Rasa masakan mesti pas. Masakan tidak boleh terlalu banyak
garam, atau terlalu hambar karena kurang perasa. Kepastian rasa ini bertujuan
untuk menjaga selera makan penyantapnya. Karena itu ada baiknya tukang masak
mengecap dan mencicipi terlebih dahulu masakan yang akan dihidangkan di meja
makan.
Hukum
mencicipi masakan pada saat berpuasa adalah boleh dan tidak makruh bila ada
hajat dengan syarat hanya sebatas lidah dan tidak sampai tertelan.
Jika seorang ibu ingin memberikan makanan pada bayinya dan jika hanya
cara yang dapat ia lakukan adalah dengan mengunyahkan makanan tersebut, maka
sang Ibu diijinkan untuk mengunyah makanan itu dan memberikannya pada buah
hatinya, namun tetap harus hati-hati supaya bekas atau sisa makanan tidak masuk
ke dalam kerongkongan dan harus meludahkannya kembali. Namun bila tidak ada
hajat maka dimakruhkan. Contohnya, mencicipi makanan karena lapar, maka hal ini
jelas makruh dan jika makanan tidak melewati kerongkongannya maka tidak
membatalkan puasa.
Syaikh Abdullah bin Hijazi bin
Ibrahim Asy-Syarqawi dalam kitabnya mengatakan :
وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى
تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة
ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي
Di antara
sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan
akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat
menjalankan makanan itu ke teggorokan lantaran begitu dominannya syahwat.
Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat
tertentu dari orang yang menngecap makanan itu. Sedangkan bagi seorang pemasak
(tukang masak) baik pria maupun wanita, dan orang tua yang memiliki anak kecil yang mengunyahkan
makanan buatnya maka tidak dimakruhkan mencicipi makanan buat mereka. Demikian Az-Zayadi menerangkan. (Hasyiyah
Asy-Syarqawi Syarah Tuhfatut Thullab, Juz I, halaman 492)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar