عَنْ
قَيْسِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً يُصَلِّى بَعْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَلاَةُ الصُّبْحِ رَكْعَتَانِ. فَقَالَ الرَّجُلُ إِنِّى لَمْ أَكُنْ صَلَّيْتُ
الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا فَصَلَّيْتُهُمَا اْلآنَ. فَسَكَتَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dari Qois bin Amr ia berkata : Rasulullah saw pernah melihat
seorang lelaki yang mengerjakan shalat dua rakaat setelah shalat Subuh. Maka
Rasulullah saw bersabda, “Shalat Subuh itu hanya dua rakaat. Maka lelaki itu
menjawab: Sesungguhnya aku belum mengerjakan shalat (sunah) dua rakaat yang
seharusnya dikerjakan sebelumnya, kerana itu aku mengerjakannya sekarang ini.
Maka Rasulullah saw diam. (HR. Abu Daud no. 1269, Ahmad no. 24481 dan lainnya)
أَبَا سَعِيْدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ
الشَّمْسُ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
Abu Sa'id
Al-Khudri berkata; Rasulullah saw bersabda: Tidak boleh shalat sesudah Ashar
hingga matahari terbenam dan tidak boleh shalat sesudah shalat Fajar (Subuh)
hingga matahari terbit. (H. R. Muslim no. 1960 dan Ahmad no. 111)
1. Hadits pertama menunjukkan ada sahabat
perbag shalat dua rakaan sesudah shalat shubuh
2. Hadits kedua menunjukkan larangan shalat
sunah sesudah shalat Subuh
3. Bolehnya mengqadha shalat sunah sebelum Subuh dan dilaksanakan
sesudah shalat Subuh. Dengan catatan bahawa dia memang tidak berkesempatan atau
ada udzur sehingga dia tidak mengerjakannya sebelum Subuh. Adapun jika dia tidak
ada udzur ketika meninggalkannya, atau dia berkesempatan mengerjakannya sebelum
Subuh tapi dia tidak mengerjakannya, maka dia tidak diperbolehkan mengqadha’nya
setelah shalat Subuh
4. Dalam mengqadha’, boleh dikerjakan setelah shalat Subuh sebagaimana hadis Qais bin Amr di atas, dan boleh juga dikerjakan setelah berlalunya waktu terlarang shalat, yaitu setelah matahari agak meninggi.
5. Hendaknya seorang alim, ketika dia melihat ada orang yang mengerjakan amalan yang dzahiriahnya keliru atau tidak sesuai dengan apa yang diketahui selama ini, maka hendaknya dia memperjelas terlebih dahulu alasan orang tersebut mengerjakannya, agar dia tidak keliru dalam mengingkarinya.
6. Diamnya Nabi saw termasuk sunah baginda yang boleh dijadikan sebagai dasar hukum penetapan syariat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar