Bagaimana halnya dengan perempuan karier atau perempuan yang harus
bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga (anak-anaknya) sedang pekerjaan itu
mengharuskan keluar rumah. Terhadap perempuan yang demikian, maka dalam
pandangan madzhab Syafi'i mereka boleh keluar rumah untuk bekerja memenuhi kebutuhan
keluarganya atas dasar keadaan darurat, sebab pada dasarnya mereka haram keluar
rumah. berdasarkan kaidah ushul fiqih :
اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتُ
Keadaan darurat itu dapat memperbolehkan sesuatu yang mestinya
dilarang.
Sedangkan menurut ulama lainnya, mereka boleh keluar rumah untuk bekerja
dan kepentingan kebaikan lainnya. Hal ini bukan didasarkan pada keadaan
darurat, melainkan didasarkan pada sebuah riwayat hadits di bawah ini :
قَالَ يَزِيْدُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لاَ تُحِدُّ الْمَرْأَةُ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ
عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلاَ تَلْبَسُ ثَوْباً مَصْبُوغًا إِلاَّ
عَصْبًا وَلاَ تَكْتَحِلُ وَلاَ تَمَسُّ طِيبًا إِلاَّ عِنْدَ طُهْرِهَا
Yazid mengatakan; dari Nabi saw, beliau bersabda: Janganlah seorang
wanita berkabung melebihi tiga hari, kecuali karena kematian suaminya, maka dia
berkabung selama empat bulan sepuluh hari, jangan memakai pakaian yang berwarna
warni kecuali pakaian beludru (pakaian kasar), jangan bercelak dan jangan pula
memakai wewangian kecuali setelah suci. (H. R. Ahmad no. 21339 dan Abu Daud no.
2304)
Yang perlu ditekankan di sini adalah, bahwa perempuan karier atau
siapapun yang ditinggal mati suaminya itu diperbolehkan keluar rumah hanya
untuk keperluan mendesak seperti mencari nafkah, untuk hal-hal kebaikan dan
tetap melakukan ichdaad, yakni tidak berhias, tidak memakai perhiasan
dan tidak memakai wewangian kecuali sebatas untuk menghilangkan bau badan. Hal
ini justeru untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan yang bersangkutan,
juga untuk menghormati almarhum suaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar