Memberikan zakat kepada
masjid, pondok, madrasah dan sejenisnya hukumnya ada dua pendapat :
1. Tidak boleh
Syaikh
Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi mengatakan dalam kitabnya :
لَا يَسْتَحِقُّ الْمَسْجِدُ شَيْئًا مِنَ الزَّكَاةِ مُطْلَقًا، إِذْ
لَا يَجُوْزُ صَرْفُهَا إِلَّا لِحُرِّ مُسْلِمٍ. وَمِثْلُهُ مَا فِى الْمِيْزَانِ
اْلكُبْرَى فِى الْجُزْءِ الَّثانِي مِنْ بَابِ قِسْمِ الصَّدَقَاتِ،
وَعِبَارَتُهُ : اِتَّفَقَ الْأَئِمَّةُ اْلأَرْبَعَةُ عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ
إِخْرَاجُ الزَّكَاةِ لِبِنَاءِ مَسْجِدٍ أَوْ تَكْفِيْنِ مَيِّتٍ
Masjid itu sama sekali
tidak berhak untuk menerima zakat, karena zakat itu penyalurannya tidak boleh
kecuali untuk orang muslim yang merdeka. Pendapat yang senada tertera pada Al-Mizan Al-Kubra bab
qismus Shadaqah juz II yang berbunyi : Para
imam empat madzhab sepakat bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat untuk
membangun masjid atau mengkafani (mengurus) orang mati. (Kitab Bughyatul
Mustarsyidin, Juz I , halaman 220)
2. Boleh, berdasarkan
beberapa fatwa ulama, di antaranya adalah :
Syaikh Nawawi Al-bantani
dalam kitabnya mengatakan :
نَقَلَ اْلقَفَّالُ فِي «تَفْسِيْرِهِ» عَنْ بَعْضِ الْفُقَهَاءِ أَنَّهُمْ
أَجَازُوْا صَرْفَ الصَّدَقَاتِ إِلَى جَمِيْعِ وُجُوْهِ الْخَيْرِ مِنْ تَكْفِيْنِ
الْمَوْتِى وَبِنَاءِ الْحُصُوْنِ وَعِمَارَةِ الْمَسَاجِدِ، لِأَنَّ قَوْلَهُ :
وَفِي سَبِيْلِ اللهِ عَامٌ فِي الْكُلِّ ... وَهَكَذَا مَا أَفْتَاهُ الشَّيْخُ
اْلعَلاَّمَةُ عَلِيُّ الْمَالِكِيُّ فِى كِتَابِ قُرَّةِ الْعَيْنِ ص 72، وَعِبَارَتُهُ
: أَنَّ الْعَمَلَ الْيَوْمَ بِالْقَوْلِ الْمُقَابِلِ لِلْجُمْهُوْرِ الَّذِيْ ذَهَبَ
إِلَيْهِ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوِيَةٍ فِى أَخْدِ سَهْمِ
سَبِيْلِ اللهِ مِنَ الزَّكَاةِ الْوَاجِبَةِ عَلَى أَغْنِيَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ لِلْإِسْتِعَانَةِ
بِهِ عَلَى تَأْسِيْسِ الْمَدَارِسِ وَالْمَعَاهِدِ الدِّيْنِيَّةِ صَارَ الْيَوْمَ
مِنَ الْمُتَعَيَّنِ
Imam Al-Qffal menukil dari
sebagian ahli fiqih, bahwa mereka memperbolehkan penyaluran zakat ke semua
sektor sosial seperti mengkafani mayat, membangun benteng dan merehab masjid.
Hal ini karena firman Allah : fi sabilillah (At-Taubah : 60) pengertiannya umum
mencakup semuanya. Demikian ini sesuai dengan fatwa yang dinyatakan Syaikh Ali Al-Maliki
dalam kitab Quttatul 'Ain halaman 73, yang berbunyi : Amalan yang ada sekarang
ini seperti yang dianut oleh mayoritas ulama, di antaranya imam Ahmad bin
Hanbal dan Ishaq bin Rahawiyah perihal pengambilan saham sabilillah yang
diperoleh dari zakat wajib dari kalangan orang-orang kaya muslim untuk membantu
pendirian sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga keahamaan, maka amalan tersebut
menjadi suatu keharusan. (Tafsir Al-Munir, Juz I, halaman 344)
Al-Fadhil Muhammad Makhluf
dalam kitabnya mengatakan :
إِنَّ مِنْ مَصَارِفِ الزَّكَاةِ الثَّمَانِيَّةِ الْمَذْكُوْرَةِ فِي
قَوْلِهِ تَعَالَى: (إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلفُقَرَاءِ) إِلَى آخِرِ الْآيَةِ، إِنْفَاقَهَا
(فِي سَبِيْلِ اللهِ) وَسَبِيْلُ اللهِ عَامٌ يَشْمُلُ جَمِيْعَ وُجُوْهِ الْخَيْرِ
لِلْمُسْلِمْيِنَ؛ مِنْ تَكْفِيْنِ الْمَوْتَى وَبِنَاءِ الْحُصُوْنِ وَعِمَارَةِ
الْمَسَاجِدِ وَتَجْهِيْزِ الْغُزَاةِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ
مِمَّا فِيْهِ مُصْلَحَةٌ عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ. كَمَا دَرَجَ عَلَيْهِ بَعْضُ
الْفُقَهَاءِ وَاعْتَمَدَهُ اْلإِمَامُ اْلقَفَّالُ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ وَنَقَلَهُ
عَنْهُ الرَّازِيِّ فِي تَفْسِيْرِهِ، وَهُوَ الَّذِي نَخْتَارُهُ لِلْفَتَوَى.
Bahwa sesungguhnya
penyaluran ke delapan golongan penerima zakat sebagaimana yang tertera dalam
firman Allah swt : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, sampai akhir ayat. (At-Taubah :
60) di antaranya untuk sabilillah. Sedangkan yang dimaksud dengan sabilillah
itu pengertiannya umum mencakup semua sektor sosial yang baik bagi orang-orang
muslim, seperti mengkafani mayat, membangun benteng, merehab masjid-masjid dan
pembekalan prajurit yang akan berperang di jalan Allah, serta lainnya yang
memuat kepentingan umum umat Islam. Hal ini sebagaimana yang dirinci oleh
sebagian ahli fikih dan yang dipedomani oleh imam Qaffal dari kalangan
Asy-Syafi'iyah serta dinukil oleh Al-Razi dalam tafsirnya yang menjadi pilihan
kami dalam berfatwa. (Kitab Fatawa Husnaini Makhluf, Juz I, halaman 332)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar