Seorang imam batal (tidak
sah) melakukan shalat namun tidak diketahui oleh makmum atau oleh imam itu
sendiri. Usai shalat, imam itu baru menyadari bahwa shalatnya tidak sah, maka
yang wajib mengulang hanya imamnya saja, sedang makmumnya tidak usah mengulangi
shalatnya, karena shalatnya dipandang sah.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلُّوْنَ بِكُمْ فَإِنْ أَصَابُوْا فَلَكُمْ وَلَهُمْ وَإِنْ
أَخْطَأُوْا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
Dari Abu Hurairah ia
berkata, Rasulullah saw bersabda :
Mereka (para imam) shalat (berjamaah) bersamamu. Jika mereka tepat (tidak
melakukan kekeliruan dalam shalatnya), maka shalatmu sah dan sah pula shalat
mereka, namun jika ternyata mereka melakukan kekeliruan dalam shalatnya, maka
shalatmu sah namun shalat mereka tidak sah. (H. R. Ahmad no. 8897)
Imam Asy-Syaukani dalam
kitabnya mengatakan :
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ : هَذَا الْحَدِيْثُ يَرُدُّ عَلَى مَنْ
زَعَمَ أَنَّ صَلَاةَ الْإِمَامِ إذَا فَسَدَتْ فَسَدَتْ صَلَاةُ مَنْ خَلْفَهُ
Imam Ibnu Mundzir berkata
: Hadits ini menolak dugaan orang-orang (yang mempunyai pendapat) bahwa shalat
seorang imam, apabila tidak sah maka tidak sah pula shalat orang yang berada
dubelakangnya (makmum). (Kitab Nailul Authar, Juz III, halaman 214)
وَقَدْ صَحَّ عَنْ عُمَرَ أَنَّهُ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُبٌ
وَلَمْ يَعْلَم فَأَعَادَ وَلَمْ يُعِيدُوا ، وَكَذَلِكَ عُثْمَانُ . وَرُوِيَ
عَنْ عَلِيٍّ مِنْ قَوْله ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
Dan sungguh telah terdapat
riwayat shahih dari Sayyidina Umar, bahwa beliau pernah shalat dengan orang
banyak (menjadi imam) padahal beliau sedang mempunyai hadats besar namun tanpa
beliau sadari. Kemudian beliau mengulangi shalatnya, tetapi mereka (para
makmum) tidak mengulanginya. Demikian juga terdapat riwayat dari Sayyidina
Utsman dan Sayyidina Ali, semoga Allah meridhai mereka. (Kitab Nailul Authar,
Juz III, halaman 213)
Imam Syafi'i dalam kitabnya
mengatakan :
فَمَنْ صَلَّى خَلْفَ رَجُلٍ ثُمَّ عُلِمَ أَنَّ إِمَامَهُ كَانَ جُنُبًا
أَوْ عَلَى غَيْرِ وُضُوْءٍ وَإِنْ كَانَتْ اِمْرَأَةٌ أَمَّتْ نِسَاءً ثُمَّ عَلِمْنَ
أَنَّهَا كَانَتْ حَائِضًا أَجْزَأَتِ الْمَأْمُوْمِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ
صَلاَتُهُمْ وَأَعَادَ الْاِمَامُ صَلَاتَهُ
Barang siapa yang shalat
bermakmum kepada seorang laki-laki, kemudian diketahui bahwa imamnya itu junub
(berhadats besar) atau tidak mempunyai wudhu, atau jika seorang perempuan
mengimami perempuan-perempuan lainnya, kemudian mereka mengetahui bahwa
perempuan yang menjadi imamnya itu menstruasi, maka shalat makmum baik makmum
laki-laki maupun perempuan tadi dipandang sah dan hanya imamlah yang harus
mengulangi shalatnya. (Kitab Al-Umm, Juz I, halaman 194)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar