Makna Idul
Fitri berarti kembali berbuka setelah kurang lebih satu bulan umat Islam
berpuasa di siang hari dan kembali seperti biasa makan, minum dan berhubungan
suami istri di siang hari.
Pemaknaan hari
raya idul fitri hendaknya bersifat positif seperti menjalin silaturrahmi
sebagai sarana membebaskan diri dari dosa yang bertautan antar sesama makhluk.
Silaturrahmi (bisa dibaca di sini manfaatnya http://www.wongsantun.com/2017/06/silaturrahim-atau-menyambung-hubungan.html
) tidak hanya berbentuk pertemuan formal seperti halal bi halal, namun juga
bisa dengan cara menyambangi dari rumah ke rumah, saling duduk bercengkerama,
saling mengenalkan dan mengikat kekerabatan, saling bersalaman
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ
قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ
مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ
يَتَفَرَّقَا
Dari Barra bin bin Azib ia
berkata, Rasulullah saw bersabda : Tidaklah dua orang laki-laki bertemu,
kemudian keduanya bersalaman, kecuali diampuni dosanya sebelum mereka berpisah.
(H. R. Ibnu Majah no. 3734)
Juga pemaknaan hari raya
bukanlah bagus-bagusan pakaian, kendaraan dan rumah. Ada ungkapan yang mengatakan :
لَيْسَ
الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدِ إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْدُ.
Bukanlah disebut hari raya bagi orang yang
pakainnya baru, tetapi sesungguhnya hari raya itu adalah bagi orang-orang yang
bertambah ketaqwaannya (dalam menjalankan agama)
لَيْسَ
الْعِيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِّبَاسِ وَ الرُّكُوْبِ إِنَّمَا اْلعِيْدُ لِمَنْ
غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْبِ
Bukanlah disebut hari raya
bagi orang yang bagus-bagusan pakaian dan kendaraan, tetapi sesungguhnya hari
raya itu adalah bagi orang-orang yang diampuni dosa-dosanya.
Di pagi harinya disunnahkan
berangkat ke tempat-tempat shalat untuk menunaikan shalat Idul Fitri.
عَنْ
أَبِى عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُوْمَةٍ لَهُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَكْبًا جَاءُوْا
إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَشْهَدُوْنَ أَنَّهُمْ رَأَوُا الْهِلاَلَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَهُمْ أَنْ
يُفْطِرُوْا وَإِذَا أَصْبَحُوْا أَنْ يَغْدُوْا إِلَى مُصَلاَّهُمْ.
Dari Abu Umair bin Anas dari
paman-pamannya di kalangan sahabat Nabi saw bahwasanya telah datang suatu
rombongan, mereka menyaksikan hilal satu Syawal. Maka beliau menyuruh mereka
berbuka dan ketika waktu pagi mereka berangkat ke tempat shalat mereka. (H. R.Abu Daud no. 1159)
Sebelum ke tempat shalat di
sunnahkan memakan sesuatu terutama kurma
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ
يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلاَ يَطْعَمُ يَوْمَ اْلأَضْحَى
حَتَّى يُصَلِّىَ
Dari Abdullah bin Buraidah
dari ayahnya berkata : Nabi saw tidak keluar pada hari raya Fitri sebelum
makan. Dan beliau tidak makan pada hari raya Adha (kurban) sebelum melakukan
shalat. (H. R. Tirmidzi no. 545, Ibnu Khuzaimah no. 1347)
Dalam berangkat ke tempat shalat
disunnahkan mengambil jalan yang berlainan antara berangkat dan pulangnya.
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيْدٍ خَالَفَ الطَّرِيْقَ
Dari Jabir ia berkata : Nabi
saw apabila di waktu hari raya biasanya mengambil jalan yang berlainan. (H.
R.Bukhari no. 986)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar