Salah
satu syaratnya penyembelihan adalah dalam meletakkan pisau dileher saat
menyembelih hewan harus dilakukan satu kali, tidak boleh dua kali. Jika pisau
terlepas pada saat penyembelihan dan dikembalikan dengan segera maka halal
sembelihan itu, asalkan pada waktu pisau yang terlepas tadi saat dikembalikan
hewan tersebut masih ada tanda-tanda hayat mustaqirrah. Jika masih ada
tanda-tanda hayat mustaqirrah pada hewan yang disembelih tersebut, maka
penyembelihan itu boleh dilakukan dua kali, tiga kali atau bahkan keempat
kalinya.
Syaikh
Muhammad Amin Al-Kurdi mengatakan dalam kitabnya :
ويشترط
في قطع ذلك ان يكون دفعة واحدة فلو قطع باكثر كما لو رفع السكين فاعادها فورا او
القاها لكللها واخذ غيرها او سقطت منه فاخذها او قلبها وقطع ما بقي وكان فورا حل
ولا يشترط وجود الحياة المستقرة في دفعة الفعل الثاني الا ان طال الفصل بين
الفعلين فلا بد من وجود الحياة المستقرة اول الفعل الثاني
Dan disyaratkan dalam pemotongan tersebut dengan sekali
potongan maka bila dipotong dengan lebih banyak seperti bila ia
mengangkat pisau kemudian ia kembalikan secepatnya atau ia
letakkan pisau tersebut karena tumpul dan ia ambil pisau lainnya atau pisaunya
terjatuh kemudian segera ia ambil atau ia ganti dan ia memotong bagian yang
tersisa dan yang demikian itu dilakukan secepatnya maka halal daging hewan
sembelihannya. Dan tidak disyaratkan adanya keberadaan hayat mustaqirrah
dalam ulangan pemotongan yang kedua kecuali bila jarak antara dua
pemotongan tersebut lama maka disyaratkan adanya keberadaan hayat
mustaqirrah saat memulai pemotongan yang kedua. (Kitab Tanwiirul Quluub,
halaman 237)
Syaikh
Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi mengatakan dalam kitabnya :
اعتمد في التحفة حل الذبيحة، فيما إذا رفع يده لنحو اضطرابها أو
انفلتت شفرته فردها فورا فيهما ، وكذا لو ذبح بشفرة كالة فقطع بعض الواجب ثم أدركه
آخر فأتمه بسكين أخرى قبل رفع الأوّل، سواء أوجدت الحياة المستقرة عند شروع الثاني
أم لا
Telah
berpegangan dengan kuat (oleh Syaikh Ibnu Hajar) didalam kitab Tuhfah akan
halalnya penyembelihan, pada suatu yang apabila mengangkat seorang akan
tangannya karena bergetarnya, atau terlepas pisaunya, maka dikembalikannya
dengan segera pada kedua masalah tadi. Dan demikian pula jika ia menyembelih
dengan pisau yang tumpul maka ia telah memotong sebagian yang wajib, lalu
disusul oleh lain orang dengan pisau yang lain sebelum mengangkatkan yang
pertama, sama saja didapatkannya hayat mustaqirah ketika memulai yang kedua
ataupun tidak. (Kitab Bughyatul Mustarsyidin, Juz 1, halaman 545).
Yang
dimaksud dengan hayat mustaqirrah adalah masih dimungkinkannya
melihat, masih adanya suara dari kerongkongannya, terpancarnya darah yang
sangat kuat atau gerakan-gerakan yang kuat dengan sendirinya (ikhtiyariyah) bukan gerakan keterpaksaan (dloruri). Menurut sebagian
ulama, hayat mustaqirrah adalah masih dimungkinkannya hidup selama satu
atau dua hari jika hewan tersebut dilepas.
Sedangkan Hayat ’aisy madzbuh adalah kehidupan binatang
yang tidak disertai dengan kemampuan melihat, bersuara dan bergerak dengan
gerakan ikhtiyari, akan tetapi bersifat keterpaksaan (dlaruri). Misalnya ada ayam yang tergilas
oleh kendaraan, lalu gerakanya sudah tidak beraturan (gerakan meregang nyawa)
lalu ayam itu disembelih, maka ayam tersebut hukumnya haram untuk dikonsumsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar