Orang
yang mempunyai hajatan atau walimah dengan mengadakan pengajian maka ia akan
mendapat pahala sebanyak orang yang menghadiri pengajian itu. Namun sebaliknya,
jika seseorang menyelenggarakan walimah dengan mengadakan hiburan yang berbau
maksiat, maka ia akan mendapat dosa sebanyak dosa orang yang menghadiri hiburan
tersebut. Dalam sebuah hadits disebutkan :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ
أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ
دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ
لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah, bahwasanta Rasulullah saw telah bersabda :
Barang siapa yang menyeru kepada jalan petunjuk (kebaikan) maka ia akan diberi
pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, Allah tidak akan
mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang menyeru kepada jalan
kesesatan (keburukan) maka ia dipandang berbuat dosa, seperti dosa-dosa orang
yang mengikutinya, Allah tidak akan mengurangi dosa mereka sedikitpun. (H. R.
Muslim no. 6980, Abu Daud no. 4611 dan lainnya)
Imam
Nawawi mengomentari hadits di atas di dalam kitabnya menegaskan:
وَأَنَّ مَنْ دَعَا إِلَى هُدَى كَانَ لَهُ مِثْل أُجُوْرِ مُتَابِعِيْهِ،
أَوْ إِلَى ضَلَالَة كَانَ عَلَيْهِ مِثْل آثَام تَابِعِيْهِ، سَوَاءٌ كَانَ
ذَلِكَ الْهُدَى وَالضَّلَالَة هُوَ الَّذِي اِبْتَدَأَهُ، أَمْ كَانَ مَسْبُوْقًا
إِلَيْهِ، وَسَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ تَعْلِيْمَ عِلْمٍ، أَوْ عِبَادَةٍ، أَوْ أَدَبٍ،
أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ
Dan bahwasanya orang yang menyeru kepada jalan petunjuk (kebaikan)
maka baginya pahala seperti pahala-pahala pengikutnya, atau menyeru kepada
jalan kesesatan (keburukan) maka baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang
mengikutinya. Jalan petunjuk atau jalan kesesatan itu sama saja, apakah ia
sendiri yang memulainya ataukah ia telah di dahului oleh orang lain, demikian
pula mengajarkannya suatu ilmu, ibadah, etika (Islam) atau yang lainnya. (Kitab
Syarah Shahih Muslim, Juz IX, halaman 33)
Maksud
hadits Nabi saw di atas, kata "da'a" (menyeru), tentu tidak hanya
terbatas pada seorang da'i dalam arti sempit, yakni yang memberikan ceramah
saja, akan tetapi mempunyai arti yang lebih luas yakni termasuk juga yang punya
hajat (penyelenggara walimah). Dengan mengundang penceramah untuk menyiarkan ajaran
agama Islam di tengah-tengah masyarakat, pada hakikatnya ia telah berdakwah
yakni menyeru untuk kebaikan. Begitu juga sebaliknya, jika ia mengadakan
hajatan dengan hiburan yang berbau maksiat, maka ia telah menyeru orang untuk
berbuat keburukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar