Ta'rif talak menurut bahasa Arab adalah melepaskan ikatan. Yang
dimaksud di sini adalah melepaskan ikatan pernikahan.
Apabila suami
istri terjadi perselisihan yang menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian
antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan
lain, sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka talak
(perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka,
sebab menurut asalnya hukum talak itu makruh, berdasarkan hadits :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ تَعَالَى
الطَّلاَقُ
Dari Ibnu Umar, dari nabi saw telah bersabda : sesuatu yang
halal yang amat dibenci Allah adalah talak. (H. R. Abu Daud no. 2180 dan Ibnu Majah no. 2096).
Hukum talak
1. Wajib.
Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang
mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai
2. Sunah.
Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kuajibannya
(nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kegormatan dirinya.
رَوِيَ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: إِنَّ إِمْرَأَتِيْ لَا تَرُدُّ يَدَ لَامِسٍ فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلِّقُهَا
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Nabi
saw dan berkata : Istriku tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya, jawab
Nabi saw, hendaklah engkau ceraikan perempuan itu. (Al-Muhadzdzab juz 3 halaman 3).
3. Haram.
dalam dua keadaan. (Pertama), menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam
keadaan haid. (Kedua), menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah
dicampurinya dalam waktu suci itu. Dalam sebuah hadits disebutkan :
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهْىَ حَائِضٌ
عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ،
ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثُمَّ تَحِيْضَ ، ثُمَّ تَطْهُرَ ، ثُمَّ
إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ ، فَتِلْكَ
الْعِدَّةُ الَّتِى أَمَرَ اللهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ
Dari Abdullah
bin Umar ra, bahwa pada masa Rasulullah saw, ia pernah menceraikan isterinya
dalam keadaan haid, maka Umar bin Al Khaththab pun menanyakan hal itu kepada
Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw bersabda : Perintahkanlah agar ia segera
meruju'nya, lalu menahannya hingga ia suci dan haid kembali kemudian suci. Maka
pada saat itu, bila ia mau, ia boleh menahannya, dan bila ingin, ia juga boleh
menceraikannya sebelum dicampuri. Itulah Iddah yang diperintahkan oleh Allah
untuk mentalak isteri. (H. R. Bukhari no. 5251 dan Muslim
no. 3725)
4. Makruh. yaitu hukum asal talak itu sendiri yang telah disebutkan di
atas.
Lafadz talak
1. Sarih
(terang), yaitu
kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan
pernikahan, seperti suami mengucapkan : Engkau tertalak, atau Saya
cerai kamu. Kalimat yang terang ini tidak perlu dengan niat. Berarti
apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus
bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat (cerita).
2. Kinayah
(sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu,
boleh diartikan untuk perceraian pernikahan atau yang lain, seperti kata suami,
pulanglah kamu ke rumah orang tuamu, atau pergilah dari sini.
Kalimat sindiran ini tergantung pada niatnya, artinya kalau tidak diniatkan
untuk perceraian nikah, maka tidak jatuh talaknya. Kalau di niatkan untuk
menjatuhkan talak,barulah talak itu jatuh.
Bilangan talak
Talak satu atau dua masih boleh
rujuk (kembali) sebelum habis masa iddahnya, dan boleh menikah kembali sesudah
masa iddahnya habis, dalam Al-Qur'an disebutkan :
الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ
تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan
cara yang baik. (Q.S. 2 Al Baqarah 229).
Adapun
talak tiga tidak boleh rujuk atau kawin kembali, kecuali apabila si perempuan
telah menikah dengan orang lain dan telah ditalak pula oleh suaminya yang kedua
itu, dalam Al-Qur'an disebutkan :
فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ
Kemudian jika si suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.(Q.S. 2 Al Baqarah 230)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar