Dunia merupakan
sebuah kehidupan yang mencintai nafsu, dimana kehidupan itu diukur dengan
standard kecintaannya pada materi. Mungkin ada yang tidak setuju dengan
pendapat ini. Namun, bagai-mana jika dunia didefinisikan al-Qur`an? Dalam
al-Qur’an telah disebutkan, yang artinya sebagai berikut :
Ketahuilah, bahwa sesung-guhnya
kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu. (Q.S. 57 Al Hadiid 20)
Dalam tulisan ini penulis tidak bermaksud
untuk mengatakan atau mengajak zuhud dengan artian menjauhi dunia dengan
sebenar-benarnya. Namun, yang penulis maksud adalah bagai-mana seseorang mampu
mengendalikan dunia, bukan sebaliknya.
Pengertian kehidupan dunia yang umumnya
berlaku bagi sebagian masyarakat adalah kehidupan waktu seseorang hidup,
kehidupan akhirat adalah kehidupan manusia sesudah mati. Meskipun ada yang
meyakini bahwa ia hidup hanya sementara namun hanya sebatas keyakinan. Waktu
hidup mereka bisa mengatur sendiri apa-apa yang dikehendaki, kalau ada
kesulitan barulah mereka meminta kepada Allah. Kehi-dupan seperti ini tak ubahnya
kehidupan hewani, sebab manu-sia adalah makhluk sosial ciptaan Allah, maka
selayaknya kemana kita berada, mestinya kita tidak bisa melepaskan diri dari
aktifitas sosial.
Suatu realita dikalangan kita, ketika
bertemu ada ciri has yang selalu kita dengar selain salam adalah “Sukses
ya”. Kata ini merupakan hal yang sungguh mulia. Namun, taukah kita,
mungkinkah dibalik kata sukses itu bermakna kehidupan meterialistis
sebagai tolok ukur sukses atau tidaknya kehidupan sebagaimana yang digambarkan
ayat di atas, Yang berangkat kerja dengan pakaian berdasi, mobil mewah
berjumlah lima, rumah megah berlantai tiga Atau yang lainnya, Namun, penulis
tetap berharap bahwa yang mereka maksud adalah sukses lahir batin & dunia
akhirat.
Sebab, bagi Allah ukuran nilai sukses
seseorang adalah ketika seorang hamba taat kepada Allah, hanya menja-dikan
Allah sebagai Ilah(Tuhan yang wajib disembah), sebagai Robb dan sebagai Malik.
Dan kelak masuk surga-Nya
Imam aL-ghazali dalam Minhajul `Abidin
mengatakan:
“Dunia adalah
musuh Allah, sedangkan Dia adalah kekasih-mu. Dunia adalah perusak akal,
sedangkan akal adalah harga-dirimu”.
Pembaca yang dicintai Allah, pernyataan
yang pasti kita katakan adalah: saya tidak akan mungkin menukar harga diri
dengan dunia, Itu adalah pernyataan yang kemungkinan besar kita katakan. Namun,
ada baiknya kita melihat, bagaimana perbuatan sehari-hari kita menjawab. Apakah
cinta dunia dengan sebenar-benarnya, atau tidak? Serta melalaikan-Nya atau
tidak
Masih dalam kitab Minhajul ‘Abidin :
Jika dunia
ini tetap ada
untukkita, maka kita tidak selamanya hidup di dunia. Lantas, manfaat apa
yang kita dapatkan jika mencari dan menghabiskan umur yang sangat berharga
untuknya?
Oleh sebab itu, jalan terbaik adalah
belajar, belajar karena Allah. Karenanya pada dasar-nya, dengan bertambahnya
ilmu akan dapat meningkatkan pengetahuan seorang Mukmin terhadap berbagai
dimensi kehidupan, baik urusan agama maupun yang lainnya, sehingga dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas beribadah serta akan dapat meningkatkan
kemampuan dan kompetensinya dalam menjalankan tugas pekerjaan yang dibebankan
kepadanya; akan mendapatkan derajat yang tinggi, akan lebih bisa mendekatkan
diri dan mengenal Allah, Tuhan yang telah menciptakannya serta akan selamat di
dunia dan di akhirat.
Dalam sebuah
ungkapan :
“Barangsiapa
yang ingin menda-patkan dunia maka harus dengan ilmu, barangsiapa yang ingin
mendapatkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barangsiapa yang ingin
mendapatkan kedua-nya maka harus dengan ilmu”.
Dan dalam
Al-Qur’an disebut-kan :
Katakanlah:
"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbu-atannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka me-nyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya. (Q.S. 18 Al Kahfi
103-104)
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia
dan perhi-asannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka
di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.Itulah
orang-orang yang tidak mem-peroleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di
akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang
telah mereka kerjakan? (Q.S. 11 Huud
15-16)
Seorang penyair mengatakan
”Anggap saja
dunia ini digiring kepadamu dengan mudah, tapi bukankah pada akhirnya ia akan
sirna?. Apa yang anda harapkan dari kehidupan yag tiada abadi? Dan tak lama
lagi akan digantikan oleh malam. Duniamu tak lain bagaikan bayang-bayang.
Menaungimu dan dengan segera pergi berlalu (meninggalkanmu). Bagaikan mimpi
penghias tidur atau bayang-bayang yang sirna, sesungguhnya orang yang cerdas
tidak akan terbujuk oleh hal-hal seperti itu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar