Sering
kita dengar seseorang menayakan mana dalilnya terhadap ibadah yang kita
lakukan, karena berpedoman dengan kaidah fiqih :
اَلْأَصْلُ فِى اْلعِبَادَةِ اَلتَّحْرِيْمُ وَالْبَطْلُ إِلاَّ مَا جَاءَ
بِهِ الدَّ لِيْلِ عَلىَ اَوَامِرِهِ
Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal
kecuali ada dalil yang memerintahkan
Juga
berpedoman apa yang dikatakan Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalani seorang ulama
madzhab syafi'i, beliau mengatakan dalam kitabnya :
اَلْأَصْلَ فِي الْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّفِ
Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil). (Kitab Fathul Bari, Juz III, halaman 54)
Syaikh
Salman Al-Audah ulama Saudi Arabiah dalam kitabnya menerangkan :
التوقيف في
صفة العبادة
العبادة
توقيفية في كل شيء، توقيفية في صفتها -في صفة العبادة- فلا يجوز لأحد أن يزيد أو ينقص، كأن يسجد قبل أن يركع مثلاً أو
يجلس قبل أن يسجد، أو يجلس للتشهد في غير محل الجلوس، فهيئة العبادة توقيفية
منقولة عن الشارع
Tauqifi dalam sifat ibadah
Ibadah itu tauqifi dalam semua hal dalam
sifatnya, maka tidak boleh untuk menambah dan megurangi. Seperti sujud
sebelum ruku', atau duduk sebelum sujud, atau duduk tasyahud tidak pada
tempatnya. Oleh karena itu, yang namanya ibadah itu tauqifi dinuqil dari syari'
(Allah). (Kitab Durusul Lisy Syaikh Salman Al-Audah, Juz XVI, halaman 24)
التوقيف في
زمن العبادة
زمان العبادة توقيفي -أيضاً- فلا يجوز
لأحد أن يخترع زماناً للعبادة لم ترد، مثل أن يقول مثلاً
Tauqifi
dalam waktu pelaksanaan ibadah
Waktu
pelaksanaan ibadah juga tauqifi. maka tidak boleh seseorang itu membuat buat
ibadah di waktu tertentu yang syari' tidak memerintahkannya. (Kitab
Durusul Lisy Syaikh Salman Al-Audah, Juz XVI, halaman 25)
التوقيف في
نوع العبادة
كذلك لابد
أن تكون العبادة مشروعة في نوعها، وأعني بنوعها أن يكون جنس العبادة مشروعاً، فلا
يجوز لأحد أن يتعبد بأمر لم يشرع أصلاً، مثل من يتعبدون بالوقوف في الشمس، أو يحفر
لنفسه في الأرض ويدفن بعض جسده ويقول: أريد أن
أهذب وأربي وأروض نفسي مثلاً، فهذه بدعة!
Tauqifi
dalam macamnya ibadah
Begitu juga
ibadah juga harus disyaratkan sesuai dengan syari'at..artinya termasuk dari
jenis ibadah yang disyariatkan. maka tidak sah bagi orang yang menyembah
sesuatu yang tidak disyariatkan, seperti menyembah matahari, atau memendam
jasadnya sebagian sembari berkata : saya ingin melatih badanku misalkan, ini
semua bid'ah. (Kitab Durusul Lisy Syaikh Salman Al-Audah, Juz XVI, halaman
26)
التوقيف في
مكان العبادة
كذلك مكان
العبادة لابد أن يكون مشروعاً، فلا يجوز للإنسان أن يتعبد عبادة في غير مكانها،
فلو وقف الإنسان -مثلاً- يوم عرفة
بالـمزدلفة فلا يكون
حجاً أو وقف بـمنى، أو بات ليلة المزدلفة بـعرفة، أو بات ليالي منى بالـمزدلفة أو بـعرفة، فإنه لا يكون أدّى ما يجب عليه، بل يجب أن يلتزم
بالمكان الذي حدده الشارع إلى غير ذلك.
Tauqifi
dalam tempat ibadah
Demikian juga
tempat ibadah juga harus masyru'. maka tidak boleh beribadah tidak pada tempat
yang sudah disyari'atkan. seperti jika seseorang wukuf di Muzdalifah, maka ini bukan haji. atau wuquf
di Mina, atau bermalam (Muzdalifah) di Arafah, dan sebaliknya, maka ini semua
bukanlah sesuatu yang masyru'. Kita wajib melaksanakan ibadah sesuai tempat
yang sudah disyari'atkan oleh syari'. (Kitab Durusul Lisy Syaikh Salman
Al-Audah, Juz XVI, halaman 27)
Perlu diketahui bahwa ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam
terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu
dengan lainnya
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus, ialah ibadah apa saja yang telah ditetapkan Allah baik
tata cara dan perincian-perinciannya (sifat, waktu, tempat dll). Seperti
shalat, wudhu, haji dll.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah
Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang
diizinkan oleh Allah yang tata cara dan perincian-perinciannya tidak ditetapkan
dengan jelas. Misalnya belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dll.
Dari
penjelasan kitab Durusul Lisy Syaikh Salman Al-Audah diatas dapat
ditangkap empat poin, dan bila diperhatikan maka di situ didapat
kesimpulan bahwa ibadah yang sifatnya tauqifi itu adalah ibadah mahdah
saja. Artinya ibadah dalam kaidah fiqih
: "Hukum asal dalam beribadah
adalah haram dan batal kecuali ada dalil yang memerintahkan",
adalah ibadah yang sifatnya mahdhah saja, bukan semua ibadah
Untuk bisa
membedakannya ibadah harus dilihat wasail (perantara) dan maqashid (tujuan)
nya. Untuk ibadah yang sifatnya mahdhah cuma ada maqashid, sedangkan untuk
ghairu mahdhah ada maqoshid dan juga ada wasail.
Supaya lebih
mudah difahami akan kami beri beberapa contoh :
Shalat, wudhu,
puasa adalah ibadah yang sudah jelas dzatnya adalah ibadah, maka yang ada hanya
maqashid (tujuan) tidak ada wasailnya.
Seperti menulis
di Web, FB, WA dll (seperti yang kami lakukan di www.wongsantun.com ). Kegiatan
menulis sendiri itu bukan ibadah maka hukumnya mubah. Tapi karena kita
mengharapkan ridha Allah dalam rangka dakwah dengan jalan menulis di web, maka
dalam Islam ini berpahala dan termasuk ibadah (wasailnya anda menulis
di web, maqashidnya mengharapkan ridha Allah dalam rangka berdakwah). Tapi
jika kita menganggap kegiatan menulis ini sebuah ibadah yang dzatnya
adalah ibadah seperti ibadah mahdhah sudah pasti ini namanya bid’ah
dhalalah.
Begitu juga
dengan maulid Nabi, maulid adalah wasail (perantara atau ada yang bilang
sarana), maqashidnya adalah mengenal Rasul dan mengagungkannya. Bagaimanakah
hukum awal dari Maulid? Jawabannya adalah mubah, boleh dilakukan dan boleh
tidak dilakukan. Tapi kenapa menjadi sunnah? Menjadi sunnah dikarenakan
hukum maqashidnya adalah sunnah (mengenal dan mengagungkan Rasul adalah
sunnah) karena yang namanya hukum wasail itu mengikuti hukum maqashid, seperti
kaidah fiqih :
لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ اْلمَقَاصِدِ
Hukum sarana suatu perbuatan sama dengan hukum tujuan
(perbuatannya)
Contoh
gampangnya untuk (Lil Wasail hukmul Maqashid), kita membeli air hukumnya
mubah, mau beli atau tidak, tak ada masalah. Tapi suatu saat tiba waktu
shalat wajib sedangkan air sama sekali tidak ada kecuali harus membelinya dan
anda punya kemampuan untuk itu maka hukum membeli air adalah wajib.
Oleh
karena itu mohon jangan sedikit-sedikit bertanya "Mana Dalilmya?” ,
tanpa tahu sesuatu hal itu perlu dalil atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar