عَنْ أَبِى قَتَادَةَ
قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى بِنَا فَيَقْرَأُ فِى الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِى
الرَّكْعَتَيْنِ اْلأُوْلَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُوْرَتَيْنِ
وَيُسْمِعُنَا اْلآيَةَ أَحْيَانًا وَكَانَ يُطَوِّلُ الرَّكْعَةَ اْلأُولَى مِنَ
الظُّهْرِ وَيُقَصِّرُ الثَّانِيَةَ وَكَذَلِكَ فِى الصُّبْحِ
Dari Abu Qatadah dia berkata, Dahulu
Rasulullah shalat bersama kami (sebagai imam), lalu membaca Al-fatihah dan dua surat dalam shalat zhuhur
dan ashar pada dua raka'at yang pertama. Dan terkadang beliau memperdengarkan
(bacaan) ayat. Beliau memanjangkan raka'at pertama dari shalat zhuhur dan
memendekkan yang kedua. Dan demikian juga dalam shalat shubuh. (H. R. Muslim
no. 1040)
Dari hadits di atas terdapat kebolehan
mengeraskan bacaan ayat dalam shalat yang biasanya dibaca sirri (pelan) seperti
shalat dzuhur dan ashar. Sehingga bacaan yang dilkakukan dengan suara pelan
atau keras bukan menjadi syarat sahnya suatu shalat.
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ فِى قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ ( وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ
تُخَافِتْ بِهَا) قَالَ نَزَلَتْ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَارٍ بِمَكَّةَ فَكَانَ إِذَا صَلَّى بِأَصْحَابِهِ رَفَعَ
صَوْتَهُ بِالْقُرْآنِ فَإِذَا سَمِعَ ذَلِكَ الْمُشْرِكُوْنَ سَبُّوا الْقُرْآنَ
وَمَنْ أَنْزَلَهُ وَمَنْ جَاءَ بِهِ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (وَلاَ تَجْهَرْ
بِصَلاَتِكَ) فَيَسْمَعَ الْمُشْرِكُوْنَ قِرَاءَتَكَ (وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا)
عَنْ أَصْحَابِكَ أَسْمِعْهُمُ الْقُرْآنَ وَلاَ تَجْهَرْ ذَلِكَ الْجَهْرَ
وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً يَقُوْلُ بَيْنَ الْجَهْرِ وَالْمُخَافَتَةِ
Dari Ibnu Abbas tentang
firman-Nya, "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu, dan
janganlah pula merendahkannya." Dia berkata : Ayat ini turun ketika
Rasululah saw berdakwah secara sembunyi-sembunyi di Mekkah. Beliau apabila
shalat mengimami para sahabatnya maka beliau mengangkat suaranya dengan bacaan Al-Qur'an.
Sedangkan kaum musyrikin apabila mendengar hal tersebut maka mereka mencela Al-Qur'an,
dan yang menurunkannya (Allah dan Jibril), dan yang membawanya (Muhammad). Maka
Allah berfirman kepada nabi-Nya saw : Janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam
shalatmu sehingga orang-orang musyrik mendengar bacaanmu dan janganlah kamu
merendahkannya dari para sahabatmu. Perdengarkanlah Al-Qur'an kepada mereka,
dan janganlah kamu mengeraskannya sekeras-kerasnya, dan usahakanlah jalan
pertengahan antara hal tersebut.' Dia berkata : Antara keras dan pelan. (H. R. Muslim no. 1029)
Dari Ibnu Abbas dari riwayat yang lain,
yaitu bahwa setelah Nabi saw hijrah ke Madinah, maka gugurlah perintah
tersebut. Dengan kata lain, Nabi saw boleh melakukannya bila menghendaki.
(Kitab Tafsir Ibnu Katsir, Juz III, halaman 66)
Dengan melihat keterangan di atas, maka
mengeraskan bacaan shalat maghrib, isya' dan subuh serta mensirrikan (tidak
keras) bacaan shalat dzuhur dan ashar adalah pengamalan yang dilakukan saat
shalat pertama kali disyariatkan. Allah memerintahkan tidak mengeraskan ketika
siang hari supaya tidak menjadi celaan bagi maum musyrikin.
Adapun shalat Jum'at, shalat ied, shalat
istisqa' atau shalat lainnya yang dilaksanakan pada siang hari dengan bacaan
keras dikarenakan Nabi dan kaum muslimin sudah hijrah ke Madinah, di mana
kekuatan umat Islam sudak terbentuk serta tidak akan ada kaum musyrikin yang berani
mencela.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar