
Rasulullah saw.
Sunnah
merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran atau informasi yang
disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara
Rasulullah disebut sebagai hadits atau Sunnah
Namun
istilah Sunnah Rasul yang populer di malam Jum’at adalah hubungan suami istri. Mungkin
maksudnya adalah untuk menutupi sesuatu yg dianggap vulgar, maka digunakan
istilah Sunnah Rasul sebagai pengganti dari istilah ML.
Dalam
sebuah hadits disebutkan :
عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ الثَّقَفِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ
غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ
يَرْكَبْ فَدَنَا مِنَ اْلإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ
خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
Dari Aus bin Aus
Ats-Tsaqafiy dia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa
yang bersuci dan mandi pada hari Jum'at, kemudian bergegas berangkat dengan berjalan,
tidak dengan menaiki dan mendekat dengan imam, lalu mendengarkan
khutbah dan tidak berbuat sia-sia, maka baginya setiap langkah pahala satu
tahun puasa dan shalat malamnya” (H. R. Ahmad no. 16603),
Imam Nawawi menjelaskan bahwa derajat hadits ini adalah Hasan, dan hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam At-Turmudzi, Imam Nasa'i , Imam Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan.
Ulama' berselisih pendapat mengenai harokat hurufsin pada kata
"ghosala", apakah ditasydid atau tidak sebagaimana mereka berselisih
pendapat mengenai maksud dari kata tersebut. Namun, baik kata tersebut dibaca
ghosala (tanpa tasydid) atau ghossala (dengan ditasydid) sebagian ulama'
menjelaskan bahwa maksud dari kata tersebut adalah menggauli istrinya
sebagaimanan yang dikatakan oleh Az-Zamahsyari.
Jika kita mengikuti ulama' yang membaca dengan ghossala (dengan tasydid) arti dari kata terebut adalah "memandikan", maksudnya karena sang suami menjima' istrinya dan menyebabkannya mandi jinabat, maka secara tidak langsung sang suami telah "memandikan" istrinya. Dan jika mengikuti riwayat dengan menggunakan kata ghosala (tanpa tasydid) menurut Imam Al-Azhari artinya juga jima'.
Kesimpulannya, hadits diatas dijadikan dalil oleh sebagian ulama' tentang kesunahan menjima' istri sebelum berangkat sholat jum'at. Nah, dikarenakan disunatkan untuk bergegas pergi kemasjid dipagi hari maka dipahami bahwa jima' tersebut dilakukan dimalam hari, akhirnya disimpulkan hukum kesunahan menjima' istri pada malam jum'at.
Kesimpulan hukum ini dikuatkan oleh satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam kitab Syu'abul Iman :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يُجَامِعَ أَهْلَهُ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ فَإِنَّ لَهُ
أَجْرَيْنِ أَجْرُ غُسْلِهِ، وَأَجْرُ غُسْلِ
امْرَأَتِهِ
Dari Abu Hurairah dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apakah
seorang dari kalian tidak mampu untuk mendatangi istrinya setiap jum'at,
sesungguhnya bagi dia dua pahala, pahala mandinya sendiri dan pahala memandikan
istrinya. (Kitab Syu'abul Iman lil Baihaqi hadits no. 2859)
Adapun hikmah dari kesunahan menggauli istri sebelum pergi sholat
jum'at adalah agar matanya tidak melihat hal-hal yang mengganggu pikirannya
saat pergi ke masjid dan menjadikan
hatinya tenang, sehingga sholatnya menjadi lebih khusu', hikmah lainnya adalah
membantu istrinya untuk memperoleh kesunatan mandi jum'at.
Adapun
riwayat: “Barangsiapa melakukan hubungan
suami istri di malam Jumat maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.”
mohon ma’af kami belum berhasil menelusurinya.
Adapun
apakah dilakukan malam Jum’at atau pagi pada hari Jum’at, secara khusus kami
belum mendapatkan keterangan, hanya saja dalam hadits tsb dikatakan yaum Al-Jum’ah,
yang berarti hari Jum’at, dan perhitungan hari dalam Islam itu sejak matahari
terbenam, yaitu hari Kamis disaat matahari terbenam sampai hari Jum'at matahari
akan terbenam. Sehingga baik “malam Jum’at” maupun “pagi Jum’at” itu masih
terkategori “hari Jum’at”, namun dalam riwayat itu anjurannya sebelum berangkat
ke masjid.
Dalam
hadits disebutkan :
عَنْ أَبِى
سَعِيْدٍ الْخُدْرِىِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
Dari Abi Sa'id
Al-Khudri ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Mandi Hari Jum'at itu wajib
atas setiap orang yang sudah baligh. (H. R. Bukhari no. 879)
Masalah
arti wajib pada hadits di atas bisa di lihat di tulisan kami pada http://www.wongsantun.com/2015/09/cara-memahami-teks-al-quran-atau-hadits.html
Jadi
hubungan suami istri pada malam Jum’at itu memang ada anjurannya, hanya saja
sependek pengetahuan kami kalau dikatakan sama seperti membunuh seratus Yahudi atau
1000 orang kafir, kami belum tahu
dasarnya, (sudah kami telusuri lewat kitab2 hadits dan atau lewat program
maktabah syamilah), kalaupun ada riwayat shahih tentang hal itu, bukan berarti
Ibadah malam Jum’at hanya ‘itu’ saja,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar