Jumhur ulama berpendapat bahwa
menghidupkan malam nishfu Sya’ban hukumnya adalah sunnah baik dengan cara
beribadah secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dan kita boleh mengisinya
dengan bermacam-macam ibadah seperti puasa, shalat dan lain sebagainya. Dan
itulah yang dilakukan para Ulama dalam menghidupkan malam nishfu Sya’ban
Hukum
melakukan shalat sunnah mutlak pada malam nishfu Sya’ban adalah mustahab
(disunnahkan) karena Rasulullah saw pernah melaksanakan shalat tersebut. Sementara jika shalat
tersebut diniati nishfu Sya’ban maka hukumnya haram, karena tidak ada tuntunan
ibadah shalat nishfu Sya’ban. Bentuk shalat sunnah yang boleh dikerjakan pada
malam nishfu Sya’ban adalah shalat sunnah mutlak, shalat hajat, shalat tasbih,
dan shalat apapun yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. Dalam hadits nabi diterangkan :
عَنْ
عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا يَوْمَهَا. فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا
لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ
مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى
فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Apabila tiba malam
Nishfu Sya’ban, shalatlah pada malam harinya dan puasalah di siang harinya.
Karena sesungghnya (rahmat) Allah turun di saat tenggelamnya matahari ke langit
yang paling bawah,
lalu berfirman : Adakah yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan
mengampuninya, Adakah yang meminta rezeki kepada-Ku, niscaya Aku akan
memberinya rezeki, Adakah yang sakit, niscaya Aku akan menyembuhkannya, Adakah
yang demikian (maksudnya Allah akan mengkabulkan hajat hambanya yang memohon
pada waktu itu) adakah yang demikian sampai terbit fajar. (H. R.Ibnu Majah no
1451)
Syaikh Abu
Al-‘Ula Muhammad Abdurrahman dalam kitabnya mengatakan :
عَائِشَةَ
قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى فَأَطَالَ السُّجُوْدَ حَتَّى ظَنَنْتُ
أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ
إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ فَرَجَعَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُوْدِ
وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ: يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا حُمَيْرَاءُ أَظَنَنْتِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ خَاسَ بِكِ؟ قُلْتُ: لاَ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّي
ظَنَنْتُ أَنْ قُبِضْتَ طُوْلَ سُجُوْدِكَ، قَالَ: أَتَدْرِيْ أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ قُلْتُ: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ
أَعْلَمُ، قَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِنَّ اللهَ عَزَّ
وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِيْنَ وَيُؤَخِّرُ
أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ، رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ
Aisyah
berkata : Rasulullah saw bangun di
tengan malam kemudian beliau shalat, kemudian sujud sangat lama, sampai saya
menyangka bahwa beliau wafat. Setelah itu saya bangun dan saya gerakkan kaki
beliau dan ternyata masih bergerak. Kemudian beliau bangkit dari sujudnya
setelah selesai melakukan shalatnya, Beliau berkata : Wahai Aisyah atau wahai
yang kemerah-merahan, apakah kamu mengira aku berkhianat padamu?, saya berkata
: Demi Allah, tidak, wahai Rasul Allah, saya mengira engkau telah tiada karena
sujud terlalu lama. Beliau bersabda : Tahukauh kamu malam apa sekang ini? Saya
menjawab : Allah dan Rasulnya yang tahu. Beliau bersabda : ini adalah malam
nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memperhatikan hamba-hamba-Nya
pada malam nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni orang-orang yang meminta
ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta dikasihani, dan Allah tidak akan
memprioritaskan orang-orang yang pendendam, diriwayatkan Baihaqi (Kitab Tuhfah
Al-Ahwadzi Syarh Sunan Al-Tirmidzi, Juz II, halaman 277)
Syaikh Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya berkata :
وَسُئِلَ
عَنْ صَلاَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ؟ (اَلْجَوَابُ) فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى
اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا
كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنَ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ. وَأَمَّا
اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ. كَاْلاِجْتِمَاعِ
عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ} دَائِمًا.
فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ.
Ibnu
Taimiyah ditanyai soal shalat pada malam nishfu Sya’ban. Ia menjawab: Apabila
seseorang shalat sunnah muthlak pada malam nishfu Sya’ban sendirian atau
berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh segolongan ulama salaf, maka hukumnya
adalah baik. Adapun kumpul-kumpul di masjid dengan shalat yang ditentukan,
seperti shalat seratus raka’at dengan membaca surat Al-Ikhlash sebanyak seribu
kali, maka ini adalah perbuata bid’ah yang sama sekali tidak dianjurkan oleh
para ulama. Dan Allah lebih mengetahui. (Majmu' Fatawa Juz XXIII, halaman 131)
Syaikh
Muhammad Abdurrauf Al-Munawi dalam kitabnya mengatakan :
(تَنْبِيْهٌ) قَالَ اْلمَجْدُ ابْنُ
تَيْمِيَّةَ لَيْلَةُ نِصْفِ شَعْبَانَ رُوِىَ فِى فَضْلِهَا مِنَ اْلأَخْبَارِ
وَاْلأثَارِ مَا يَقْتَضِى أنَّهَا مُفَضَّلَةٌ وَمِنَ السَّلَفِ مَنْ خَصَّهَا
بِالصَّلاَةِ فِيْهَا
Ibnu
Taimiyah berkata tentang malam nishfu Sya'ban : Dari beberapa hadis dan
pandapat para sahabat menunjukkan bahwa malam nishfu Sya’ban memiliki keutamaan
tersendiri. Sebagian ulama salaf melaksanakan shalat sunah secara khusus di
malam tersebut. (Kitab Faidh Al-Qadir 'ala Al-Jami' Al-Shaghir, Juz II
halaman 402)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
dalam kitabnya mengatakan :
وَلَيْلَةُ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ التَّابِعُوْنَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ .... يُعَظِّمُوْنَهَا وَيَجْتَهِدُوْنَ فِيْهَا فِي
الْعِبَادَةِ .... وَكَانَ خَالِدُ بْنِ
مَعْدَانَ وَلُقْمَانُ بْنِ عَامِرٍ وَغَيْرُهُمَا .... وَ
يَقُوْمُوْنَ فِي الْمَسْجِدِ لَيْلَتِهِمْ تِلْكَ، وَوَافَقَهُمُ اْلإِمَامُ
إِسْحَاقُ ابْنُ رَاهَوَيْهُ عَلىَ ذَلِكَ، وَقَالَ فِيْ قِيَامِهَا فِي
الْمَسَاجِدِ جَمَاعَةً : لَيْسَ ذَلِكَ بِبِدْعَةٍ.
Dan
malam nishfu Sya’ban, kaum Tabi’in dari penduduk Syam .... mengagungkannya dan bersungguh-sungguh
menunaikan ibadah pada malam tersebut. ....
Khalid bin Ma’dan, Luqman bin Amir dan lain-lainnya .... mendirikan shalat di dalam Masjid pada malam
nishfu Sya’ban itu. Perbuatan mereka disetujui oleh Al-Imam Ishaq Ibnu
Rahawaih. Ibnu Rahawaih berkata mengenai shalat sunnah pada malam nishfu
Sya’ban di Masjid-masjid secara berjamaah : Hal tersebut tidak termasuk bid’ah.
(Kitab Fatawa Ibnu Baz, Juz I, halaman 188)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar