Dalam Al-Qur'an
disebutkan :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَ تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا لِلهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
Dan sebagian dari
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah
kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.
(Q.S. 41 Fush shilat 37)
Sewaktu Ibrahim putra Rasulullah saw dari Mariah Al-Qibtiyah
meninggal terjadi gerhana matahari. Maka orang-orang berkata : Gerhana matahari
terjadi karena matinya Ibrahim. Rasulullah saw menjawab perkataan yang
demikian, agar jangan sampai mereka salah paham.
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْكَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَقَامَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ، فَدَخَلْنَا فَصَلَّى
بِنَا رَكْعَتَيْنِ، حَتَّى انْجَلَتِ الشَّمْسُ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ، فَإِذَا
رَأَيْتُمُوْهُمَا فَصَلُّوْا، وَادْعُوْا، حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
Dari Abu Bakrah, ia berkata, Kami pernah duduk-duduk bersama
Rasulullah saw lalu terjadi gerhana
matahari. Maka Nabi saw berdiri menjulurkan selendangnya hingga masuk ke dalam
masjid, kamipun ikut masuk ke dalam Masjid, beliau lalu mengimami kami shalat
dua rakaat hingga matahari kembali nampak bersinar. Setelah itu beliau
bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana
disebabkan karena matinya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka
dirikanlah shalat dan banyaklah berdoa hingga selesai gerhana yang terjadi pada
kalian. (H. R. Bukhari no. 1040 dan Muslim no. 2153).
Syaikh
Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairami dalam kitabnya menegaskan:
وَشُرِعَتْ
صَلَاةُ كُسُوْفِ الشَّمْسِ فِي السَّنَةِ الثَّانِيَةِ مِنَ الْهِجْرَةِ ،
وَصَلَاةُ خُسُوْفِ الْقَمَرِ فِي جُمَادَى الْآخِرَةِ مِنَ السَّنَةِ
الْخَامِسَةِ عَلَى الرَّاجِحِ
Shalat
gerhana matahari disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah, sedangkan shalat
gerhana bulan menurut pendapat yang kuat (rajih) pada bulan Jumadil Akhir tahun kelima Hijriyah.
(Kitab Hasyiyah
Bujairami 'alal Minhaj, Juz IV, halaman 276)
Imam Nawawi dalam kitabnya menegaskan :
وَصَلَاةُ كُسُوْفِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ بِالْاِجْمَاعِ لَكِنْ قَالَ مَالِكٌ وَأَبُوْ حَنِيَفَةَ يُصَلِّى لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ فُرَادَى وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ كَسَائِرِ النَّوَافِلِ
Menurut
kesepakatan para ulama (ijma`) hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan
adalah sunnah mu’akkadah. Akan tetapi menurut Imam Malik dan Abu Hanifah shalat
gerhana bulan dilakukan sendiri-sendiri dua rakaat seperti shalat sunah
lainnya. (Kitab Majmu'
Syarah Al-Muhadzdzab,Juz V, halaman 44)
Tata cara shalat gerhana bulan dan matahari
Takbiratul ikram diseratai niat shalat gerhana bulan atau matahari,
baca Fatihah, baca surat dari Al-Qur'an, ruku', berdiri, baca fatihah kembali,
baca surat dari Al-Qur'an, ruku', berdiri (i'tidal), sujud, duduk diantara dua
sujud, sujud kembali, berdiri (melaksanakan rakaat kedua), baca Fatihah, baca
surat dari Al-Qur'an, ruku', berdiri, baca Fatihah, baca surat dari Al-Qur'an,
ruku', berdiri (i'tidal), sujud, duduk diantara dua sujud, sujud kembali,
duduk, baca tahiyat, terahir salam. Sesudah shalat disunnahkan berkhotbah.
Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazzi dalam
kitabnya menegaskan :
(وَيَسِرُّ)
بِالْقِرَاءَةِ (فِى كُسُوْفِ الشَّمْسِ وَيَجْهَرُ) بِالْقِرَاءَةِ فِى خُسُوْفِ
اْلقَمَرِ)
(Bagi imam hendaknya) merendahkan suara di dalam shalat gerhana
matahari dan mengeraskan suara dalam shalat gerhana bulan. (Kitab Fathul qarib,
halaman 20)
Bila terjadi gerhana baik bulan maupun matahari, selain shalat,
kita dianjurkan banyak berdzikir, baca istighfar, berdoa, bertakbir, shadaqah
dan merenung (berfikir) tentang tanda-tanda kekuasaan Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar