Lebih
utama bagi yang punya hutang puasa Ramadhan untuk mengqadhanya terlebih dahulu
kemudian berpuasa Syawal. Hal ini karena komposisi dan hirarki hukum Islam
(fiqih) adalah bahwa yang fardhu/wajib itu pasti lebih urgen dan harus
didahulukan dibanding yang sunnah/anjuran. Logikanya, kalau kita sudah
mengqadha puasa Ramadhan dan belum sempat puasa Syawal lalu meninggal, maka
kita sudah terbebas dari tanggungan hutang puasa dan tidak berdosa lantaran
tidak puasa Syawal. Tapi sebaliknya kalau demi puasa Syawal kita menunda puasa
qadha Ramadhan lalu tiba-tiba meninggal, maka kita berdosa lantaran sudah ada
kesempatan mengqadha tidak dimanfaatkan, padahal pahala puasa Syawal tidak
sebanding dengan dosa keteledoran mengqadha puasa Ramadhan
Dalam
kitab shahih Bukhari juz I, halaman 642, dalam kitab puasa di bab ke 40 : Kapan
ditunaikannya qadha puasa Ramadah, terdapat keterangan :
وَقَالَ سَعِيْدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ فِى صَوْمِ الْعَشْرِ لاَ
يَصْلُحُ حَتَّى يَبْدَأَ بِرَمَضَانَ
Said bin Al-Musayyab berkata mengenai puasa sepuluh hari (di bulan
Dzulhijjah), Tidaklah layak melakukannya sampai memulainya terlebih dahulu dengan mengqadha puasa
Ramadhan.
Bagaimana dengan hadits di bawah ini :
عَنْ أَبِيْ
سَلَمَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
تَقُوْلُ كَانَ يَكُوْنُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيْعُ
أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ قَالَ يَحْيَى الشُّغْلُ مِنَ النَّبِيِّ أَوْ
بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari
Abu Salamah berkata, aku mendengar Aisyah rah berkata : Aku berhutang puasa
Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadhanya kecuali pada bulan Sya'ban. Yahya
berkata : Karena dia sibuk dari Nabi atau bersama Nabi saw. (H. R. Bukhari no.
1950)
Telah
nyata bahwa Aisyah rah tidak bisa mengqadha puasa Ramadhannya karena sibuk
dengan atau karena Nabi saw, dan tidak ada keterangan itu dilakukan tiap tahun.
Kapan
waktu yang baik untuk menunaikan puasa Syawal? Bagi orang yang tidak punya
hutang puasa Ramadhan bisa dilaksanakan sehari setelah hari raya Idul Fitri.
Imam
Nawawi dalam kitabnya menulis :
قَالَ أَصْحَابُنَا : وَالْأَفْضَلُ أَنْ تُصَامَ السِّتَّةُ
مُتَوَالِيَةً عَقِبَ يَوْم الْفِطْرِ ، فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عَنْ
أَوَائِلِ شَوَّالِ إِلَى أَوَاخِرِهِ حَصَلَتْ فَضِيْلَة الْمُتَابَعَةُ ؛
لِأَنَّهُ يَصْدُقُ أَنَّهُ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ
Para sahabat kami (ulama Syafi'iyah) berkata : Dan lebih utama
bahwa puasa enam hari (Syawal) dikerjakan secara berurutan setelah hari raya Idul
Fitri, namun bila dia memisahkannya atau mengahirkan dari awal hingga akhir
bulan Syawal, maka ia telah mendapatkan keutamaan mengiringinya, karena
sesungguhnya ia telah benar mengiringi puasa Ramadhan dengan enam hari berpuasa
di bulan Syawal. (Kitab Syarah shahih Muslim, Juz IV, halaman 186)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar