1. NIAT IHLAS
Pertama-tama
yang diperintahkan adalah ihlas ketika membacanya hanya karena Allah semata,
tidak dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan lain, untuk itu
niatnya harus ditata lebih dahulu, dalam sebuah hadits disebutkan :
حَدَّثَنَا
الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ
بْنُ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ
اللَّيْثِيَّ يَقُوْلُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi Abdullah bin Az-Zubair
dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al-Anshari berkata, telah mengabarkan
kepada kami Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah
bin Waqash Al-Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al-Khaththab
diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Semua
perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung)
apa yang diniatkan." (H.R. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 5036)
2. BERWUDHU
Sebelum membaca
Al-Qur’an hendaklah kita mengambil air wudhu terlebih dahulu, disamping badan
menjadi segar wudhu juga dapat menghapus kesalahan-kesalahan yang telah kita
perbuat, disebutkan dalam hadits :
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرِ بْنِ رِبْعِيٍّ الْقَيْسِيُّ حَدَّثَنَا أَبُوْ هِشَامٍ
الْمَخْزُومِيُّ عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ وَهُوَ ابْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ حَكِيْمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ عَنْ حُمْرَانَ
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ
الْوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتّٰى تَخْرُجَ
مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar bin Rib'i
Al-Qaisi telah menceritakan kepada kami Abu Hisyam Al-Makhzumi dari Abdul Wahid
-yaitu Ibnu Ziyad- telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Munkadir dari Humran dari Utsman bin
Affan dia berkata, "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa berwudlu,
lalu membaguskan wudlunya, niscaya kesalahan-kesalahannya keluar dari badannya
hingga keluar dari bawah kuku-kukunya." (H.R. Muslim 601)
3. BERSIWAK
Seyogyanya
apabila seorang mau membaca Al-Qur’an lebih dahulu membersihkan mulut dengan
bersugi (bersiwak) atau lainnya, suatu kesempatan Nabi pernah
bersabda :
وَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَيِّبُوْا اَفْوَاهَـكُمْ بِالسِّوَاكِ فَإِ
نَّهُ طَرِيْقُ الْقُرْآنِ
“ Nabi saw, bersabda : bersihkan mulut kalian
dengan bersiwak, karena sesungguhnya mulut adalah jalan (membaca) Al-Qur’an”. (Kitab Lubabul Hadits – Syekh
Jalaluddin As-Suyuti).
4. MEMBACA TA’AWWUDZ DAN BASMALAH
Sebelum membaca
Al-Qur’an hendaklah membaca ta’awwudz terlebih dahulu sebagai perlindungan
kepada Allah swt, dalam Al-Qur’an disebutkan :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu minta
perlindungan kepada Allah”. (Q.S. An-Nahl : 98).
Setelah membaca
ta’awwudz disunahkan membaca basmalah, kecuali pada awal surat Al-Fatihah dan
surat At-Taubah, serta di tengah-tengahnya kedua surat tersebut, keterangan
lebih lanjut dapat dibaca di buku ini bab ta’awwudz dan basmalah.
5. TARTIL
Dalam kitab مع القران الكريم karangan Syeikh
Doktor Sya’ban Muhammad Isma’il, beliau mengemukakan :
قَالَ الله تَعَالٰى: وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا ( اَلْمُزَّمِّلْ :4 ) فَإِنَّ
الْمُرَادَ بِالتَّرْتِيْلِ تَجْوِيْدُ الْحَرْفِ وَاِتْقَانُ النُّطْقِ
بِالْكَلِمَاتِ فَقَدْ سُئِلَ عَلِيُّ بْنُ اَبِى طَالِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَنِ التَّرْتِيْلِ فِى هٰذِهِ اْلآ يَةِ فَقَالَ: اَلتَّرْتِيْلُ تَجْوِيْدُ الْحُرُوْفِ
وَمَعْرِفَةُ الْوُقُوْفِ، وَقَوْلُهُ تَعَالٰى: وَرَتِّلْ، اَمْرٌ وَهُوَ
هُنَا لِلْوُجُوْبِ
“Allah Ta’ala telah berfirman : وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا (dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil, surat Al-Muzammil
ayat 4), yang dimaksud dengan tartil
itu ialah mentajwidkan
huruf dan membunyikan
kalimat-kalimat Al-Qur’an itu dengan mantap. Saidina Ali ra, sungguh
telah ditanya tentang arti tartil dalam ayat ini, beliau menjawab : Tartil ini
maksudnya mentajwidkan huruf dan mengetahui waqof. Dan firman allah Ta’ala :
Warottil adalah fi’il amar dan dia itu di sini untuk menunjukkan perintah
wajib. (Kitab Ma’al Qur’anil karim).
6. TADABBUR, KHUSYU’ DAN
KHUDHU’
Seyogyanya
seorang pembaca Al-Qur’an hendaklah bersifat dan berlaku tadabbur (memahami
maknanya), khusyu’ (tentang lahir dan batin dengan konsentrasi yang baik), dan
khudhu’ (rendah diri).
7. MENANGIS DAN MEMPERINDAH SUARA / MELAGUKAN
Disunahkan
menangis (pada ayat yang seharusnya menangis) atau berbuat agar menangis bagi
yang tidak dapat langsung menangis, karena menangis itu adalah sifat para
‘arifin, orang tersebut pertanda hamba-hamba Allah yang shaleh. Dalam Al-Qur’an
disebutkan :
وَيَخِرُّوْنَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ
وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
(bacaan Al-Qur’an) itu mereka bertambah khusyu’. (Q.S. Al-Isro’ :109).
Disunahkan juga memperindah suara ketika membaca Al-Qur’an,
asalkan jangan sampai keluar dari batas-batas qiro’ah dengan memanjangkan
kelewat batas, misalnya jika membacanya sampai-sampai menambah huruf atau
mengurangi huruf, haram hukumnya. Tersebut dalam hadits Nabi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ بَشِيرِْ بْنِ
ذَكْوَانَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيْدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُوْ
رَافِعٍ عَنِ ابْنِ أَبِيْ مُلَيْكَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ السَّائِبِ
قَالَ قَدِمَ عَلَيْنَا سَعْدُ بْنُ أَبِيْ وَقَّاصٍ وَقَدْ كُفَّ بَصَرُهُ فَسَلَّمْتُ
عَلَيْهِ فَقَالَ مَنْ أَنْتَ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ مَرْحَبًا بِابْنِ أَخِيْ
بَلَغَنِيْ أَنَّكَ حَسَنُ الصَّوْتِ بِالْقُرْآنِ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ هٰذَا الْقُرْآنَ نَزَلَ بِحُزْنٍ فَإِذَا قَرَأْتُمُوْهُ فَابْكُوْا
فَإِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكَوْا وَتَغَنَّوْا بِهِ فَمَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِهِ
فَلَيْسَ مِنَّا
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin
Dzakwan Ad-Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim
berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Rafi' dari Ibnu Abu Mulaikah dari
'Abdurrahman bin As-Sa`ib ia berkata, "Sa'd bin Abu Waqash datang menemui
kami sementara matanya telah buta, maka aku pun mengucapkan salam kepadanya, ia
berkata, "Siapa kamu?" maka aku pun kabarkan kepadanya (siapa kami).
Ia pun berkata, "Selamat datang wahai anak saudaraku, telah sampai
kepadaku bahwa suaramu bagus ketika membaca Al-Qur`an. Aku mendengar Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya Al-Qur`an turun dengan kesedihan, jika kalian
membacanya maka bacalah dengan menangis, jika kalian tidak bisa menangis maka
berpura-puralah untuk menangis. Dan lagukanlah dalam membaca, barang siapa
tidak melagukannya maka ia bukan dari golongan kami." (H.R. Ibnu Majah no. 1398)
8. MENJADI HAK AYAT
Apabila ia
melewati ayat sajadah, maka ia sujud, demikian juga apabila ia mendengar ayat
sajadah dari orang lain maka ia sujud, maksudnya adalah
sujud tilawah. Dalam
hal ini Imam
Syafi’i mengatakan bahwa sujud tilawah dalam bacaan Al-Qur’an di luar
shalat dapat diganti dengan mambaca :
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ
اَكْبَرُ ×3 لَاحـَوْلَ وَلَا قُوَّةَ
اِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
9. MENGERASKAN /
MENYARINGKAN BACAAN
Ada beberapa
hadits yang menjelaskan bahwa menyaringkan suara ketika membaca Al-Qur’an lebih
afdhol (utama) dari pada membaca berbisik-bisik, dan ada pula hadits yang
menerangkan kebalikannya. Lalu para ulama’ mencari jalan keluar dari dua
keterangan yang saling berlawanan ini, mereka mengatakan bahwa membaca dengan
berbisik-bisik lebih utama apabila dihawatirkan timbul perasaan riya’ dan
apabila tidak dihawatirkan demikian maka menyaringkan suara ketika membaca
Al-Qur’an lebih utama.
Keterangan tentang
keutamaan menyaringkan suara ialah bahwa membaca Al-Qur’an merupakan amalan
terbesar dan manfa’atnya bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain
yang mendengarkannya.
Membacanya
dengan suara nyaring, dapat membangunkan hatinya yang lalai, membangkitkan
gairah agar menggunakan akal fikiran, memalingkan pendengarannya hanya kepada
Al-Qur’an, menolak perasaan ingin tidur dan mengembalikan semangat. Dalam
sebuah hadits disebutkan :
حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ الْحَكَمِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ
بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا يَزِيْدُ وَهُوَ ابْنُ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا أَذِنَ اللهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ
الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ يَجْهَرُ بِهِ
Telah
menceritakan kepadaku Bisyr bin Al-Hakam telah menceritakan kepada kami Abdul
Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Yazid ia adalah Ibnul Hadi,
dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa mendengar
Rasulullah saw bersabda: "Allah
tidak memberi izin terhadap sesuatu, sebagaimana memberikan izin kepada Nabi-Nya yang melagukan
Al-Qur’an dengan suara keras”. (H.R. Muslim no. 1883)
10. MENGGUNAKAN MUSHAF AL-QUR’AN
Membaca
Al-Qur’an dengan menggunakan mushaf lebih utama dari pada membacanya di luar
kepala (hafalan), tetapi apabila membaca dengan hafalan itu lebih mantap,
tadabbur, tafakkur dan konsentari maka dengan hafalan lebih utama, apabila sama
saja maka menggunakan mushaf lebih utama.
11. IBTIDA’ DAN WAQAF
Disunahkan
apabila memulai membaca dipertengahan surat, ia memulai dari awal kalimat
(pembicaraan) yang berkaitan ayat demi ayat. Demikian pula ketika mewaqafkan
(selesai membaca) disunahkan pada ayat yang ada hubungannya dengan ayat
sebelumnya dan pada ayat yang mengahiri suatu babak persoalan.
Dari keterangan
di atas, maka para ulama’ berpendapat bahwa membaca satu surat secara
keseluruhan lebih utama dari pada membaca sebagian surat walaupun banyak
ayatnya sebanding, dikarenakan irtibath (kaitan ayat sebelum dengan ayat
yang dibaca, dan ayat yang sedang dibaca dengan ayat yang tidak dibaca karena
sudah berhenti) oleh kebanyakan orang tidak banyak diketahui.
12. DO’A KETIKA KHATAM
AL-QUR’AN
Disunahkan
berdo’a ketika khatam Al-Qur’an, berdo’a memohon dengan menyebut
perkara-perkara penting dan kalimat-kalimat yang luas maknanya.
Dan masih banyak
lagi adab-adab dalam membaca Al-Qur’an yang lain, dan tentunya tidak dapat
dimuat semuanya dalam tulisan yang singkat ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar