Apabila
suara perempuan itu dapat menimbulkan fitnah atau menimbulkan rasa ladzat
(nikmat) atau sahwat, maka hukumnya haram. Dan hukumnya dipandang boleh,
apabila tidak menimbulkan fitnah, rasa ladzat (nikmat) atau sahwat, karena suara perempuan bukan
termasuk aurat menurut pendapat yang lebih shahih.
Imam
Nawawi mengatakan dalam kitabnya :
هَلْ صَوْتُ اْلمَرْأَةِ عَوْرَةٌ فِيْهِ وَجْهَانِ (اَلْاَصَحُّ) اَنَّهُ
لَيْسَ بِعَوْرَةٍ
Apakah
suara perempuan itu aurat? Dalam masalah ini ada dua pendapat. Adapun pendapat
yang lebih shahih menyatakan bahwa suara perempuan itu bukan aurat. (Kitab
Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz III, halaman 390)
Sayyid
Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya mengatakan :
وَلَيْسَ مِنَ العَوْرَةِ الْصَوْتُ فَلاَ
يَحْرُمُ سِمَاعُهُ اِلاَّ اَنْ خُشِيَ مِنْهُ فِتْنَةٌ أَوِ التَّلَذُّذُ بِهِ أَيْ
فَاِِنَّهُ يَحْرُمُ سِمَاعُهُ أَيْ وَلَوْ بِنَحْوِ قُرْأَنٍ. وَمِنَ الصَّوْتِ
اَلزَّغاَرِيْدُ
Suara perempuan tidak termasuk aurat, maka tidak haram
mendengarkannya, kecuali jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah atau
laki-laki menikmati suaranya, maksudnya haram bagi laki-laki untuk
mendengarkannya, walaupun yang dibaca itu Al-Qur’an. Dengungan nada tanpa
kata-kata (rengeng-rengeng) juga termasuk suara. (Kitab I’anatut
Thalibin, Juz III, halaman 302)
وَفِي الْبُجَيْرَمِىِّ:
وَصَوْتـُهَا لَيْسَ بِعَوْرَاةٍ عَلىَ اْلاَصَحِّ لَكِنْ يَحْرُمُ اْلاِصْغَاءُ
اِلَيْهِ عِنْدَ خَوْفِ اْلفِتْنَةِ وَاِذَا قَرَعَ باَبَ اْلمَرْأَةٍ أَحَدٌ
فَلاَ تُجِيْـبُهُ بِصَوْتٍ رَخِيْمٍ بَلْ تُغَلِّظُ صَوْتَهَا بِاَنْ تَأْخُذَ
طَرَفَ كَفِّهَا بِفِيْهَا
Dan dalam kitab Bujairamiy : Suara perempuan bukanlah aurat menurut
pendapat yang lebih shahih, tetapi haram mendengarkannya ketika akan
menimbulkan fitnah. Apabila seorang laki-laki mengetuk pintu rumah perempuan,
maka perempuan tersebut tidak boleh menjawabnya dengan suara yang lembut,
melainkan ia harus menjelekkan suarannya dengan cara menutupkan ujung telapak
tangannya pada mulutnya. (Kitab I’anatut Thalibin, Juz III, halaman
302)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar